Beranda » Berita » Cara Nabi Muhammad “Memotong Lidah” Tukang Fitnah

Cara Nabi Muhammad “Memotong Lidah” Tukang Fitnah

SURAU.CO – Pada masa awal Islam, terjadi pertempuran besar bernama Perang Hunain. Dalam peristiwa itu, Suku Hawazin dan sebagian Quraisy mengangkat senjata melawan kaum Muslim. Tokoh bernama Abalak memimpin mereka. Pertempuran ini berlangsung tidak jauh dari Kota Mekah, tepatnya sekitar tiga mil dari pusat kota.

Pertempuran berlangsung sangat sengit. Pasukan Islam sempat terdesak oleh serangan musuh. Namun, keberanian Rasulullah SAW yang maju ke tengah medan perang menyelamatkan situasi. Beliau tidak hanya memberi semangat, tetapi juga menjadi contoh nyata dalam keberanian dan kepemimpinan.

Pada akhirnya, pasukan musuh berhasil dipukul mundur, dan kaum Muslim menang besar. Harta rampasan perang dalam jumlah besar pun jatuh ke tangan umat Islam. Seperti biasanya, empat perlima harta dibagikan kepada prajurit yang ikut berperang, sedangkan seperlima menjadi hak Rasulullah SAW sebagai pemimpin.

Namun, Rasulullah tidak menyimpan bagian itu untuk dirinya sendiri. Beliau justru mendistribusikan haknya kepada kerabat dan pihak-pihak yang membutuhkan, sesuai dengan kebijaksanaannya.

Kemunculan Tukang Fitnah: Abbas Sang Penyair

Dalam proses pembagian harta rampasan itu, terdapat seorang penyair bernama Abbas. Ia baru saja masuk Islam dan ikut serta dalam perang. Namun, setelah menerima bagian rampasan, Abbas merasa tidak puas. Kekecewaannya membuatnya menyusun syair berisi hinaan terhadap Rasulullah SAW.

Dari Utsman ke Ali: Dinamika Politik dan Etika Kekuasaan di Era Khulafaur Rasyidin

Syair-syair yang dibuat Abbas sangat menjijikkan dan menyampaikannya dengan nada fitnah. Ia berani mengumpat Rasulullah SAW, padahal sebelumnya telah menyatakan keislamannya. Ucapan buruknya sampai ke telinga Rasulullah.

Namun, bagaimana reaksi Nabi Muhammad SAW? Apakah beliau marah atau membalas dengan kekerasan?

Respons Rasulullah SAW yang Bijak dan Simbolik

Rasulullah tidak marah. Beliau malah tersenyum lalu berkata:

“Bawa orang itu dari sini dan potong saja lidahnya!”

Perkataan ini mengejutkan para sahabat. Umar bin Khattab, yang dikenal tegas dan keras dalam membela Islam, langsung siap melaksanakan perintah itu secara harfiah. Namun sebelum bertindak, Ali bin Abi Thalib datang dan mengambil alih urusan itu.

Khalifah Umar bin Khattab: Reformasi Sosial dan Administrasi Islam Awal

Ali membawa Abbas ke lapangan tempat binatang ternak rampasan perang. Dengan tenang ia berkata:

“Ambillah sebanyak yang kamu suka!”

Abbas yang ketakutan, tak percaya dengan sikap itu. Ia berkata dengan penuh rasa malu:

“Apa? Beginikah cara Nabi memotong lidahku? Demi Allah, aku tidak mau mengambil sedikit pun.”

Transformasi Abbas Setelah Dihadapi Dengan Kebijaksanaan

Setelah kejadian itu, Abbas tidak pernah lagi membuat syair penghinaan. Justru sebaliknya, ia hanya menulis pujian-pujian untuk Nabi Muhammad SAW. Fitnahnya berhenti, bukan karena paksaan atau kekerasan, tetapi karena dihadapi dengan sikap bijak dan berkelas.

Para Tokoh Awal Islam: Peran Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali dalam Pondasi Umat

Perkataan Nabi “potong saja lidahnya” bukanlah perintah literal. Ini adalah ungkapan kiasan untuk menyatakan bahwa fitnah harus dihentikan, bukan dengan balas dendam, tetapi dengan memberi pelajaran lewat kasih dan keadilan.

Inilah bentuk akhlak mulia Nabi Muhammad SAW dalam menghadapi fitnah dan penghinaan. Beliau mengubah musuh menjadi sahabat, bukan dengan senjata, tetapi dengan hati yang luas dan penuh rahmat.

Kisah ini mengajarkan bahwa cara terbaik menghadapi fitnah bukanlah dengan membalas dendam, melainkan dengan bijaksana dan penuh hikmah. Rasulullah SAW menunjukkan bahwa akhlak yang tinggi mampu memotong “lidah” tukang fitnah, tanpa harus menyakiti secara fisik.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement