Opinion
Beranda » Berita » Larangan Syariat, Faktor Pemicu, dan Tinjauan Hukum Bunuh Diri

Larangan Syariat, Faktor Pemicu, dan Tinjauan Hukum Bunuh Diri

Bunuh diri
Ilustrasi seseorang yang mengalami frustasi dan akan bunuh diri. Foto: Meta AI

SURAU.CO. Lagi- lagi berita bunuh diri memenuhi lini masa pemberitaan baru-baru ini. Seorang ibu nekat mengakhiri hidupnya karena masalah ekonomi di rumahnya di Kampung Cae, Desa Kiangroke, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, pada Jumat (5/9/2025) dini hari. Tak hanya itu, ibu tersebut diduga terlebih dahulu membunuh dua anaknya sebelum bunuh diri. Dugaan awal, alasan ibu itu melakukan bunuh diri karena suaminya memiliki banyak hutang di tengah kondisi ekonomi yang makin sulit.

Fenomena bunuh diri semakin sering kita dengar dalam berita. Keputusan untuk mengakhiri hidup dengan bunuh diri dapat menimpa siapa saja, dari kalangan orang dewasa, remaja, bahkan lansia.  Tindakan ini bukan sekadar persoalan individu, melainkan juga berdampak besar bagi keluarga, sahabat, bahkan masyarakat luas. Data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, jutaan orang di seluruh dunia mengakhiri hidupnya setiap tahun. Di Indonesia sendiri, catatan Pusat Informasi Kriminal Nasional menunjukkan ada ratusan kasus bunuh diri sepanjang tahun 2024. Angka ini tentu memprihatinkan dan membuat kita perlu memahami lebih dalam mengapa hal itu terjadi, terutama dari sudut pandang Islam dan hukum.

Pandangan Islam tentang Bunuh Diri

Islam menegaskan bahwa hidup dan mati sepenuhnya adalah hak Allah SWT. Tidak ada satu pun manusia yang berhak mengakhiri hidupnya sendiri. Bunuh diri dipandang sebagai dosa besar karena berarti menentang takdir dan mengingkari kuasa Allah atas nyawa manusia.

Dalam Al-Qur’an, Allah SWT dengan tegas berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. Dan barang siapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS. An-Nisa: 29-30).

Ayat ini menegaskan bunuh diri bukanlah solusi, melainkan pintu menuju azab yang lebih berat di akhirat. Rasulullah SAW memperingatkan dalam hadis riwayat Abu Hurairah bahwa siapa pun yang mengakhiri hidupnya dengan cara tertentu, maka di akhirat ia akan mendapatkan azab dengan cara yang sama, kekal dalam neraka Jahannam.

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Para ulama juga sepakat bahwa bunuh diri adalah haram. Namun, mereka berbeda pandangan tentang status pelaku. Ada ulama yang berpendapat pelaku bunuh diri tidak boleh disalatkan, sementara M. Quraish Shihab berpendapat bahwa pelaku tetap seorang Muslim, hanya saja berdosa besar. Ia masih berhak dimandikan, disalatkan, dan dimakamkan secara Islam.

Perlu dibedakan pula antara intihar (bunuh diri karena putus asa) dan istisyhad (mengorbankan diri dalam perjuangan menegakkan kebenaran atau syahid). Intihar jelas haram, sementara istisyhad bisa bernilai mulia jika benar-benar dilakukan demi mencari ridha Allah SWT. Sebagaimana firman Allah, “Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.” (QS. Al-Baqarah: 207)

Sayangnya, ayat ini sering disalahgunakan kelompok radikal untuk membenarkan aksi teror bom bunuh diri. Padahal, perbuatan semacam itu tidak ada kaitannya dengan jihad, melainkan tindakan terorisme yang merusak keamanan dan kedamaian.

Faktor Pemicu Bunuh Diri

Tidak ada orang yang tiba-tiba memutuskan mengakhiri hidupnya tanpa alasan. Biasanya ada faktor-faktor tertentu yang mendorongnya. Secara umum, ada tiga aspek besar yang menjadi pemicu seseorang melakukan bunuh diri, mulai dari alasan psikologis, sosial, dan kesehatan mental.

1. Faktor Psikologis

Banyak orang mengalami konflik batin yang berat. Pikiran bercampur aduk, hati gelisah, dan masalah terasa bertubi-tubi tanpa jalan keluar. Depresi dan rasa tidak berguna sering kali menjerumuskan seseorang pada keputusan bunuh diri.

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Selain itu, keterputusan komunikasi sosial juga berperan besar. Ketika seseorang merasa sendirian, tidak punya teman bicara, atau kehilangan dukungan dari keluarga dan lingkungan, ia merasa hidupnya hampa. Kesepian inilah yang kerap mendorong seseorang untuk mengakhiri hidupnya.

2. Faktor Sosial

Kehidupan sosial sangat memengaruhi mental seseorang. Sosiolog Émile Durkheim bahkan mengklasifikasikan bunuh diri dalam beberapa tipe. Yang pertama egoistic suicide, yang terjadi karena seseorang merasa terisolasi dari kelompok sosial. Kedua, altruistic suicide yaitu bunuh diri karena terlalu kuatnya ikatan kelompok, sehingga individu rela berkorban demi kelompoknya. Ketiga anomic suicide: yaitu perasaan ingin bunuh diri yang muncul saat norma sosial goyah, misalnya saat krisis ekonomi atau politik. Keempat, fatalistic suicide yaitu bunuh diri yang terjadi karena tekanan sosial yang terlalu keras, seperti aturan atau norma yang mengekang secara berlebihan.

Banyak alasan lingkungan sosial yang membuat seseorang memutuskan mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri. Menurut mereka, dengan bunuh diri maka semua masalah sosial yang mereka hadapi akan  berakhir dan selesai.

3. Gangguan Kesehatan Mental

Depresi berat, kecemasan berlebih, bipolar, hingga skizofrenia sering menjadi faktor utama di balik bunuh diri. Pikiran negatif, rasa pasrah karena krisis, serta trauma masa lalu yang mendalam bisa menghantui seseorang hingga membuatnya ingin mengakhiri hidup.

Dampak Hukum Positif di Indonesia

Dalam hukum positif di Indonesia, upaya bunuh diri tidak dipidana. Alasannya sederhana, karena pelaku biasanya sudah meninggal sehingga tidak mungkin dijatuhi hukuman. Namun, ada aturan tegas bagi pihak yang membantu atau mendorong orang lain bunuh diri.

Mengubah Insecure Menjadi Bersyukur: Panduan Terapi Jiwa Ala Imam Nawawi

Pasal 345 KUHP menyatakan: “Barang siapa dengan sengaja membujuk orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu, atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana penjara 4 tahun kalau orang itu jadi bunuh diri.”

Artinya, hukum negara memberikan perlindungan agar tidak ada orang yang memperalat atau mendorong individu lain untuk mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri. Mempengaruhi orang lain untuk melakukan bunuh diri tidak hanya mendapat sanksi pidana, tetapi juga merupakan dosa besar. Karena tindakan tersebut sama saja dengan membunuh orang lain.

Menghadapi Masalah dengan Iman dan Empati

Bunuh diri bukanlah jalan keluar, justru membuka pintu azab yang lebih pedih. Islam mengajarkan agar setiap Muslim menghadapi masalah dengan sabar, doa, dan tawakal. Berserah diri kepada sang pemilik kehidupan yaitu Allah SWT saat dihadapkan pada masalah besar adalah jalan keluar. Allah SWT berjanji tidak akan membebani seseorang di luar batas kemampuannya.

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir”. (QS. Al-Baqarah: 286).

Selain itu, kita sebagai sesama manusia perlu lebih peduli. Empati, komunikasi, dan dukungan sosial bisa menjadi penyelamat bagi mereka yang sedang putus asa. Jangan biarkan ada orang merasa sendirian menghadapi masalah hidupnya.

Bunuh diri adalah dosa besar dalam Islam dan perbuatan yang merugikan diri sendiri maupun orang lain. Faktor-faktor psikologis, sosial, dan kesehatan mental memang bisa memicu seseorang untuk nekat mengambil keputusan ini. Namun, Al-Qur’an dan hadis sudah jelas melarangnya. Negara pun ikut melindungi masyarakat dengan memberi sanksi bagi siapa pun yang mendorong orang lain untuk bunuh diri.

Sebagai umat Muslim, kita perlu memperkuat iman, menjaga kesehatan mental, serta saling menguatkan. Dengan empati, dukungan sosial, dan keyakinan pada kasih sayang Allah, insyaAllah kita bisa membantu mencegah terjadinya bunuh diri di tengah masyarakat.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement