Khazanah
Beranda » Berita » Demokrasi dan Penjajahan Kesadaran Muslim: Sebuah Analisis Kritis

Demokrasi dan Penjajahan Kesadaran Muslim: Sebuah Analisis Kritis

Demokrasi. Kata ini sering disandingkan dengan kebebasan. Juga keadilan. Namun, apakah benar demikian adanya? Bagi sebagian kalangan, demokrasi adalah rekayasa. Sebuah perangkat kapitalisme. Ia menjajah kesadaran Muslim. Demokrasi Kapitalisme Penjajahan Kesadaran Muslim ini akan mengulasnya lebih dalam. Kita akan menelaah berbagai argumen. Ini tentang hubungan demokrasi dan kapitalisme. Juga dampaknya pada umat Islam.

Kapitalisme Sebagai Arsitek Demokrasi

Kapitalisme bukan sekadar sistem ekonomi; ia merupakan sebuah ideologi. Ia memiliki cara pandang dunia yang khas. Profit menjadi tujuan utamanya. Dalam konteks ini, demokrasi berfungsi sebagai alat. Ia melanggengkan kepentingan kapital. Pihak tertentu merancang struktur politik sedemikian rupa. Segelintir elite mengendalikan kekuasaan. Mereka memiliki modal besar.

Mari kita cermati lebih dalam. Sebagai contoh, kita bisa melihat proses pemilu. Memang benar, kegiatan tersebut membutuhkan biaya sangat besar. Oleh karena itu, hanya kandidat kaya yang mampu bersaing. Demikian pula, mereka yang didukung korporasi besar. Ironisnya, hal ini bukan lagi rahasia umum. Akibatnya, suara rakyat bisa dibeli dengan mudah. Selain itu, berbagai kebijakan pun dipesan. Tentu saja, ini semua demi keuntungan para pemodal. Patut diakui, proses ini berlangsung sangat halus. Sayangnya, ia sering tidak disadari banyak pihak.

Lebih lanjut, media massa juga memainkan peran krusial. Faktanya, banyak media dikuasai konglomerat. Dengan demikian, mereka secara aktif membentuk opini publik. Secara konsisten, narasi pro-kapitalisme terus digemakan. Akibatnya, demokrasi digambarkan sangat ideal. Sementara itu, sistem lain dianggap buruk. Pada intinya, ini adalah penjajahan pikiran. Sungguh memprihatinkan, ia terjadi secara perlahan namun pasti.

Sekularisme dan Liberalisme: Pilar Penjajah Kesadaran

Demokrasi modern tidak dapat memisahkan diri dari sekularisme. Ia juga tidak akan lepas dari liberalisme. Sekularisme memisahkan agama dari negara. Ia menempatkan agama di ruang privat. Akibatnya, mereka mengesampingkan Syariat Islam. Mereka menganggap hukum Allah tidak relevan. Ini memberikan pukulan telak. Terutama memukul umat Muslim.

Menggali Peran Pemuda dalam Riyadus Shalihin: Menjadi Agen Perubahan Sejati

Liberalisme mengagungkan kebebasan individu. Ia mencakup kebebasan tanpa batas. Ia menjadikan moral dan etika relatif. Seseorang mengukur moral dan etika berdasarkan kepentingan pribadi. Liberalisme menantang nilai-nilai Islam. Masyarakat menganggap perilaku menyimpang wajar. Ini mengikis identitas Muslim. Mereka menjauh dari ajaran agamanya.

Coba perhatikan. Banyak negara Muslim mengadopsi demokrasi. Namun, masalah sosial terus merajalela. Korupsi. Ketidakadilan. Kesenjangan ekonomi. Ini semua terjadi. Mengapa demikian? Karena sistemnya cacat. Ia tidak sesuai dengan fitrah manusia. Apalagi dengan nilai-nilai Islam.

Demokrasi dan Fragmentasi Umat

Demokrasi juga memecah belah umat. Partai-partai politik bersaing sangat ketat. Mereka saling menjatuhkansering memainkan isu-isu sensitif. melakukan ini demi meraih kekuasaan. Loyalitas bergeser. Loyalitas beralih dari Islam kepada partai. Ia berpindah dari persatuan menjadi perpecahan. Ini membuat umat terpecah-pecah. Ini juga menjadikan mereka lemah. Mereka mudah diadu domba.

Contohnya, konflik internal. Terjadi di banyak negara. Ini akibat polarisasi politik. Masing-masing merasa paling benar. Mereka lupa persatuan umat. Padahal, Allah SWT berfirman: “Dan berpegang teguhlah kamu sekalian kepada tali (agama) Allah seluruhnya, dan janganlah kamu bercerai berai.” (QS. Ali Imran: 103). Ayat ini sering diabaikan.

Selanjutnya, globalisasi memperparah kondisi. Ide-ide Barat terus masuk. Mereka mempengaruhi generasi muda.  lupa akar budayanya. juga melupakan agamanya. Akibatnya, krisis identitas terjadi. Ini adalah bentuk penjajahan baru. Penjajahan atas pemikiran.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Membangun Kesadaran Kolektif

Membangun kesadaran kolektif adalah kunci. Umat harus bersatu. Mereka harus bergerak bersama. Ini bukan hanya tugas individu. Ini adalah tugas bersama. Mari kita tinggalkan perbedaan kecil. Mari fokus pada tujuan besar. Yaitu menegakkan kembali kejayaan Islam.

Kita harus meningkatkan kesadaran politik umat. Mereka perlu mengetahui hak-haknya. Mereka juga harus memahami kewajiban mereka. Ini penting sebagai Muslim. Mereka tidak boleh membiarkan diri apatis. Mereka wajib memedulikan nasib umat. Setiap individu memegang peran penting. Setiap individu dapat memberikan kontribusi.

Terakhir, kita harus optimis. Allah SWT telah menjanjikan pertolongan. Ini jika kita berjuang di jalan-Nya. Jangan mudah menyerah. Jangan putus asa. Perubahan besar butuh proses. Ia butuh pengorbanan. Namun, hasilnya akan indah. Insya Allah.

Kita harus terus berdakwah. harus terus berjuang.  terus menuntut ilmu. Kita harus terus berdoa. Semoga Allah SWT memudahkan jalan kita. Semoga Dia mempercepat datangnya Khilafah. Amin ya Rabbal Alamin.


Birrul Walidain: Membangun Peradaban dari Meja Makan untuk Generasi Mulia

Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement