SURAU.CO-Banyak orang mengejar ilmu dan jabatan, namun mengabaikan adab sebagai fondasi kehidupan. Di tengah kegersangan akhlak ini, kitab Akhlaq lil Banin karya al-Ustadz Umar bin Ahmad Baraja hadir sebagai oase pendidikan jiwa. Baraja menulis kitab ini dengan tujuan agar anak-anak laki-laki belajar adab sejak kecil dan membawanya hingga dewasa.
Sebagai ulama kelahiran Hadramaut, Umar bin Ahmad Baraja mengabdikan hidupnya untuk mendidik generasi Muslim yang berakhlak mulia. Kitab ini bukan hanya terkenal di pesantren tradisional, tetapi juga digunakan di madrasah dan sekolah Islam modern. Melalui pendekatan lembut namun mendalam, Baraja mengajak setiap pembaca untuk tidak sekadar tahu, tetapi menjadi menjadi manusia yang santun, jujur, dan bermanfaat.
1. Akhlak, Karunia yang Melebihi Harta dan Ilmu
Baraja membuka Juz 3 dengan sapaan yang menyentuh:
“Wahai anak yang tercinta…”
Sapaan ini tidak hanya menyiratkan kasih sayang, tetapi juga menandai bahwa pendidikan akhlak berakar dari cinta, bukan ancaman. Ia menegaskan bahwa manusia berbeda dari hewan karena memiliki akal, agama, lisan, dan akhlak. Semua kelebihan itu justru akan mencelakakan jika tidak disertai akhlak.
“Tidaklah Allah memberi manusia suatu karunia yang lebih baik daripada akal dan adabnya.” — Imam asy-Syafi’i
Akal dan adab berfungsi sebagai dua pilar yang menopang kehidupan. Ketika salah satunya roboh, manusia kehilangan arah. Seseorang bisa kaya, cerdas, bahkan populer, tetapi tanpa akhlak, hidupnya akan menyakiti banyak orang termasuk dirinya sendiri.
2. Nabi dan Islam, Agama yang Berdiri di Atas Akhlak
Baraja lalu mengingatkan pembaca tentang tujuan diutusnya Rasulullah ﷺ:
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia.”
Bahkan Allah memuji beliau secara langsung:
﴿وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍ﴾ – “Sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berada di atas budi pekerti yang agung.” (QS. Al-Qalam: 4)
Akhlak tidak berdiri sebagai pelengkap. Ia menjadi isi dari agama itu sendiri. Nabi bahkan menggambarkan akhlak seperti wadah bagi ajaran Islam. Tanpa akhlak, ibadah menjadi kering, bahkan bisa berbalik merusak.
Baraja mencatat banyak hadis yang menegaskan pentingnya akhlak:
- “Tidak masuk surga orang yang berakhlak buruk.”
- “Akhlak baik mencairkan dosa seperti air mencairkan salju.”
- “Akhlak buruk merusak amal sebagaimana cuka merusak madu.”
Dengan kata lain, akhlak menjadi penentu keselamatan akhirat. Seseorang yang rajin beribadah namun menyakiti orang lain, tidak akan selamat. Islam tidak hanya mengajarkan cara menyembah Tuhan, tetapi juga bagaimana memperlakukan sesama manusia dengan baik.
3. Akhlak yang Membahagiakan Orang Tua dan Menjaga Bangsa
Banyak orang tua merasa bangga saat anaknya mahir berbagai bahasa dan mendapat ranking tinggi. Namun Baraja mengingatkan: semua itu sia-sia bila tidak disertai akhlak yang baik.
“Apakah yang membuat hati orang tua bahagia? Bukan semata prestasi dan kepandaian, melainkan saat mereka melihat anak-anaknya taat, mengenal Tuhannya, menghormati orang tua, dan menunaikan kewajiban dengan sungguh-sungguh.”
Penyair Syauqi berkata:
“Bangsa-bangsa tetap hidup selama mereka mempunyai akhlak. Jika akhlak mereka lenyap, maka mereka pun binasa.”
Akhlak menjadi pilar peradaban. Ketika masyarakat kehilangan sopan santun, ketika pemimpin tidak lagi jujur, dan ketika anak-anak tak lagi hormat pada orang tua—saat itulah bangsa mengalami kemunduran.
Baraja juga menyampaikan bahwa akhlak harus dilatih sejak kecil. Ia mengutip pepatah:
“Barangsiapa mempunyai watak tertentu di masa mudanya, maka ia akan menua dengan watak itu.”
“Nafsu itu seperti bayi. Jika dibiarkan menyusu, ia akan terus menyusu. Jika disapih, ia pun akan berhenti.”
Anak-anak perlu diarahkan agar terbiasa berbuat baik, berkata benar, dan menghormati sesama. Dengan latihan terus-menerus, akhlak akan tumbuh menjadi tabiat. Ketika seseorang memiliki tabiat baik, maka ia akan membawa manfaat ke mana pun ia pergi.
Akhlak adalah Jalan Keselamatan
Kitab Akhlaq lil Banin Juz 3 bukan sekadar bacaan sekolah. Ia adalah panduan hidup. Jika manusia ingin selamat dari fitnah zaman, jika umat ingin keluar dari krisis moral, maka jawabannya bukan hanya pada teknologi atau ekonomi—tetapi pada akhlak.
Sahabat pembaca, mari jadikan akhlak sebagai prioritas dalam mendidik diri dan generasi penerus. Pendidikan akhlak bukan tugas sekolah saja. Ia adalah tugas kita semua orang tua, guru, tetangga, dan sahabat.
Ya Allah, jadikan kami hamba-Mu yang berakhlak, sebagaimana Engkau memuliakan Rasul-Mu dengan akhlak agung. Ampuni kami jika telah lalai dalam mendidik, dan tuntun kami agar mampu menjadi teladan bagi anak-anak kami.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
