Khazanah
Beranda » Berita » Ampyang Maulid : Semarak Tradisi Peringatan Kelahiran Nabi di Kudus

Ampyang Maulid : Semarak Tradisi Peringatan Kelahiran Nabi di Kudus

Suasana Ampyang Maulid Kudus dalam merayakan Kelahiran Nabi Muhammad SAW ( Foto : kanaldesa.com)

SURAU.CO – Masyarakat Loram Kulon, Kudus, memiliki tradisi istimewa. Mereka rutin merayakan Ampyang Maulid. Ini adalah peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Tradisi ini lestari hingga kini setiap 12 Rabiul Awal. Awalnya peserta dari musholla dan dukuh setempat. Kini, tradisi berkembang pesat. Madrasah, organisasi, dan lembaga luar desa ikut berpartisipasi.

Asal-usul dan Makna Ampyang Maulid

Nama Ampyang Maulid berasal dari dua kata. “Ampyang” merujuk pada sejenis kerupuk. Kerupuk ini terbuat dari tepung. Bentuknya bulat dan berwarna-warni. “Maulid” berasal dari bahasa Arab “Walada”. Bentuk masdarnya “Maulidan”. Artinya adalah kelahiran.

Jadi, Ampyang Maulid adalah hidangan khusus perayaan  yang tertata unik untuk memperingati hari lahir Nabi Muhammad SAW.  Perayaan ini berpusat di Masjid Wali Loram Kulon. Perayaan ini bertujuan mulia sebagai dakwah Islamiyah.

Perjalanan Tradisi Melintasi Zaman

Tradisi Ampyang Loram Kulon sangat khas. Keunikannya ada sejak zaman Tjie Wie Gwan. Namun, sempat terhenti di masa penjajahan Belanda. Penjajahan Jepang (1941-1945) juga menghentikannya. Situasi politik saat itu tidak kondusif. Krisis panjang melanda negeri. Menjelang G 30 S PKI, tradisi ini berhenti. Situasi politik kembali menjadi penyebab. Pada tahun 1995 M, masyarakat kembali menghidupkan Ampyang sebagai syiar agama Islam.

Kemeriahan Acara: Miniatur Masjid dan Bunga Jambul

Pada perayaan Ampyang Maulid ini masyarakat Desa Loram Kulon menghias kerupuk. Mereka menjadikan kerupuk sebagai  hiasan yang di letakkan di tempat makanan persegi empat yang terbuat bahannya dari bambu dan kayu. Bentuknya menyerupai tempat ibadah. Ada miniatur Masjid, Musholla, dan rumah adat. Pojok-pojoknya berhias unik. Bunga “Jambul” namanya. Ini bambu serut melingkar-lingkar. Berbagai warna mempercantiknya.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Kemudian mengemas perayaan kirab sebagai Festival.  Pada tahun lalu 2024 Festival Ampyang Maulid di Loram Kulon berlangsung sangat meriah. Lokasinya di Kecamatan Jati, Kudus. Kirab Ampyang Maulid digelar pada 12 Rabiul Awal. Kirab dimulai dari Lapangan Kongsi Loram Wetan. Finish-nya di halaman Masjid Jami At Taqwa Loram Kulon.

Ciri Khas: Nasi Kepel Daun Jati dan Kerupuk Ampyang

Ciri khas kirab Ampyang Maulid terlihat jelas. Tradisi berebut nasi kepel daun jati ada di sana. Kerupuk warna-warni juga ikut diperebutkan. Nasi kepel terbungkus daun jati. Masing-masing warga menyiapkannya. Lauknya botok tahu dicampur daging kerbau, daging ayam atau bandeng. Setiap warga membuat lima atau tujuh nasi kepel. Dibungkus terpisah dengan lauknya. Kemudian terkumpul membentuk gunungan besar. Setelah didoakan, diperebutkan di Masjid Jami At Taqwa.

Mengutip  dari tribunnews.com, Muhammad Ajwad Jauhari dari panitia menjelaskan bahwa  Kirab Ampyang Maulid tradisi turun-temurun. Populer sekitar era 1990-an. Seiring waktu, acara makin meriah. Masyarakat Desa Loram Wetan ikut bergabung. Mereka meramaikan festival.

Perayaan pada tahun 2024,  3.000 hingga 5.000 nasi kepel tersedia. Lengkap dengan lauk dan ampyang. Ini terkumpul jadi gunungan besar. Lima gunungan nasi kepel disumbangkan peserta. Gunungan didoakan di Masjid at Taqwa. Ini setelah kirab selesai. Ribuan masyarakat memperebutkan nasi kepel. Mereka mengharap berkah Allah SWT. Selamatan nasi kepal membawa berkah. “Nasi kepal dan ampyang ini sajian wajib,” kata Ajwad. Ini untuk peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW setiap 12 Rabiul Awal.

Muhammad Ajwad menjelaskan bancaan ini. Nasi kepel dan ampyang tradisi lestari. Sejak zaman dakwah Sultan Hadlirin sudah ada. Masyarakat melestarikannya sebagai selamatan. Untuk hajat keluarga atau desa.

Tips Bisnis Berkah: Cara Efektif Menghindari Syubhat dalam Transaksi Modern

Setiap keluarga menyiapkan nasi kepel. Jumlahnya ganjil, lima atau tujuh bungkus. Angka lima representasi Rukun Islam. Angka tujuh bermakna pituduh, pitutur, dan pitulung. “Total nasi kepel sekitar 10.000 bungkus.” Ini dari panitia dan masyarakat umum.

Keterlibatan Banyak Pihak

Ketua Panitia, Abdul Rouf,dikutip dari  tribunnews.com menambahkan. Kurang lebih 38 kontingen terlibat. Tujuh kontingen dari lembaga pendidikan. Tiga puluh satu dari musala, masjid, dan UMKM. Setiap kontingen membawa gunungan. Ada gunungan nasi kepel ampyang, gunungan hasil bumi, sayur-sayuran hingga buah-buahan. Abdul Rouf menegaskan, festival ini sudah lama. Masyarakat Loram Kulon melestarikannya sehingga tradisi ini  masih terjaga baik. Festival ini melibatkan warga Loram Wetan dan sekitar.

Masyarakat paling menunggu momen berebut nasi kepel pada puncak festival. Tepat di akhir kirab budaya. “Dahulu ampyang kerupuk warna-warni.” Kata Abdul Rouf. “Nasi kepel dibungkus daun jati. Sekarang lebih sederhana.” Ampyang berarti gunungan berisi nasi kepel. Lengkap dengan lauk dan kerupuk. Ini selamatan untuk masyarakat.

Mengangkat Potensi Desa Wisata Loram Kulon

Mengutip dari  tribunnews.com Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kudus, Mutrikah,  menjelaskan bahwa pengemasan Kirab Ampyang Maulid menjadi lebih meriah sejak 2010. Tujuannya untuk  mengangkat potensi lokal. Kini Loram Kulon mendapatkan julukan Jepangnya Jawa Tengah. Desa ini punya beragam potensi mulai dari kerajinan tas dan bordir, hingga kuliner. Selain itu olahan bandeng menjadi andalan.

Masyarakat Loram Kulon punya jiwa entrepreneur tinggi. Ini layak dikenalkan dan dipromosikan. Salah satunya lewat festival budaya. “Kearifan lokal di Desa Wisata Loram Kulon luar biasa,” kata Mutrikah. “Sejak 2010, kami kemas perayaan Maulid Nabi. Bentuknya kirab budaya.” Potensi lokal Loram Kulon terangkat.

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

Disbudpar menyayangkan jika potensi ini tak berkembang. Mereka menggandeng dinas terkait. Dinas Perdagangan dan Pertanian ikut membantu untuk mengembangkan kerajinan dan pertanian masyarakat agar masuk pasar global. Pihaknya berkomitmen mengembangkan desa wisata, termasuk Loram Kulon dan desa lain. “Kami akan terus terlibat” untuk pengembangan potensi lokal Kudus.

Ampyang Maulid Loram Kulon adalah contoh nyata. Warisan budaya tetap hidup. (dari beberapa sumber)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement