Hijrah: Lebih dari Sekadar Penampilan, Sebuah Transformasi Diri Seutuhnya
SURAU.CO – Hijrah, sebuah konsep yang sering kita dengar dalam kehidupan beragama, sesungguhnya merupakan sebuah perjalanan yang mendalam. Ia adalah langkah serius menuju kebaikan, sebuah perpindahan dari segala bentuk kemaksiatan menuju ketaatan penuh kepada Allah SWT. Banyak individu mungkin keliru memahami bahwa hijrah semata-mata diidentikkan dengan perubahan pada tampilan luar. Misalnya, anggapan umum bahwa hijrah dimulai ketika seseorang mulai mengenakan jilbab, gamis, atau pakaian syar’i lainnya. Padahal, makna hijrah jauh lebih luas serta lebih mendalam daripada sekadar modifikasi penampilan fisik. Intinya, hijrah mengajak kita untuk melakukan perubahan menyeluruh, menyentuh setiap aspek kehidupan.
Pada dasarnya, hijrah membawa kita pada sebuah perubahan holistik. Ia bermakna berpindah secara sukarela dari sesuatu yang kurang baik menuju kondisi yang jauh lebih baik. Ini adalah transisi krusial dari perilaku yang tidak patuh menuju ketundukan yang tulus kepada Allah SWT. Rasulullah SAW, sang teladan utama kita, pernah bersabda: “Seorang muhajir (orang yang berhijrah) adalah orang yang meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim). Kutipan ini secara gamblang menegaskan bahwa esensi hijrah tidak hanya terpaku pada pakaian yang kita kenakan. Lebih jauh, ia tercermin jelas dalam setiap tutur kata yang kita ucapkan, sikap yang kita tunjukkan, perilaku sehari-hari, serta kualitas hubungan kita dengan Sang Pencipta dan sesama manusia. Bagi saya pribadi, terkadang kita terlalu fokus pada ‘wadah’ tanpa mengisi ‘isi’nya. Perubahan luar memang penting sebagai tanda, namun substansi perubahan ada pada hati dan perbuatan.
Pakaian: Gerbang Awal, Bukan Tujuan Akhir Perjalanan Hijrah
Tidak dapat dipungkiri, mengenakan busana yang sesuai dengan syariat agama memang bagian integral dari proses hijrah. Akan tetapi, kita perlu memahami bahwa ini hanyalah sebuah pintu awal. Perubahan pada tampilan luar haruslah berjalan seiring dengan perbaikan substansial pada hati, akhlak, dan kualitas ibadah kita. Sungguh, tidaklah ada artinya mengenakan pakaian islami yang anggun jika pada saat yang sama lisan kita masih sering menyakiti perasaan orang lain, hati kita masih dipenuhi rasa dengki dan iri hati, atau ibadah wajib kita masih seringkali diabaikan tanpa penyesalan. Pakaian adalah simbol, tetapi substansi keindahan sejati terpancar dari akhlak dan kemuliaan hati.
Proses hijrah adalah perjalanan personal yang unik bagi setiap individu. Tidak ada satu pun ukuran baku yang bisa diterapkan untuk semua orang. Sebagian orang mungkin mengawali hijrah mereka dengan fokus pada perubahan gaya berpakaian. Sementara itu, ada pula yang memulainya dengan sungguh-sungguh memperbaiki kualitas salatnya, atau bahkan dengan mengganti lingkungan pergaulan yang dirasa kurang mendukung ke arah kebaikan. Hal terpenting dalam proses ini adalah konsistensi (istiqamah) serta kemauan untuk selalu memperbaiki diri, setahap demi setahap, tanpa pernah merasa puas dengan pencapaian yang ada. Kita harus sadar bahwa hijrah bukanlah garis finis, melainkan sebuah maraton spiritual.
Menjaga Konsistensi: Kunci Utama Hijrah yang Berkelanjutan
Hijrah yang sesungguhnya adalah hijrah yang bersifat berkelanjutan. Janganlah sampai proses ini berhenti hanya pada level perubahan penampilan luar tanpa melakukan pembenahan secara mendalam pada batin dan jiwa. Allah SWT, dengan segala kemuliaan-Nya, lebih melihat pada hati dan kualitas amal perbuatan kita, ketimbang sekadar tampilan fisik semata. Oleh karena itu, setiap individu yang telah memutuskan untuk berhijrah hendaknya terus-menerus berusaha keras untuk melakukan beberapa hal penting ini. Ini adalah usaha tak berkesudahan untuk memantapkan diri di jalan yang benar.
Pertama, perbaiki akidah dan tauhid. Ini merupakan fondasi utama keimanan kita. Kedua, jagalah salat serta ibadah wajib lainnya dengan penuh kesungguhan dan kekhusyukan. Ketiga, bersihkan hati dari segala penyakit hati seperti iri, sombong, dan dengki, yang hanya akan merusak kebaikan. Keempat, tebarkan kebaikan melalui setiap ucapan dan perbuatan kita, menjadikan diri sebagai pribadi yang bermanfaat bagi lingkungan sekitar. Dalam pandangan saya, konsistensi ini adalah ujian terberat, namun sekaligus yang paling berharga. Ia membentuk karakter dan mendekatkan kita pada hakikat hijrah yang sesungguhnya.
Pada akhirnya, hijrah adalah sebuah perjalanan spiritual yang sangat panjang menuju ridha Allah SWT. Ia tidak berhenti hanya pada perubahan cara berpakaian, melainkan harus terus berlanjut pada proses perbaikan diri secara menyeluruh, mencakup lahir dan batin. Pakaian islami memang indah dipandang mata, tetapi akhlak yang mulia jauh lebih indah, baik di mata Allah maupun di hadapan sesama manusia. Maka, marilah kita jadikan hijrah sebagai sebuah proses transformatif untuk menjadi pribadi yang jauh lebih baik setiap harinya. Ini bukan hanya sekadar perubahan penampilan, melainkan perubahan mendalam pada hati, niat, serta amal perbuatan kita.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
