Rasulullah ﷺ bersabda: “Janganlah kalian menghina pemimpin kalian, jangan menipu mereka, dan jangan membenci mereka. Bertakwalah kepada Allah dan bersabarlah, karena urusan itu sudah dekat.”
(Hadits diriwayatkan dalam As-Sunnah li Ibnu Abi Ashim)
Relevansi dan Hikmah: Etika Terhadap Pemimpin
Hadits ini menegaskan pentingnya etika terhadap pemimpin, bahkan jika kita tidak menyukainya.
Nabi ﷺ mengajarkan untuk tidak mencela, menghina, atau memusuhi mereka secara terbuka.
Menghina pemimpin bukan hanya tindakan yang tercela, tapi bisa menjadi pintu ke kerusakan sosial dan perpecahan. Allah mengingatkan bahwa siapa pun dan dimana pun yang menghina Penguasa-Nya, Dia akan membalas penghinaan itu dengan menghina mereka juga.
Alasan Syariah di Balik Larangan Ini: Prinsip Penjelasan
Kehormatan & Kedamaian Menghina bisa memicu perpecahan, kekacauan, dan pertumpahan darah. Islam memprioritaskan menjaga ukhuwah dan ketertiban.
Ketaatan dalam Kebaikan Islam memerintahkan untuk taat kepada pemimpin selama tidak menyuruh maksiat. Jika memerintahkan kejelekan, maka taat tidak wajib.
Berikan kritik atau nasihat kepada pemimpin dengan cara yang santun dan dalam suasana pribadi, hindari tempat umum atau media massa.
Ringkasan Berikut Inti Pesan: “Jangan hina, jangan menipu, jangan benci—bertakwalah dan bersabarlah.”
Islam mengajarkan sikap tegas namun santun terhadap pemimpin. Saat terbit ketidakadilan, kita diajar untuk menasehati dengan penuh hikmah, bukan merendahkan dengan celaan. Jalan ini menjaga kehormatan dunia dan akhirat.
Menilai dari Dalam, Bukan Hanya dari Luar
Sering kali kita terburu-buru menilai seseorang dari tampilan luarnya. Kita mengira pakaian yang tampak taat sudah pasti mencerminkan ketulusan iman. Padahal, kain hanyalah bungkus. Ia bisa menutupi, tapi tak selalu mencerminkan kedalaman hati.
Gerakan ibadah bisa terlihat khusyuk, tetapi niat di baliknya belum tentu lurus. Maka, jangan mudah terpesona oleh apa yang terlihat. Yang paling penting adalah apa yang Allah lihat, bukan apa yang manusia kagumi.
Keindahan Hati Lebih Mulia daripada Keindahan Rupa
Adakalanya hati seseorang tak seindah penampilan luarnya. Ada yang terlihat saleh, namun lisannya melukai tanpa sadar. Ada yang dipuji manusia, namun di sisi Allah nilainya belum tentu sama. Sebab, ketaatan sejati bukan diukur dari sorot mata manusia, melainkan dari pandangan Allah yang menembus hati terdalam. Allah menilai dari dalam, dari keikhlasan yang tersembunyi.
Keikhlasan yang Sederhana, Namun Bernilai Surga
Yang paling penting dalam hidup ini adalah hati yang tulus karena Allah. Bukan karena ingin dipuji, bukan karena citra, bukan pula karena gelar yang diagungkan.
Lihatlah, seorang pelacur bisa masuk surga bukan karena statusnya, tetapi karena ketulusan hatinya ketika memberi minum seekor anjing. Setetes kasih sayang yang lahir dari hati, Allah balas dengan ampunan dan surga.
Maka, amal kita yang sederhana pun akan bernilai agung bila lahir dari keikhlasan. Sebaliknya, amal yang besar bisa hampa jika hanya untuk dipamerkan kepada sesama.
Penutup: Kita belajar dari pesan ini: jangan hanya melihat tampilan, tapi tembuslah hingga ke hati. Jangan menilai seseorang dari pakaian, lisannya, atau statusnya, sebab Allah menilai dari niat dan ketulusan.
Mari kita rawat hati, jaga lisan, dan niatkan amal karena Allah semata. Sebab cinta, kasih sayang, dan keikhlasan yang tersembunyi di balik amal sederhana—itulah yang akan menuntun kita menuju ridha-Nya. Duta Literasi Pena Da’i Nusantara Provinsi Sumatera Barat (Tengku Iskandar, M.Pd)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
