SURAU.CO.Penjarahan adalah tindakan mengambil harta benda orang lain secara paksa dan melawan hukum, sering kali terjadi saat ada krisis sosial, politik, atau bencana alam, seperti perang atau kerusuhan. Selanjutnya Penjarahan sering kali melibatkan penggunaan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk mengambil barang. Peristiwa ini paling sering terjadi di tengah kondisi kacau di mana penegakan hukum dan ketertiban sipil untuk sementara tidak efektif. Biasanya, Pelaku memiliki niat untuk menguasai atau memiliki harta benda orang lain secara melawan hukum, tanpa persetujuan pemilik yang sah.
Hukum Islam mengharamkan aksi penjarahan saat demonstrasi. Pelaku penjarahan melanggar prinsip keadilan, penjagaan harta, dan keselamatan umum. Selain itu, islam melarang pelaku penjarahan dan tindakan anarkisme, dan menimbulkan mudarat. Oleh karena itu, Pihak berwenang akan memberikan sanksi kepada demonstran atau siapa pun yang melakukan penjarahan. Dan melarang mereka melakukan tindakan merusak serta mengambil barang orang lain karena tindakan tersebut akan menimbulkan masalah baru.
Dalam Islam, Islam mengharamkan penjarahan (mencuri atau merampas harta) sebagai dosa besar (jinayat), yang pelakunya akan dikenai sanksi duniawi dan akhirat, tegasnya. Selanjutnya, Islam mewajibkan pelaku penjarahan, terlepas dari konteksnya, untuk menerima hukuman berdasarkan hukum yang berlaku di dunia dan pertanggungjawaban di akhirat kelak di hadapan Allah SWT. Oleh sebab itu, Islam sangat menekankan pentingnya menjaga kehormatan dan harta benda seseorang, dan mengambilnya secara paksa adalah perbuatan terlarang.
Larangan Penjarahan dalam Islam
Sebagai sebuah agama, Islam melarang segala bentuk pencurian. Islam sepenuhnya menentang penjarahan, penjarahan, dan perusakan harta orang lain tanpa hak yang sah .
Prinsip Keadilan dan Perlindungan Harta:
Hukum Islam sangat menekankan keadilan dan perlindungan terhadap harta benda. Penjarahan merupakan tindakan zalim dan melanggar hak milik orang lain, yang merupakan dosa besar dalam Islam.
Tujuan Demonstrasi yang Baik:
Menurut Islam, umat Muslim harus melakukan amar ma’ruf nahi munkar, yaitu menyeru pada kebaikan dan mencegah keburukan, melalui demonstrasi yang damai, santun, dan tidak merusak, dengan tujuan yang jelas seperti menegakkan keadilan, mematuhi hukum, mengutamakan keselamatan, dan menjaga adab.
Menimbulkan Kerusakan (Mafsada):
Islam melarang tindakan yang mendatangkan kerusakan atau mafsadah.
Semua Ulama melarang tindakan anarkis dan penjarahan:
Semua ulama kontemporer maupun salafy sepakat melarang demonstrasi yang disertai dengan tindakan dan perbuatan anarkis serta penjarahan. Tindakan tersebut bertentangan dengan tujuan asli Islam untuk menciptakan kemaslahatan (kebaikan).
Konsekuensi Aksi Penjarahan
Merusak Reputasi Islam:
Aksi penjarahan dapat mencoreng citra Islam dan umat Muslim di mata publik, serta membuat tujuan demonstrasi menjadi tidak relevan.
Menimbulkan Masalah Baru:
Demonstrasi yang berujung pada penjarahan tidak hanya tidak menyelesaikan masalah yang ada, tetapi justru akan menimbulkan masalah baru yang lebih besar.
Sanksi Akhirat:
Dosa dan Kemurkaan Allah: Allah SWT akan meminta pertanggungjawaban atas penjarahan sebagai dosa besar, dan pelakunya akan mendapatkan murka-Nya.
Islam melarang Mencari Harta dengan Cara Rusak: Penjarah merusak dan melanggar syariat Islam, sehingga demonstrasi yang diwarnai penjarahan tidak sesuai syariat, meskipun tujuannya baik.
Larangan Memakan Harta Orang Lain
Merampas atau menjarah harta orang lain dan kemudian memanfaatkannya masuk dalam kategori memakan harta orang lain dengan cara yang batil.
Dalam Al Quran surat Al Baqarah ayat 188 Allah SWT
menjelaskan tentang larangan memakan harta orang lain dengan cara yang batil.
وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ
Artinya: “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil…” (Q.S. Al Baqarah: 188).
Sementara, dalam hadits menyebutkan:
لاَ يَأْخُذََ أَحَدُكُمْ مَتَاعَ أَخِيهِ لاَعِبًا وَلاَ جَادًّا وَمَنْ أَخَذَ عَصَا أَخِيهِ فَلْيَرُدَّهَا.
Artinya: “Janganlah salah seorang dari kalian mengambil barang saudaranya, tidak dengan main-main tidak pula sungguhan, barangsiapa mengambil tongkat saudaranya hendaklah ia mengembalikannya.” (H.R. Abu Daud dan At Tirmidzi).
Allah akan meminta Pertanggungjawaban atas orang yang merampas Harta
Kelak di akhirat, Allah akan meminta pertanggungjawaban orang yang merampas harta dan belum mengembalikannya atau meminta kehalalannya.
مَنْ كَانَتْ لَهُ مَظْلِمَةٌ لِأَخِيهِ مِنْ عِرْضِهِ أَوْ شَيْئٍ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهُ الْيَوْمَ قَبْلَ أَنْ لاَ يَكُوْنَ دِيْتَارٌ وَلاَ دِرْهَمٌ إِنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْهُ بِقَدْرِ مَظْلِمَتِهِ وَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ.
Artinya: “Barangsiapa berbuat dzolim kepada saudaranya dalam kehormatannya atau sesuatu yang lain, maka hendaklah ia meminta kehalalannya pada hari ini (di dunia) sebelum (datang hari) yang tidak ada Dinar tidak pula Dirham. Apabila ia mempunyai amalan sholih, maka akan diambil darinya sekadar kedzolimannya dan apabila ia tidak mempunyai kebaikan, maka akan diambil dari kejelekan orang yang didzolimi kemudian ditimpakan kepadanya.’” (H.R. Muslim dan An Nasai).
Dampak Memakan Harta yang Haram
Memakan makanan dari harta rampasan atau jarahan akan menjadikan daging yang tumbuh tidak akan masuk surga, tempatnya adalah di neraka.
يَا كَعْبُ بْنَ عُجْرَةَ إِنَّهُ لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ
Artinya: “Wahai Ka’ab bin ‘Ujrah, sesungguhnya tidak akan masuk surga daging yang tumbuh dari makanan haram.” (H.R. Ibn Hibban).
Dalam Riwayat lain menyebutkan:
يَا كَعْبُ بْنَ عُجْرَةَ لاَ يَرْبُو لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحتٍ إلاَّ كَانَتِ النَّارُ أَولَى بِهِ
Artinya: “Wahai Ka’ab bin ‘Ujrah, tidaklah daging manusia tumbuh dari barang yang haram kecuali neraka lebih utama atasnya.” (H.R. At Tirmidzi).
(Budi: mengutip dari berbagai sumber)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
