Beranda » Berita » Hatimu adalah Lentera, Jangan Biarkan Api Cintanya Padam

Hatimu adalah Lentera, Jangan Biarkan Api Cintanya Padam

lentera hati bercahaya di kegelapan
Lentera simbol hati manusia yang terus menyala oleh cinta dan dzikir.

Hati dalam tradisi Islam selalu digambarkan sebagai pusat cahaya, lentera yang menerangi perjalanan manusia menuju Allah. Kitab Qūt al-Qulūb karya Abu Thalib al-Makki, seorang sufi besar abad ke-10, menjadi salah satu rujukan utama dalam memahami perjalanan hati ini. Abu Thalib al-Makki, lahir di Makka namun lebih dikenal di Basrah dan Baghdad, menulis kitab ini bukan sekadar untuk teori, melainkan sebagai panduan hidup—mengkombinasikan tasawuf, ibadah, dan akhlak dalam satu tarikan napas.

Dalam karya monumentalnya itu, ia menegaskan bahwa hati bukan sekadar organ batin, melainkan pusat kehidupan spiritual. Ketika hati terjaga, manusia pun hidup dalam cahaya. Namun ketika hati padam, hidup menjadi gelap meskipun dunia tampak terang.

Cahaya yang Menerangi Jalan Gelap

Abu Thalib menulis:

“القلب هو مصباح العبد، فإذا طفى المصباح بقي في ظلمة”
“Hati adalah pelita seorang hamba. Jika pelita itu padam, ia akan tinggal dalam kegelapan.”

Di kampung-kampung Indonesia, banyak orang tua masih menyalakan lampu minyak di malam hari meski listrik sudah masuk. Mereka percaya ada cahaya yang bukan hanya menerangi ruang, tetapi juga menenteramkan batin. Begitu pula hati kita: ia butuh minyak cinta dan zikir agar tidak padam.

Peduli Sumatera: Saat Saudara Kita Menjerit, Hati Kita Harus Bangkit

Seorang santri pernah berkata kepada gurunya,
Santri: “Mengapa aku rajin shalat, tapi hatiku sering gelap?”
Guru: “Karena shalatmu cahaya, tapi hatimu lentera. Cahaya hanya tampak bila lentera itu terisi minyak.”

Api Cinta yang Tak Boleh Padam

Abu Thalib menegaskan bahwa cinta kepada Allah adalah bahan bakar hati. Tanpanya, ibadah menjadi rutinitas kering.

“المحبة نار في القلب، إذا أضاءت استنار الجسد كله”

“Cinta adalah api dalam hati. Bila ia menyala, seluruh tubuh ikut bercahaya.”

Fenomena sosial hari ini menunjukkan bagaimana banyak orang sibuk dengan kesuksesan material, tetapi merasa kosong. Data survei WHO bahkan menyebutkan bahwa tingkat depresi global meningkat signifikan pasca-pandemi. Bukankah ini tanda bahwa banyak hati kehilangan apinya?

Hati yang Gelisah, Jiwa yang Kehilangan Arah

Di tengah riuh kota, Abu Thalib mengingatkan:

“من أكثر ذكر الله أحياه الله، ومن غفل مات قلبه”

“Siapa yang banyak berdzikir kepada Allah, Allah akan menghidupkannya. Siapa yang lalai, hatinya mati.”

Di warung kopi sederhana di pinggiran Tulungagung, saya pernah mendengar obrolan dua bapak tua.
Bapak A: “Sekarang orang makin pintar, tapi makin gelisah.”
Bapak B: “Karena kepintaran tanpa dzikir hanya membuat hati sibuk, bukan hidup.”

Dzikir bukan sekadar lafaz, tapi keheningan yang menyalakan lentera.

Kitab Al-Hikam: Samudra Hikmah Tasawuf yang Menuntun Jiwa Menuju Allah

Hati yang Lapar akan Qūt al-Qulūb

Judul kitab ini sendiri, Qūt al-Qulūb (Makanan Hati), mengisyaratkan bahwa hati harus diberi asupan. Bukan sekadar makanan fisik, tapi nutrisi batin: doa, sabar, ikhlas, syukur.

“الغذاء الحقيقي للقلوب هو الإيمان واليقين”

“Makanan sejati bagi hati adalah iman dan keyakinan.”

Kita sering memberi tubuh kita makanan enak, tapi lupa memberi hati kita asupan iman. Akhirnya, tubuh sehat namun hati lapar.

Apa yang sering kita isi ke dalam hati kita setiap hari?
Apakah hati kita kenyang oleh iman, atau justru kembung oleh keresahan dunia?
Bila hati adalah lentera, minyak apa yang kita tuangkan agar ia terus menyala?

Langkah Praktis Menjaga Lentera Hati

Isi hati dengan dzikir harian – bukan hanya saat ritual, tapi juga saat bekerja dan berinteraksi.

Beri waktu untuk hening – matikan gawai sejenak, dengarkan suara hati yang ingin pulang.

Rawat cinta kepada Allah – bacalah ayat-ayat cinta-Nya, karena Al-Qur’an adalah surat cinta yang tak pernah basi.

Berbagi kebaikan kecil – sedekah, senyum, atau mendengar keluh kesah orang lain, karena hati hidup saat ia memberi.

Hati adalah lentera. Jangan biarkan api cintanya padam. Semoga Allah menyalakan hati kita dengan dzikir, mengisinya dengan iman, dan menjaganya dari kegelapan dunia.

اللَّهُمَّ اجْعَلْ قُلُوبَنَا مُنِيرَةً بِنُورِ ذِكْرِكَ، وَامْلَأْهَا بِحُبِّكَ، وَاحْفَظْهَا مِنْ غَفْلَةٍ تُطْفِئُ سِرَاجَهَا

Ya Allah, jadikan hati kami bercahaya dengan cahaya dzikir-Mu, penuhi dengan cinta-Mu, dan lindungi dari kelalaian yang memadamkan pelitanya.

Apakah hatimu kini masih menyala, atau sudah mulai redup?

 

* Reza Andk Setiawan

Pengasuh ruang kontemplatif Serambi Bedoyo Ponorogo


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement