Opinion
Beranda » Berita » Hikmah dan Pelajaran Hidup dari Hujan

Hikmah dan Pelajaran Hidup dari Hujan

Hikmah hujan
Ilustrasi hujan membasahi bumi. Foto: Meta AI

SURAU.CO. Musim hujan mulai datang, setelah kemarau panjang menemani hari-hari. Berita gagal panen terdengar menjadi ketakutan masyarakat. Banyak petani mengeluh dengan hasil pertanian mereka yang tidak sempurna. Meski tidak selamanya hujan dianggap berkah oleh semua orang. Ada juga yang menganggap hujan sebagai gangguan aktifitas.

Namun, dalam pandangan Islam dan ilmu pengetahuan, hujan merupakan anugerah agung dari Allah SWT yang membawa keberkahan luar biasa bagi seluruh makhluk hidup. Secara ilmiah, hujan adalah bagian dari siklus hidrologi. Air di bumi menguap karena panas matahari, naik ke atmosfer, dan mengalami kondensasi hingga akhirnya jatuh kembali ke bumi sebagai hujan. Proses ini terus berlangsung tanpa henti dan menunjukkan kesempurnaan ciptaan Allah dalam mengatur kehidupan.

Hujan bukan sekadar fenomena alam, melainkan bagian dari nikmat Allah yang membawa manfaat nyata. Dengan hujan, tanah menjadi subur, tanaman tumbuh, dan manusia mendapatkan makanan serta sumber kehidupan. Terdapat banyak harapan dari setiap rintiknya untuk kehidupan.

Keberkahan Hujan

Hujan disebutkan sebanyak 55 kali dalam Al-Qur’an, yang menandakan betapa pentingnya hujan dalam kehidupan. Dalam Surat An-Nahl ayat 10, Allah menyampaikan: “Dialah yang telah menurunkan air (hujan) dari langit untuk kamu. Sebagiannya menjadi minuman dan sebagiannya (menyuburkan) tumbuhan yang dengannya kamu menggembalakan ternakmu.”

Ayat ini menjelaskan dua manfaat utama hujan: sebagai sumber air minum dan penyubur tanaman, yang pada akhirnya menunjang ekosistem pertanian dan peternakan. Tanpa hujan, kehidupan akan terganggu, dan ketahanan pangan menjadi terancam.

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Nabi Muhammad SAW juga mengajarkan agar umat Islam menyambut hujan dengan doa, bukan dengan keluhan. Dalam hadis sahih riwayat Bukhari menyebutkan bahwa ketika hujan turun, Rasulullah SAW berdoa: “Allahumma shoyyiban nafi’an” (Ya Allah, turunkanlah pada kami hujan yang bermanfaat). (HR. Bukhari no. 1032)

Doa ini menunjukkan bahwa harapan seorang muslim adalah agar hujan membawa manfaat, bukan bencana.

Ujian dan Pelajaran dari Hujan

Meskipun hujan adalah rahmat, pada kondisi tertentu, ia bisa berubah menjadi ujian. Banjir, tanah longsor, dan hujan asam adalah dampak negatif yang bisa muncul akibat kesalahan manusia dalam mengelola lingkungan.

Allah berfirman dalam Surat Az-Zukhruf ayat 11: “Yang menurunkan air dari langit dengan suatu ukuran, lalu dengan air itu Kami menghidupkan negeri yang mati (tandus). Seperti itulah kamu akan dikeluarkan (dari kubur).”

Allah menurunkan air dengan ukuran yang tepat. Jika terjadi ketidakseimbangan di alam, itu lebih banyak karena ulah manusia, bukan kesalahan dalam sistem alam ciptaan Allah. Sebagai muslim hendaknya selalu bersyukur atas turunnya hujan dan mengingat kematian sebagai suatu kepastian.

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Misalnya, hujan asam terjadi akibat polusi udara yang mengandung nitrogen oksida (NOx) dan sulfur dioksida (SO2), terutama dari emisi kendaraan dan industri. Ketika zat ini larut dalam air hujan, pH-nya menjadi asam dan dapat merusak tanah, tumbuhan, bahkan bangunan.

Selain itu, banjir sering terjadi akibat hilangnya daya serap tanah karena penggundulan hutan (illegal logging) atau buruknya sistem drainase. Begitu pula tanah longsor terjadi karena lereng-lereng bukit tidak dijaga dengan baik sehingga tidak kuat menahan tekanan air hujan.

Hujan menjadi sarana introspeksi bagi mereka yang beriman. Dalam Surat Al-Anbiya’ ayat 28 disebutkan: “Dialah yang menurunkan hujan setelah mereka berputus asa dan Dia pula yang menyebarkan rahmat-Nya. Dialah Maha Pelindung lagi Maha Terpuji.”

Ketika manusia dilanda kekeringan, merasa putus asa, lalu Allah menurunkan hujan, itu menjadi pertanda kasih sayang dan pengabulan doa-Nya. Tentunya hujan akan memberikan keberkahan dan kebermanfaatan pada manusia jika dibarengi dengan doa dan usaha.

Hujan menjadi ujian ataupun pelajaran bagi manusia yang berfikir. Menjadikan hujan berkah atau sebagai sumber bencana tergantung cara kita melihat dan menyikapinya. Dari hujan, kita belajar bersyukur. Dan dari hujan juga kita belajar menjaga keseimbangan alam, agar tidak membawa bencana.

Mengubah Insecure Menjadi Bersyukur: Panduan Terapi Jiwa Ala Imam Nawawi

Pengetahuan dan Tanggung Jawab terhadap Alam

Sebagai khalifah di bumi, manusia memiliki tanggung jawab untuk menjaga alam. Allah memerintahkan manusia untuk tidak merusak bumi setelah Allah ciptakan dengan penuh keteraturan. Allah berfirman dalam surat Al-‘A`rāf ayat 56 menyebutkan, “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.”

Menjaga lingkungan sama halnya dengan menjaga keberkahan hujan. Ketika kita menanam pohon, mengurangi emisi, dan membuang sampah pada tempatnya, kita sedang berusaha memastikan bahwa air hujan yang turun tidak membawa bencana, tetapi benar-benar menjadi rahmat. Menjaga keseimbangan lingkungan menjadi tanggung jawab manusia terhadap alam semesta.

Dalam salah satu sabdanya, Rasulullah SAW menyampaikan bahwa curah hujan setiap tahun berlangsung dalam kadar yang tetap. Beliau bersabda, “Tidak ada tahun yang lebih sedikit curah hujannya daripada tahun yang lain,” (HR. Baihaqi dalam Sunan Al-Kubra).

Hadis ini menegaskan bahwa jumlah air yang Allah turunkan ke bumi dalam bentuk hujan berlangsung secara konsisten dari tahun ke tahun. Maka, jika sistem ekologis bumi tetap seimbang dan tidak mengalami kerusakan, seharusnya bencana seperti banjir atau kekeringan tidak akan terjadi.

Meski para ulama hadis seperti Al-Azizi menilai riwayat ini tergolong lemah (dha’if), namun ahli geologi sekaligus cendekiawan Muslim, Dr. Zaghlul An-Najjar, melihat makna ilmiah yang mendalam dalam sabda tersebut. Kemudian, pengetahuan ilmiah ini baru terbukti oleh penelitian modern berabad-abad kemudian, bahwa total volume air di bumi tidak pernah berubah.

Penelitian ilmiah kontemporer akhirnya membuktikan kebenaran makna tersebut. Ilmuwan menyimpulkan bahwa siklus hidrologi menjaga keseimbangan: jumlah air yang menguap ke atmosfer sebanding dengan jumlah air yang kembali ke bumi dalam bentuk hujan. Meskipun hadisnya dha’if, namun kandungannya tetap menginspirasi berbagai studi ilmiah dan memperkuat keyakinan bahwa Islam tidak pernah bertentangan dengan sains, bahkan mendahuluinya dalam banyak aspek.

Waktu Mustajab untuk Berdoa

Rasulullah SAW mengajarkan bahwa turunnya hujan adalah salah satu waktu paling mustajab untuk berdoa. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Al-Hakim dan Al-Baihaqi disebutkan: “Dua doa yang tidak akan ditolak: [1] doa saat adzan, dan [2] doa saat turunnya hujan.” (HR. Al-Hakim no. 3078)

Dalam hadist lain, Rasulullah SAW bersabda: “Carilah waktu terkabulnya doa pada tiga keadaan: (1) ketika bertemunya dua pasukan, (2) ketika hendak mendirikan shalat, dan (3) saat hujan turun.” (HR. Bukhari)

Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni juga menyebutkan bahwa saat hujan turun adalah waktu yang sangat dianjurkan untuk memanjatkan doa. Saat hujan turun adalah waktu turunnya rahmat dan berkah dari langit sedang berlangsung. Oleh karena itu, ketika hujan turun, hendaknya seorang muslim tidak hanya berdoa agar hujan membawa manfaat, tapi juga mengangkat segala hajat dan keperluan hidupnya kepada Allah.

Bagi seorang muslim, berdoa merupakan simbol penghambaan dan rasa butuh manusia kepada sang pencipta. Tiada daya dan upaya yang dapat dilakukan manusia, kecuali dengan ridha Allah SWT. Hanya orang-orang sombong yang tidak mau mengangkat tangannya untuk berdoa.

Selain doa memohon keberkahan dari hujan, Rasulullah juga mengajarkan doa ketika hujan semakin lebat dan khawatir berbahaya. Rasulullah SAW bersabda, “Allahumma haawalaina wa laa ’alaina. Allahumma ’alal aakami wal jibaali, wazh zhiroobi, wa buthunil awdiyati, wa manaabitisy syajari [Ya Allah, turunkanlah hujan di sekitar kami, bukan untuk merusak kami. Ya Allah, turukanlah hujan ke dataran tinggi, gunung-gunung, bukit-bukit, perut lembah dan tempat tumbuhnya pepohonan].” (HR. Bukhari no. 1014)

Rasulullah SAW mengajarkan untuk tetap bersyukur dan mengakui bahwa semua karunia datang dari Allah dengan memanjatkan doa setelah hujan reda. Sekaligus sebagai penegasan tauhid bahwa segala sesuatu di bumi terjadi atas izin Allah.

Doa setelah hujan reda dalam sabda Rasulullah, “Muthirna bifadhlillahi wa rahmatihi” (Kita diberi hujan karena karunia dan rahmat Allah). (HR. Bukhari no. 846 dan Muslim no. 71)

Pengingat Kasih Sayang Allah SWT.

Hujan adalah bagian dari sistem keseimbangan bumi yang Allah SWT ciptakan dengan sempurna. Ia membawa air, kehidupan, rahmat, dan keberkahan. Namun, manusia harus bersikap bijak dan bertanggung jawab dalam menerima hujan sebagai berkah.

Kita harus bertanggung jawab menjaga lingkungan agar hujan tak berubah menjadi bencana. Berdoa saat hujan turun dan setelahnya, memohon keberkahan dan keselamatan. Dengan memadukan ilmu pengetahuan dan keimanan, kita akan lebih mampu memaknai hujan sebagai rahmat dan menjadikannya sebagai pengingat akan kebesaran dan kasih sayang Allah SWT.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement