Opinion
Beranda » Berita » Keadilan Itu Mahal, Tapi Ketidakadilan Lebih Mahal Ongkosnya

Keadilan Itu Mahal, Tapi Ketidakadilan Lebih Mahal Ongkosnya

Hakim sederhana dengan timbangan adil, singgasana raja retak di latar belakang.
Gambar filosofis tentang kekuatan keadilan yang sederhana namun mengalahkan singgasana besar yang rapuh.

Ketika Neraca Hidup Tidak Lagi Seimbang

Keadilan itu mahal. Tetapi sejarah mengajarkan, ketidakadilan jauh lebih mahal ongkosnya. Negeri yang membiarkan ketidakadilan akan membayar dengan runtuhnya kepercayaan, hancurnya peradaban, dan hilangnya doa-doa rakyat yang semestinya menjadi berkah.

Imam al-Ghazali dalam Nasihatul Muluk membuka jalan pikiran ini. Beliau mengingatkan bahwa keadilan bukan sekadar hukum di atas kertas, melainkan napas kehidupan sebuah masyarakat.

اَلْمُلْكُ يَبْقَى مَعَ الْكُفْرِ وَلَا يَبْقَى مَعَ الظُّلْمِ
“Kekuasaan bisa bertahan bersama kekafiran, tetapi tidak akan bertahan bersama kezaliman.”

Rasa Perih di Meja Makan Rakyat

Saya pernah duduk makan di warung sederhana. Seorang ibu yang bekerja sebagai buruh cuci bercerita lirih, “Mas, beras naik lagi. Tapi upah tetap segini. Kadang saya mikir, ini salah siapa?”

Keadilan yang hilang sering hadir dalam bentuk sederhana: harga yang mencekik, birokrasi yang rumit, atau fasilitas umum yang bolong di mana-mana. Dari meja makan rakyat kecil itulah kita tahu, betapa mahalnya ongkos ketidakadilan.

Bahaya Sinkretisme dan Pluralisme Agama

Benteng Negeri Bukan Tembok, Melainkan Keadilan

Banyak penguasa tergoda membangun monumen, gedung tinggi, atau proyek mercusuar. Padahal benteng sejati negeri adalah keadilan yang merata.

Allah berfirman:

إِنَّ ٱللَّهَ يَأْمُرُ بِٱلْعَدْلِ وَٱلْإِحْسَٰنِ (النحل: ٩٠)
“Sesungguhnya Allah memerintahkan (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan.”

Ayat ini dibacakan tiap khutbah Jumat, namun seringkali hanya menjadi gema, belum jadi laku. Padahal, di situlah inti bertahan atau runtuhnya sebuah bangsa.

Ketika Penguasa Lupa Menimbang

Imam al-Ghazali menulis peringatan keras:

Jeritan Korban Malapetaka Banjir Aceh

إِذَا عَدَلَ السُّلْطَانُ دَامَتِ الدُّوَلُ، وَإِذَا ظَلَمَ قَصُرَتِ الْأَيَّامُ
“Jika penguasa berlaku adil, maka negara akan bertahan lama. Jika ia zalim, maka umur kekuasaan akan pendek.”

Betapa banyak raja besar, dari Firaun hingga penguasa modern, tumbang bukan karena miskin tentara, tetapi karena miskin keadilan.

Dialog yang Membuka Luka

·       “Kenapa negeri kaya, tapi rakyatnya miskin, Pak?”

·       “Karena kekayaan itu numpuk di tangan sedikit orang, Nak. Neraca negeri ini sudah miring.”

Points Rektor UGM dan Kisah Politik Ijazah Jokowi

Dialog sederhana itu sering kita dengar di angkringan, di terminal, atau di ruang tamu keluarga. Keadilan yang miring selalu meninggalkan luka yang lama.

Renungan Singkat di Tengah Hiruk Pikuk

Keadilan itu investasi jangka panjang; ketidakadilan adalah utang berbunga tinggi.
Doa orang yang terzalimi menembus langit lebih cepat daripada laporan birokrasi.
Negara bisa bertahan tanpa kemegahan, tapi tidak akan bertahan tanpa keadilan.

Ongkos Sosial dari Ketidakadilan

Riset Transparency International (2023) menunjukkan, negara dengan tingkat korupsi tinggi selalu punya angka kemiskinan dan kriminalitas yang lebih besar. Artinya, ketidakadilan bukan hanya soal moral, tapi juga punya ongkos ekonomi dan sosial yang mahal.

Imam al-Ghazali menulis:

اَلظُّلْمُ أَسَاسُ دَمَارِ الْعَالَمِ
“Kezaliman adalah fondasi kehancuran dunia.”

Negeri yang menolak adil akan menguras uang rakyat untuk mengatasi masalah yang seharusnya tak perlu ada: konflik sosial, keamanan yang rapuh, dan hilangnya kepercayaan.

Langkah Praktis Menjaga Keseimbangan

1.     Mulai dari diri: berlaku adil dalam keluarga, dalam bisnis, dalam pekerjaan kecil.

2.     Transparansi: biasakan keterbukaan, sekecil apa pun urusan.

3.     Berani bersuara: lawan ketidakadilan dengan cara damai, jangan diam.

4.     Perhatikan yang lemah: keadilan diuji bukan pada yang kuat, tapi pada yang rentan.

5.     Doakan pemimpin: doa adalah energi spiritual yang bisa membalik keadaan.

Suara Sunyi yang Menggedor Langit

Nabi ﷺ bersabda:

اِتَّقُوا دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ فَإِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَهَا وَبَيْنَ اللَّهِ حِجَابٌ
“Takutlah terhadap doa orang yang terzalimi, karena tidak ada penghalang antara doa itu dengan Allah.” (HR. Bukhari Muslim)

Doa orang kecil yang terlupakan bisa jadi lebih berbahaya bagi penguasa daripada pasukan bersenjata.

Doa Penutup

Ya Allah, jangan biarkan kami menjadi bagian dari ketidakadilan. Jadikanlah pemimpin kami penimbang yang adil. Jangan biarkan ongkos kezaliman menghancurkan negeri kami.

Apakah kita siap menanggung ongkos keadilan yang mahal, atau rela membayar ongkos ketidakadilan yang lebih mahal lagi?

 

* Reza Andik Setiawan


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement