Khazanah Opinion
Beranda » Berita » Cinta Dunia Itu Racun, Tapi Kita Menelannya dengan Bangga

Cinta Dunia Itu Racun, Tapi Kita Menelannya dengan Bangga

Seorang manusia meneguk racun dunia dari cangkir emas dengan bangga.
Ilustrasi filosofis cinta dunia, racun yang tampak manis tapi menghancurkan jiwa.

Racun yang manis di ujung lidah

Cinta dunia itu racun, tapi kita menelannya dengan bangga. Begitulah Imam al-Ghazali dalam Kimiyaus Sa’adah menegur hati manusia yang begitu mudah terpikat oleh kilau sementara. Racun ini tidak membunuh tubuh, tapi pelan-pelan melumpuhkan jiwa. Kita tahu, tapi kita tetap minum. Kita sadar, tapi kita bangga memamerkannya.

Bukankah banyak orang yang merasa hebat karena rumahnya besar, mobilnya berderet, atau followers-nya jutaan? Padahal semua itu hanyalah bayangan yang sebentar lagi lenyap.

Di balik senyum papan iklan

Saya pernah melihat seorang kawan yang hidupnya nyaris habis dikejar cicilan. Setiap bulan gajinya lari ke bank. Ia tersenyum di media sosial, menampilkan rumah baru, gadget terbaru. Tapi suatu malam ia berkata lirih,

“Kadang aku iri sama penjual nasi goreng. Hidupnya sederhana, tapi tidurnya nyenyak.”

Cinta dunia seringkali seperti papan iklan di jalan raya: gemerlap, penuh warna, tapi di baliknya hanya besi tua yang berkarat.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Firman yang menyingkap wajah dunia

Allah ﷻ berfirman:

اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ ۖ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا
“Ketahuilah, sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan senda gurau, perhiasan dan saling berbangga di antara kalian serta berlomba dalam harta dan anak. Seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani, kemudian layu, lalu kamu lihat warnanya kuning, kemudian menjadi hancur berantakan.” (QS. Al-Hadid: 20)

Ayat ini bukan melarang kita mencintai kehidupan, tetapi mengingatkan agar dunia tidak menjadi racun yang menumpulkan hati.

 

Ketika cinta berubah jadi jerat

Fenomena sosial kita jelas: ada orang bekerja sampai lupa keluarga, demi menambah nol di rekening. Ada yang nekat korupsi karena tak pernah kenyang. Ada pula yang rela menjual prinsip demi popularitas.

Tips Bisnis Berkah: Cara Efektif Menghindari Syubhat dalam Transaksi Modern

Riset Frontiers in Psychology (2019) menemukan bahwa orang dengan orientasi hidup materialistik memiliki tingkat kecemasan dan depresi lebih tinggi dibanding mereka yang lebih sederhana. Dunia yang terlalu dicintai ternyata tidak memberi ketenangan, malah menghadirkan racun mental.

Dialog hati di persimpangan

Hati: “Aku ingin tenang bersama Allah.”
Nafsu: “Tapi lihatlah, mobil baru tetanggamu berkilau.”
Hati: “Tapi setelah mati, mobil itu ikut masuk liang lahatkah?”
Nafsu: “Tidak… tapi tetap saja aku ingin.”

Racun dunia selalu merayu, bahkan di sela doa kita.

Sabda yang mengingatkan arah

Rasulullah ﷺ bersabda:
حُبُّ الدُّنْيَا رَأْسُ كُلِّ خَطِيئَةٍ
“Cinta dunia adalah pangkal segala kesalahan.” (HR. Baihaqi)

Hadits ini seperti kaca bening. Setiap kesalahan besar seringkali berakar pada kecintaan berlebihan terhadap dunia: uang, jabatan, nama, atau gengsi.

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

Renungan Singkat

Dunia hanyalah alat, bukan tujuan.
Jika kita memeluknya terlalu erat, ia berubah menjadi jerat.

Siasat kecil melawan racun

Imam al-Ghazali mengajarkan, dunia tidak harus ditinggalkan total. Yang berbahaya adalah ketika hati kita terikat padanya. Rumah bisa jadi ladang pahala jika diisi dzikir. Harta bisa jadi jembatan ke surga jika digunakan untuk sedekah. Dunia hanya racun jika kita menelannya mentah-mentah, tanpa filter iman.

 

Langkah Praktis Menjaga Hati dari Cinta Dunia

  1. Latih qana’ah. Syukuri yang ada, jangan biarkan hidup jadi lomba gengsi.
  2. Sisihkan untuk akhirat. Jadikan sebagian harta sebagai sedekah rutin, walau kecil.
  3. Sembunyikan amal. Biarkan ada kebaikan yang hanya Allah yang tahu.
  4. Ziarah kubur. Ingat kematian agar hati tidak mabuk dunia.
  5. Cari kebahagiaan di memberi. Penelitian menunjukkan memberi membuat hati lebih bahagia daripada menerima.

Dunia yang terlalu manis

Saya teringat ucapan seorang guru:

“Dunia ini seperti gula. Sedikit saja cukup, tapi kalau berlebihan, tubuhmu rusak.”

Hari ini banyak orang keracunan gula dunia, tapi malah bangga memamerkannya. Padahal racun itu yang membuat hidup semakin gersang.

Saat kita memilih jalan pulang

Kita boleh bekerja, boleh kaya, boleh punya dunia. Tetapi jangan sampai dunia punya kita. Karena begitu dunia jadi tuan, kita jadi budak.

Hidup yang singkat ini terlalu mahal jika dihabiskan hanya untuk mengejar bayangan. Bukankah lebih baik menjadikan dunia kendaraan menuju Allah, bukan racun yang menenggelamkan?

Doa di ujung renungan

Ya Allah, ajari hati kami agar tidak mabuk dunia. Jadikan kami pemilik dunia, bukan budaknya. Ajari kami meracik racun dunia menjadi obat yang menuntun ke surga.

Maukah kita berhenti menelan racun dengan bangga, lalu mulai mencicipi manisnya ikhlas?

 

*Sugianto al-Jawi

Budayawan Kontenporer Tulungagung


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement