Ekonomi
Beranda » Berita » Tawaazun: Salah Satu Pilar Ekonomi Islam

Tawaazun: Salah Satu Pilar Ekonomi Islam

Tawaazun: Salah Satu Pilar Ekonomi Islam
Ilustrasi AI (sumber gambar:gemini.google.com)

SURAU.CO – Pilar ekonomi Islam berdiri di atas fondasi akidah, syariah, akhlak, dan ukhuwah yang berguna sebagai penyangga tujuan ekonomi. Pilarini berfungsi sebagai alat untuk mengukur kokoh tidaknya bangunan ekonomi mulai dari level individu, instansi, maupun sistem. Dari karakteristik itu, setidak pilar ekonomi Islam terdiri dari empat pilar, yaitu: keadilan (‘adalah), keseimbangan (tawaazun), dan kemaslahatan (mashlahah).

Konsep Tawaazun

Pilar keseimbangan berfungsi sebagai penyeimbang antara aspek material dengan spiritual dalam segala aktivitas ekonomi. Konsep keseimbangan (tawaazun) merupakan nilai dasar yang
pengaruhnya terlihat pada berbagai aspek tingkah laku ekonomi Islam, semisal kesederhanaan (moderation), hemat (parsimony),dan menjauhi sifat boros (israf).

Keseimbangan tersebut bukan hanya persoalan keseimbangan antara aspek dunia dan akhirat, tetapi juga seimbang dalam kaitannya dengan kepentingan perseorangan dan kepentingan umum, serta antara hak dan kewajiban. Bila dalam kehidupan perekonomian tidak terjadi keseimbangan antara berbagai unsur tersebut, maka akan terjadi ketimpangan dan kesenjangan sosial. Dalam kehidupan sehari-hari, keseimbangan terlaksana dalam setiap kegiatan dengan menyeimbangkan antara kegiatan ibadah dengan kegiatan mencari rezeki (bekerja).

Segala aktivitas dapat bernilai ibadah

Islam memandang segala aktivitas manusia dapat bernilai ibadah jika ia lakukan dengan benar dan niat yang benar pula. Ini artinya, segala aktivitas termasuk dalam hal mencari nafkah dapat seimbang dengan kegiatan ibadah.

Aturan Islam menetapkan bahwa aktivitas ekonomi harus terlaksana sesuai dengan syariah. Muslim wajib untuk menaati ketetapan syariah terhadap berbagai aspek kehidupan. Balasan atas ketaatan muslim adalah pahala dan kelancaran mencari rezeki.

Mengenal Dunia agar Tidak Tertipu olehnya: Tafsir Hikmah Al-Hikam

Tujuan hukum syariah untuk keadilan

Setiap hukum syariah memiliki tujuan menciptakan keadilan untuk seluruh makhluk semesta alam. Selanjutnya, pilar keseimbangan juga diterapkan pada kebutuhan yang menyeimbangkan antara kebutuhan individu dengan kebutuhan sosial. Seorang muslim seharusnya peka dan peduli dengan sesama manusia ketika melakukan aktivitas bekerja atau berbisnis.

Ekonomi syariah sangat menjunjung keadilan , karena setiap manusia memiliki tanggung jawab sosial dengan memanfaatkan hasil bumi secara bijak. Hal ini akan mendorong seseorang untuk menjauhi sifat tamak (greedy).Selain itu, keseimbangan juga berlaku pada aspek keuangan dan sektor riil, risk dan return, bisnis dan sosial, dan pemanfaatan dan pelestarian sumber daya alam.

Pembangunan ekonomi syariah tidak hanya bertujuan untuk pengembangan sektor-sektor
korporasi, tetapi juga pengembangan sektor usaha kecil dan mikro yang terkadang luput dari upaya-upaya pengembangan sektor ekonomi secara keseluruhan.

Keseimbangan dalam transaksi ekonomi Islam

Salah satu bentuk keseimbangan dalam transaksi ekonomi Islam yakni adanya pembagian risiko (risk-sharing). Hal ini berdasar pada prinsip kewajiban, yang menyatakan bahwa keuntungan menjadi sah atas dasar adanya komponen tanggung jawab, yang bahkan mungkin bertanggung
jawab atas kerugian dan konsekuensinya.

Hal ini  berasal dari perkataan Rasulullah SAW. bahwa “keuntungan datang dengan kewajiban,” menyiratkan bahwa syariah membedakan profit halal dari semua bentuk pendapatan lain, dan hak atas keuntungan muncul hanya jika ada kewajiban atau risiko kerugian.

Panjang Umur Belum Tentu Bermakna: Hikmah dalam Al-Hikam tentang Kualitas Usia

Pembagian risiko dan larangan riba

Proposisi utama keuangan Islam adalah pembagian risiko dan larangan transaksi berbasis bunga. Islam memberikan solusi dalam bentuk pertukaran benda atau jasa yang setara (al-bay’); satu set hak milik seseorang dipertukarkan dengan yang lain, sehingga memungkinkan kedua pihak untuk berbagi risiko transaksi.

Islam menekankan konsep risk-sharing ini dalam kegiatan ekonomi sebagaimana firman Allah dalam Alquran:

وَقَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا ۗ وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا

“…Mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya al-bay’ itu sama dengan al-riba, padahal Allah SWT telah menghalalkan al-bay’ dan mengharamkan al-riba.” (Q.S. al-Baqarah [2]: 275)

Sifat hak milik yang melekat dalam dua transaksi ini menandakan salah satu perbedaan penting mereka. Al-bay’ adalah kontrak pertukaran satu komoditas dengan komoditas lain yang mana      hak milik atas satu komoditas dipertukarkan dengan komoditas lainnya. Sementara dalam kasus transaksi al-riba, sejumlah uang dipinjamkan hari ini untuk pengembalian yang lebih besar pada masa yang akan datang tanpa pengalihan hak milik atas pokok dari pemberi pinjaman kepada peminjam.

Bahagia di Tengah Luka: Rahasia Spiritual Dzikir dari Al-Hikam

Pemberi pinjaman tidak hanya memiliki hak atas jumlah yang ia pinjamkan, tetapi hak milik atas jumlah tambahan yang harus peminjam bayar sebagai bunga yang beralih dari peminjam kepada pemberi pinjaman pada saat perjanjian al-riba terjadi.

Ringkasnya, ayat menekankan bahwa pertukaran dan perdagangan komoditas dan/atau aset
merupakan fondasi dari kegiatan ekonomi dalam Islam. Pandangan ini berimplikasi bahwa setiap pertukaran/transaksi dalam ekonomi harus berdasar pada  sifat saling ridha  antara para
pihak (an taradhim minkum) yang terlibat dalam transaksi tersebut. Artinya, setiap individu memiliki kebebasan untuk sesuatu, misalnya kebebasan untuk berproduksi, yang memberikan hak yang jelas dan terlindungi sehingga memungkinkan proses produksi ini berlanjut. Untuk dapat melakukan pertukaran dengan bebas dan nyaman, para pihak membutuhkan pasar. Pasar membutuhkan aturan perilaku dan mekanisme penegakan hukum untuk mengurangi ketidakpastian dalam transaksi dan memastikan arus informasi yang bebas.

Dari paparan tersebut kita ketahui bahwa fondasi ekonomiIslam tidak hanya berpusat pada pertukaran dan perdagangan, tetapi juga pada penciptaan lingkungan yang adil, yakni terwujudnya kebebasan individu dan kepastian transaksi.(St.Diyar)

Referensi: Azharsyah Ibrahim, dkk, Pengantar Ekonomi Islam, 2021.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement