Luka yang tak terlihat oleh sinar rontgen
Hati yang sakit tidak bisa disembuhkan dengan obat apotek. Kalimat ini terdengar seperti paradoks di zaman ketika hampir semua orang percaya bahwa resep dokter adalah jawaban. Padahal ada luka-luka yang tidak ditemukan di laboratorium, tidak tampak di hasil rontgen, tetapi terasa berat dalam napas sehari-hari.
Imam al-Ghazali dalam Kimiyaus Sa’adah menjelaskan bahwa penyakit hati lebih berbahaya daripada penyakit fisik. Sebab tubuh yang lemah mungkin masih bisa berjalan menuju masjid, tetapi hati yang kotor bisa menjauhkan seseorang dari Allah meski tubuhnya sehat.
Cerita dari bangku rumah sakit
Saya pernah menunggu seorang teman di ruang rawat inap. Tubuhnya kurus karena sakit lambung. Saat saya datang, ia justru berkata,
“Tubuhku bisa disuntik, bisa diinfus. Tapi rasa iri di hati ini, siapa yang bisa mengobati?”
Pertanyaan itu membungkam saya. Di rumah sakit penuh aroma obat, tiba-tiba saya sadar: justru penyakit hati yang lebih menggerogoti.
Al-Qur’an menggambarkan dengan jelas:
فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٌ فَزَادَهُمُ اللَّهُ مَرَضًا
“Dalam hati mereka ada penyakit, lalu Allah menambah penyakitnya.” (QS. Al-Baqarah: 10)
Ayat ini berbicara tentang hati batin, yang bisa terlumuri oleh nifaq, iri, dengki, dan riya. Penyakit-penyakit ini akan semakin parah jika kita membiarkannya.
Ketika iri lebih pedih daripada demam
Fenomena sosial hari ini justru memperjelas ayat itu. Betapa banyak orang sehat jasmaninya, tetapi tidak bisa tidur karena iri pada rezeki orang lain. Banyak orang memiliki wajah cerah berseri di Instagram, tetapi algoritma memupuk rasa rendah diri yang menggelapkan batin mereka.
Sebuah riset dari University of Pennsylvania (2018) menunjukkan bahwa penggunaan media sosial berlebihan dapat meningkatkan kecemasan, depresi, dan rasa iri. Para ulama sudah lama mengatakan bahwa hati bisa sakit lebih parah dari tubuh, dan data ilmiah ini seakan mengamini pernyataan mereka.
Dialog kecil di dalam jiwa
Hati: “Aku ingin sembuh. Tapi ke apotek pun tak ada obat untukku.”
Jiwa: “Kalau begitu, kembalilah kepada Sang Dokter Sejati.”
Hati: “Siapa itu?”
Jiwa: “Dialah Allah, yang menurunkan ayat sebagai obat.”
Rasulullah ﷺ bersabda:
أَلَا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ
“Ketahuilah, dalam tubuh ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baiklah seluruh tubuh. Jika ia rusak, maka rusaklah seluruh tubuh. Ketahuilah, itulah hati.” (HR. Bukhari-Muslim)
Hadits ini seperti resep yang lebih manjur daripada racikan apotek mana pun.
Obat yang tidak dijual di rak farmasi
Obat hati adalah dzikir, doa, istighfar, dan muhasabah. Ia tidak berbentuk kapsul, tetapi berupa air mata di malam sunyi. Ia tidak ada brosurnya, tetapi ada dalam Al-Qur’an:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُم مَّوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِّمَا فِي الصُّدُورِ
“Wahai manusia, sungguh telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit dalam dada.” (QS. Yunus: 57)
Allah menegaskan bahwa Al-Qur’an adalah syifa’ (obat), khususnya bagi batin. Bukan berarti kita menolak medis, melainkan sadar bahwa untuk hati ada “farmasi” lain: farmasi ilahiah.
Renungan Singkat
Jangan hanya merawat tubuh, tapi biarkan hati juga minum obat.
Hati yang sakit tak pernah sembuh dengan resep dokter, hanya dengan ikhlas, syukur, dan dzikir.
Langkah Praktis Merawat Hati
- Dzikir harian. Luangkan 5–10 menit untuk mengucap Subhanallah, Alhamdulillah, Allahu Akbar dengan hati sadar.
- Istighfar sebelum tidur. Bukan hanya membersihkan dosa, tapi juga menenangkan batin.
- Kurangi racun sosial. Batasi scroll media sosial yang memupuk iri.
- Sedekah diam-diam. Obat mujarab bagi penyakit cinta dunia.
- Berteman dengan orang saleh. Lingkungan hati akan memengaruhi kesehatan hati.
Hati yang tenang lebih berharga daripada tubuh yang gagah
Dalam sebuah pengajian, seorang bapak berkata,
“Saya lebih takut anak saya kena penyakit sombong daripada kena demam.”
Kalimat itu terasa sederhana, tapi menggetarkan. Sombong, iri, riya—semua itu tidak terdeteksi di laboratorium, tapi bisa mematikan jiwa.
Riset psikologi positif (Fredrickson, 2001) menyebutkan bahwa emosi positif seperti syukur dan cinta bisa memperkuat sistem imun. Sebaliknya, kebencian dan iri bisa melemahkan tubuh. Al-Qur’an mengajarkan bahwa kesehatan batin dan fisik saling terkait, dan sains modern akhirnya sampai pada kesimpulan yang sama.
Doa sebagai penutup luka
Kita boleh minum obat dari apotek, tetapi jangan lupa obat dari langit. Kita boleh rawat tubuh di rumah sakit, tetapi jangan lupakan rumah hati: masjid, sajadah, dzikir, doa.
Ya Allah, sembuhkan hati kami dari iri, dengki, riya, dan sombong. Jadikan hati kami lembut, ikhlas, dan selalu ingat pada-Mu.
Apakah hati kita masih kita biarkan sakit tanpa obat, atau sudahkah kita beri ia dzikir sebagai vitaminnya?
*Sugianto al-Jawi
Budayawan Kontenporer Tulungagung
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
