Mode & Gaya
Beranda » Berita » Merasa Miskin Padahal Tidak: Hati Yang Tak Pernah Merasa Cukup

Merasa Miskin Padahal Tidak: Hati Yang Tak Pernah Merasa Cukup

Merasa Miskin
Ilustrasi orang kaya yang terlihat miskin. Foto: Perplexity

SURAU.CO. Pernahkah Anda merasa tidak pernah cukup, walau penghasilan terus bertambah? Rumah ada, kendaraan ada, pekerjaan tetap, tapi hati tetap gelisah dan hidup terasa sempit? Jika iya, mungkin Anda sedang mengalami kemiskinan hati, bukan kemiskinan materi. Dalam Islam, kekayaan bukan diukur dari banyaknya harta, tapi dari rasa cukup dalam hati.

Rasulullah ﷺ bersabda: “Bukanlah kekayaan itu karena banyaknya harta, namun kekayaan yang hakiki adalah kekayaan hati.” (HR. Muslim no. 1051)

Rasa miskin yang terus menghantui seseorang sering kali tidak ada kaitannya dengan saldo rekening, tapi lebih kepada cara pandang dan kondisi spiritualnya.

Sifat Dasar Manusia atas Rezeki

Sadarlah bahwa setiap jengkal rezeki yang kita nikmati sejatinya berasal dari Allah Ta’ala, Sang Pemilik segala sesuatu. Allah dengan hikmah-Nya yang agung terkadang melapangkan rezeki bagi sebagian hamba, dan terkadang pula Dia menyempitkannya, sesuai dengan kehendak dan kebijaksanaan-Nya.

Tugas kita sebagai hamba bukan menuntut pembagian yang lebih besar, tetapi menerima setiap ketetapan-Nya dengan penuh kesabaran, rasa syukur yang tulus, serta sikap qana’ah. Dengan qanaah, kita merasa cukup dengan apa yang telah Allah anugerahkan. Di sinilah letak kebahagiaan yang sejati, bukan pada jumlah harta yang dikumpulkan, tetapi pada ketenangan hati dalam menerima keputusan Allah.

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Rasulullah ﷺ memberikan kabar gembira kepada mereka yang mampu menjaga hatinya agar tetap ridha terhadap takdir Allah. Beliau bersabda: “Sungguh beruntung orang yang memeluk Islam, kemudian Allah memberinya rezeki secukupnya, dan Allah menjadikan hatinya merasa cukup (qana’ah) dengan apa yang diberikan kepadanya.” (HR. Muslim no. 1054)

Namun sayangnya, banyak di antara kita yang terjebak dalam jerat hawa nafsu yang tak pernah puas. Nafsu duniawi terus mendorong manusia untuk merasa kurang, meski karunia Allah telah melimpah ruah. Dalam hal ini, Rasulullah ﷺ menjelaskan tabiat manusia yang tak mengenal kata “cukup”.

“Seandainya anak cucu Adam memiliki dua lembah yang penuh dengan harta, pasti dia akan mencari lembah yang ketiga. Dan tidak ada yang bisa memenuhi perut bani Adam kecuali tanah (yaitu kematian).” (HR. Bukhari no. 6436 dan Muslim no. 1048)

Inilah sifat dasar manusia yang lemah, selalu merasa kekurangan meskipun telah diberikan banyak. Akibatnya, banyak orang hidup dalam kegelisahan terus-menerus. Mereka tidak bisa merasakan nikmatnya hidup, karena selalu merasa miskin secara batin, sekalipun kaya secara lahir. Hati mereka tertawan oleh ilusi bahwa kebahagiaan tergantung pada apa yang dimiliki, bukan pada bagaimana ia menyikapinya.

10 Penyebab Merasa Selalu Kurang

Pada kesempatan kali ini, kita akan bahas 10 penyebab utama mengapa seseorang merasa selalu kurang, meskipun secara lahiriah hidupnya berkecukupan. Semoga kita bisa mengambil pelajaran darinya dan selalu bersyukur atas segala ketetapan Allah Swt.

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

1. Tujuan Hidup Masih Duniawi, Bukan Akhirat

Jika tujuan utama kita hanya sebatas dunia, seperti karier, rumah mewah, atau saldo fantastis, maka akan sulit merasa cukup.

Rasulullah ﷺ bersabda: “Barangsiapa yang tujuan utamanya adalah dunia, maka Allah akan cerai-beraikan urusannya, Allah jadikan kefakiran di depan matanya dan ia tidak mendapatkan dunia kecuali sesuai apa yang telah ditetapkannya. Barangsiapa yang tujuan utamanya adalah akhirat, Allah akan memudahkan urusannya, Allah jadikan kekayaan di hatinya, dan dunia akan mendatanginya walaupun ia tidak memikirkannya ”” (HR. Ahmad no. 950)

Orang seperti ini meski kaya raya, akan tetap merasa miskin dan serba kekurangan. Sebaliknya, siapa yang menjadikan akhirat sebagai tujuan, hidupnya akan lebih tenang dan sederhana dalam melihat dunia.

Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan: “pecinta dunia tidak lepas dari 3 hal: kegalauan yang terus-menerus, keletihan yang terus-menerus, dan mengecewakan yang tiada berakhir” (Ighatsatul Lahafan, 37/1).

2. Kurangnya Ilmu Agama

Ketidaktahuan terhadap ajaran agama membuat seseorang terjebak dalam standar duniawi. Padahal orang yang berilmu akan lebih bijak menilai nikmat hidup. Ilmu agama memberi pemahaman bahwa hidup ini sementara, dan kebahagiaan bukan hanya soal uang. Orang yang memiliki ilmu agama akan jauh dari cinta dunia dan menjadikan akhirat sebagai tujuan.

Mengubah Insecure Menjadi Bersyukur: Panduan Terapi Jiwa Ala Imam Nawawi

Allah berfirman tentang Qarun, “Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu: “Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan tidak diperoleh pahala itu, kecuali oleh orang-orang yang sabar”.(QS. Al-Qashash: 80)

3. Tertipu Bisikan Setan dan Nafsu

Setan akan selalu menakut-nakuti manusia dengan kemiskinan agar tergoda melakukan hal-hal haram. Setan akan selalu mempengaruhi manusia berbuat maksiat dan kesyirikan untuk mengejar tujuan dunia. Dan setan akan menunjukkan banyak jalan sesat mengejar kekayaan dunia.

Allah mengingatkan dalam Al-Qur’an, “Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjadikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengatahui”. (QS. Al-Baqarah: 268)

Orang yang terpengaruh bisikan setan akan terus merasa takut miskin, meskipun kenyataannya tidak. Dan karena bisikan itu juga, ia akan menempuh segala cara untuk mengejar kekayaan dunia, tanpa peduli jalannya halal atau haram.

4. Salah Pergaulan

Jika kita terlalu sering melihat gaya hidup orang yang lebih kaya, kita akan merasa bahwa hidup kita selalu kurang. Akibatnya kita menjadi kurang bersyukur atas segala nikmat yang telah diberikan.

Rasulullah ﷺ memberikan nasihat bijak dalam sabdanya, “Lihatlah kepada orang yang lebih rendah dari kalian (dalam hal dunia), dan jangan melihat kepada orang yang lebih tinggi (dalam hal dunia), dengan begitu kamu tidak meremehkan nikmat Allah yang diberikan-Nya kepada kamu.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam hadist lain, Rasulullah ﷺ bersabda, “Jika engkau ingin melembutkan hatimu, berilah makanan pada orang miskin dan usaplah kepala anak yatim” (HR. Ahmad no. 854)

Rasulullah ﷺ menyuruh umatnya untuk sering-sering memberi dan bergaul dengan orang miskin dan anak yatim, agar hatinya lebih mudah tersentuh  Dengan begitu, kita akan lebih mudah bersyukur atas nikmat yang sudah kita miliki.

5. Tidak Mensyukuri Nikmat Kecil

Jika nikmat kecil saja tidak kita syukuri, bagaimana mungkin kita bisa bahagia dengan nikmat yang besar? Ia akan lebih berfokus pada apa yang tidak ada, daripada mensyukuri yang sudah ada.

Rasulullah ﷺ bersabda: “Barangsiapa tidak bersyukur atas yang sedikit, maka ia tidak akan bersyukur atas yang banyak.” (HR. Ahmad no. 18449)

Syukur adalah kunci kebahagiaan. Makin banyak bersyukur, makin terasa cukup. Bersyukur atas segala apa yang ada dan ditetapkan oleh Allah kepada kita. Sesungguhnya Allah lebih mengetahui apa yang kita butuhkan.

6. Hati yang Sakit dan Tidak Tawakkal

Hati yang sakit tidak mampu menerima takdir dengan lapang dada. Ia selalu merasa iri, khawatir, dan cemas. Dan sebaliknya, orang yang hatinya sehat, akan tenang dan tidak mudah gelisah meskipun penghasilan pas-pasan.

Rasulullah ﷺ bersabda kepada Abu Dzar, “Apakah kalian mengira kefakiran itu adalah kekurangan harta?”. Abu Dzar menjawab: “iya wahai Rasulullah”. Beliau bersabda: “Sesungguhnya kekayaan hakiki itulah kekayaan hati, dan kefakiran itu adalah kefakiran hati” (HR. Ibnu Hibban no.685, Al Hakim no. 7929)

Allah Ta’ala berfirman, “Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Fath : 4).

Bertawakal kepada Allah dan terus memupuk keimanan adalah cara untuk memperoleh ketenangan hati. Dengan hati yang tenang, akan lebih mudah bersyukur dan kebahagiaan juga akan mengikuti.

7. Kurang Ibadah dan Hubungan yang Lemah dengan Allah

Salah satu sebab dada terasa sempit adalah karena jauh dari ibadah. Allah menjanjikan kelapangan dada dari segala urusan dan menjauhkan dari kefakiran, bagi mereka yang rajin beribadah. Dan sebaliknya, bagaimanapun sibuknya kita bekerja mengejar dunia, maka fakir tetap menjadi bagian dari diri kita, jika tidak beribadah.

Rasulullah ﷺ bersabda dalam hadits qudsi, “Allah ‘Azza wa Jalla berfirman: Wahai manusia! Habiskan waktumu untuk beribadah kepada-Ku, niscaya Aku penuhi dadamu dengan kecukupan dan akan Aku tutup kefaqiranmu. Jika kamu tidak melakukannya, maka Aku akan penuhi kedua tanganmu dengan kesibukan dan Aku tidak akan menutup kefaqiranmu’” (HR. At Tirmidzi no. 2466)

Ibadah bukan hanya mendekatkan diri kepada Allah, tapi juga memberikan ketenangan batin dan ketentraman hati. Maka perbanyaklah ibadah dengan penuh leikhlasan, niscaya Allah akan berikan kecukupan.

8. Penghasilan dari Sumber yang Haram

Harta haram tidak pernah mendatangkan berkah, meskipun terlihat banyak. Allah berfirman, “Allah menghancurkan harta riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.” (QS. Al-Baqarah: 276)

Kemudian Rasulullah ﷺ juga menegaskan: “Tidak masuk surga, daging yang tumbuh dari harta haram. Setiap daging yang tumbuh dari harta haram, maka api neraka lebih layak baginya” (HR. Ahmad no.15284)

Jika penghasilan kita halal namun tetap merasa kurang, maka evaluasi dan koreksi niat. Tapi jika penghasilan kita bersumber dari yang haram, maka berhenti dan bertaubatlah.

9. Malas Bekerja dan Tidak Berusaha

Islam sangat mendorong umatnya untuk bekerja keras dan tidak bergantung pada orang lain. Tidak mungkin kita akan lepas dari kefakiran, jika kita bermalas-malasan dalam mencari rezeki.

Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu pernah berkata, “Wahai para pembaca Qur’an (yaitu ahli ibadah), angkatlah kepada kalian (baca: bekerjalah!), sehingga teranglah jalan. Lalu berlombalah dalam kebaikan. Dan janganlah menjadi beban bagi kaum muslimin”. (HR. Al-Baihaqi)

Sementara Rasulullah ﷺ bersabda, “Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada Mukmin yang lemah. Namun setiap Mukmin itu baik. Semangatlah pada hal yang bermanfaat bagimu, dan mintalah pertolongan kepada Allah (dalam hal tersebut), dan jangan malas. JIka Anda tertimpa musibah, maka jangan mengucapkan: andaikan saya melalukan ini dan itu. Namun mengucapkan: “qadarullah wa maa-syaa-a fa’ala (ini takdir Allah, apa yang Allah inginkan itu pasti terjadi)”. Karena “andaikan…” itu akan membuka pintu setan” (HR. Muslim no. 2664).

Bergerak dan berusaha adalah bagian dari ibadah. Jika tidak ada usaha, maka jangan heran jika hati selalu gelisah. Terutama bagi laki-laki yang memiliki tanggung jawab nafkah bagi keluarganya.

10. Jarang Berdoa dan Tidak Memohon Kekayaan Hati

Doa adalah senjata orang beriman. Tapi sayangnya, banyak orang melupakan doa, padahal Nabi ﷺ selalu berdoa agar dijauhkan dari kefakiran. Salah satunya:

“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kekufuran dan kefakiran… ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari adzab kubur… tidak ada sesembahan yang haq kecuali Engkau” (HR. Abu Daud no. 5092)

Doa lainnya dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu’anhu, Rasulullah ﷺ bersabda, “Ya Allah, aku memohon kepada-Mu petunjuk, ketaqwaan, penjagaan (dari dosa), dan kekayaan (hati).” (HR. Muslim no. 2721)

Jangan remehkan kekuatan doa. Dengan doa, Allah bisa membalikkan keadaan hati dalam sekejap. Begitu banyak doa yang bersumber dari Al-Quran dan Sunnah.

Selalu Bersyukur dan Merasa Cukup

Rasa miskin bukan selalu karena kurangnya harta, tapi karena lemahnya iman dan jauhnya hati dari Allah. Banyak orang kaya yang hidupnya menderita, dan banyak orang sederhana yang hidupnya bahagia. Kuncinya bukan pada apa yang dimiliki, tapi bagaimana cara melihat dan mensyukuri apa yang telah diberikan oleh Allah.

Semoga kita termasuk orang-orang yang diberi kekayaan hati, rasa cukup (qana’ah), dan ketenangan dalam menjalani hidup. Sebab, kebahagiaan yang sejati bukan ada di dompet, tapi di dalam hati. Aamiin ya Rabbal ‘alamin.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement