Khazanah
Beranda » Berita » Tangisan Yang Terlupakan

Tangisan Yang Terlupakan

Tangisan Yang Terlupakan

TANGISAN YANG TERLUPAKAN.

 

Ibnul Jauzi rahimahullah berkata: “Wahai orang yang banyak dosa namun sedikit menangis, menangislah atas ketidakmampuanmu untuk menangis!

Dahulu mereka (para sahabat) menangis padahal mereka bertakwa, sedangkan engkau tertawa padahal penuh dosa.” Kitab Al-Khawatim, hal. 254

Tangisan karena takut kepada Allah adalah tanda hidupnya hati. Seorang hamba menyadari kelemahannya di hadapan Sang Maha Kuasa, dan pengakuan ini justru menunjukkan kekuatan imannya.

Hidup Lambat (Slow Living) ala Rasulullah: Menemukan Ketenangan di Kitab Nawawi

Para sahabat Nabi ﷺ yang penuh takwa pun sering menangis dalam ibadah

karena takut amal mereka tidak diterima. Sementara kita, seringkali masih mampu tertawa meski dosa menggunung dan kelalaian terus menjerat.

Betapa mulia air mata yang jatuh di malam sunyi, menjadi saksi kerendahan diri di hadapan Allah. Rasulullah ﷺ bersabda:

“Dua mata yang tidak akan disentuh oleh api neraka: mata yang menangis karena takut kepada Allah, dan mata yang berjaga di jalan Allah.” (HR. At-Tirmidzi)

Maka, jangan biarkan hati mengeras hingga sulit menangis. Jika kita tidak mampu menangis, setidaknya paksakan diri untuk merenung, agar Allah melembutkan hati dan menumbuhkan rasa takut serta cinta kepada-Nya.

 

Riyadus Shalihin dan Fenomena FOMO: Mengapa Kita Takut Tertinggal?

 

 


﷽ Kopi Tanpa Gula: Pahit yang Menjadi Nikmat.

Ada sesuatu yang unik ketika kita berbicara tentang kopi tanpa gula. Banyak orang mengernyitkan dahi saat mendengar kata “kopi pahit”. Sebagian beranggapan bahwa kopi akan lebih nikmat bila ditambahkan gula, susu, atau campuran lain yang menutupi rasa aslinya. Namun, bagi sebagian yang lain, justru di balik rasa pahit itulah tersimpan kenikmatan yang sejati.

Kopi tanpa gula bukan hanya sekadar minuman. Ia adalah simbol kejujuran rasa, keaslian kehidupan, dan keteguhan hati dalam menerima apa adanya. Pahitnya kopi tanpa gula mengajarkan kita bahwa tidak semua hal dalam hidup perlu ditutupi dengan manis-manis buatan. Kadang, kita perlu merasakan pahitnya kenyataan agar bisa benar-benar menghargai manisnya karunia Allah.

Urgensi Riyadhus Shalihin sebagai Pondasi Utama Pendidikan Karakter Bangsa

Keaslian Rasa
Kopi yang disajikan tanpa gula memperlihatkan karakter asli bijinya. Setiap tegukan membawa kita pada perjalanan panjang: dari kebun kopi di pegunungan, proses sangrai, hingga akhirnya hadir di dalam cangkir. Tidak ada yang disembunyikan, tidak ada yang ditutupi. Begitu pula hidup—kejujuran adalah rasa paling murni yang harus dijaga.

Kesabaran dalam Kepahitan

Menyeruput kopi pahit melatih lidah untuk bersabar. Sama halnya dengan kehidupan, tidak semua yang kita alami terasa manis. Ada ujian, ada musibah, ada luka. Namun, dengan kesabaran, kita bisa menemukan makna di balik kepahitan itu. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sungguh menakjubkan perkara seorang mukmin. Sesungguhnya semua urusannya adalah kebaikan. Jika ia mendapatkan kesenangan, ia bersyukur, dan itu baik baginya. Jika ia ditimpa kesulitan, ia bersabar, dan itu baik baginya.” (HR. Muslim).

Kesederhanaan yang Menenangkan
Kopi tanpa gula adalah lambang kesederhanaan. Tak perlu tambahan apa pun untuk membuatnya berharga. Dalam kesederhanaan itulah justru kita menemukan ketenangan. Begitu pula hidup—kesederhanaan adalah kunci untuk hati yang damai.

Renungan di Balik Secangkir Kopi Pahit
Saat sore menjelang, duduk bersama sahabat sambil menikmati kopi tanpa gula, ada ketenangan yang lahir. Obrolan sederhana, canda kecil, atau bahkan hanya diam merenung, semuanya menjadi bermakna. Kopi pahit mengingatkan bahwa hidup tidak selalu butuh banyak “bumbu” untuk terasa indah.

Akhirnya, kopi tanpa gula mengajarkan kita satu hal penting: nikmati hidup apa adanya, jangan selalu bergantung pada manis buatan. Karena pada hakikatnya, kepahitan yang diterima dengan sabar akan berubah menjadi kenikmatan yang dalam.

Maka, mari sesekali teguk kopi tanpa gula. Rasakan pahitnya, dan biarkan ia menjadi guru kehidupan. Duta Literasi Pena Da’i Nusantara Provinsi Sumatera Barat (Tengku)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement