Ekonomi
Beranda » Berita » Mengenal 13 Ciri Ekonomi Islam

Mengenal 13 Ciri Ekonomi Islam

Mengenal 13 Ciri Ekonomi Islam
Ilustrasi AI (sumber gambar:chatgpt.com)

SURAU.CO – Dalam wacana ekonomi Islam, banyak pakar menekankan bahwa sistem ini tidak hanya sekadar alternatif, tetapi menawarkan paradigma yang benar-benar berbeda dari ekonomi konvensional.

Muhammad Rawas Qal’ah-ji–ulama, akademisi, dan cendekiawan Muslim asal Suriah–serta pakar hukum dan ahli ekonomi Islam lainnya menyebutkan ada 13 ciri utama ekonomi Islam yang menjadikannya berbeda dengan sistem ekonomi konvensional.

Nizhamun Rabbaniyyun

Ekonomi Islam pengaturannya bersifat kilahiah–nizhamun rabbaniyyun, mengingat aturannya bukan berdasarkan ketetapan manusia, tetapi berdasarkan pada aturan-aturan Allah. Misalnya pada  larangan riba, keadilan dalam transaksi, kewajiban zakat, larangan penipuan. Pada posisi ini, manusia hanya berperan sebagai pelaksana semata, bukan pencipta hukum.

Juz’un min al-Islam as-syamil

Dalam Islam, ekonomi hanya satu titik bagian dari Islam secara keseluruhan (juz’un min al-Islam as-syamil). Tidaklah mungkin  memisahkan ekonomi Islam dari rangkaian ajaran Islam secara keseluruhan yang bersifat utuh dan menyeluruh. Misalnya kewajiban membayar zakat. Zakat bukan hanya instrumen ekonomi  dalam distribusi kekayaan, tetapi juga ibadah yang bernilai spiritual. Dengan kata lain, zakat bukan saja sebagai bentuk kebijakan ekonomi, tetapi bagian dari rukun Islam.

Iqtishadun ‘aqidatun

Ekonomi Islam berdimensikan akidah atau keakidahan (iqtishadun ‘aqidatun), mengingat ekonomi Islam itu lahir dari akidah Islamiyyah yang hakikatnya akan berimplikasi pada permintaan tanggung jawaban mengenai akidahnya.

Mengenal Dunia agar Tidak Tertipu olehnya: Tafsir Hikmah Al-Hikam

Thabi’iyyun ta’abbudiyun

Berkarakter ta’abbudi (thabi’iyyun ta’abbudiyun), mengingat bahwa ekonomi Islam merupakan tata aturan yang  berdimensikan ketuhanan (nizham rabbani), dan setiap ketaatan kepada salah satu dari sekian banyak aturan Allah, maka hal itu  termasuk ketaatan kepada-Nya, dan setiap ketaatan itu merupakan bentuk ibadah kepada Allah. Begitu pula ketaatan dalam penerapan aturan-aturan ekonomi Islam merupakan bentuk ibadah kepada Allah.

Murtabithun bil-akhlaq

Terkait erat dengan akhlak (murtabithun bil-akhlaq). Islam tidak pernah memprediksi pemisahan antara ekonomi dengan akhlak,  begitupun Islam tidak pernah memetakan sistem ekonomi dalam  lindungan Islam yang tanpa akhlak. Itulah sebabnya, mengapa dalam Islam tidak ditemukan aktivitas ekonomi seperti  perdagangan, perkreditan dan lain sebagainya semata-mata  hanya murni kegiatan ekonomi seperti yang terdapat dalam  ekonomi konvensional. Dalam Islam,  kegiatan ekonomi tidak  boleh terlepas dari kendali akhlak yang merupakan bagian yang  tidak terpisahkan dari ajaran Islam.

Al-Murunah

Elastis (al-murunah), artinya berkembang secara perlahan. Kekhususan al-murunah ini berdasar pada Alquran dan hadis sebagai rujukan ekonomi Islam. Sementara itu, implementasinya secara nyata diserahkan kepada kesepakatan sosial (masyarakat sosial) sepanjang tidak menyalahi aturan syariat.

Al-Maudhu’iyyah

Objektif (al-maudhu’iyyah), dalam pengertiannya, Islam mengajarkan untuk senantiasa bersikap objektif dalam  melakukan aktivitas ekonomi. Aktivitas ekonomi pada  hakikatnya merupakan amanat yang dilakukan pelaku ekonomi  tanpa boleh membeda-bedakan berdasarkan ras, golongan, warna kulit, maupun agama. Bahkan terhadap musuh sekali pun, Islam memerintahkan untuk menghormatinya dan  memperlakukannya seperti teman dekat.

Al-Hadaf as-sami

Memiliki target/sasaran yang lebih tinggi (al-hadaf as-sami). Bertolak belakang dengan tujuan atau target ekonomi konvensional  yang hanya mengejar kepuasan semata, ekonomi Islam mempunyai target atau tujuan yang lebih tinggi, yaitu merealisasikan kerohanian yang lebih tinggi (berkualitas) serta pendidikan kejiwaan yang tenteram.

Panjang Umur Belum Tentu Bermakna: Hikmah dalam Al-Hikam tentang Kualitas Usia

Iqtishadun bina’un

Perekonomian yang stabil/kokoh (iqtishadun bina’un).  Kekhususan ini antara lain bahwa Islam mengharamkan bisnis  yang membahayakan umat insani. Seperti riba, penipuan,  perdagangan khamar, dan kegiatan-kegiatan kemaksiatan lainnya.

Iqtishad mutawazin

Perekonomian yang berimbang (iqtishad mutawazin), maksudnya, yaitu bahwa Islam mempunyai tujuan untuk  mewujudkan perekonomian yang seimbang antara kepentingan  individu dan kepentingan sosial, kepentingan dunia dan  kepentingan akhirat, serta keseimbangan antara kebutuhan  fisik-biologis dan kebutuhan psikis-rohaniah.

Al-waqi’iyyah

Realistis (al-waqi’iyyah). Ekonomi Islam paham betul bahwa perkiraan (forecasting) bisnis dengan kenyataan tidak selamanya  bisa selaras. Dalam hal tertentu dapat saja terjadi pengecualian  atau penyimpangan dari hal-hal yang semestinya.

Ketidakmutlakan Kepemilikan

Harta kekayaan itu hakikatnya adalah milik Allah. Di dalam  prinsip ini terkandung maksud bahwa kepemilikan seseorang  terhadap sesuatu adalah tidak mutlak. Pendayagunaan harta  dalam Islam harus dikelola dan dimanfaatkan sesuai dengan tuntutan Allah.

Tarsyid istikhdam al-mal

Memiliki kecakapan dalam mengelola harta kekayaan (tarsyid istikhdam al-mal). Setiap orang harus mempuyai kemampuan  dalam mengelola harta seperti hemat dalam berbelanja, tidak menyerahkan harta kepada orang yang tidak mengerti  dan tidak kompeten mengenai  pengelolaan harta, tidak membelanjakannya pada hal-hal yang  Allah haramkan, serta tidak membelanjakannya pada hal- hal yang dapat merugikan orang lain.

Bahagia di Tengah Luka: Rahasia Spiritual Dzikir dari Al-Hikam

Dari apa yang telah dipaparkan, ciri ekonomi Islam yang telah para pakar rumuskan. Harapan ke depan dapat menjadi pondasi dalam merancang kebijakan ekonomi yang lebih berkeadilan bagi bangsa Indonesia.(St.Diyar)

Referensi: Azharsyah Ibrahim, dkk, Pengantar Ekonomi Islam, 2021.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement