Makna Kemuliaan: Mengapa Tangan yang Memberi Lebih Utama dari yang Menerima
SURAU.CO – Dalam ajaran Islam yang suci. Memberi adalah salah satu amal. Amal yang sangat mulia di sisi Allah. Kemudian, bentuk memberi itu tidak hanya terbatas pada harta benda. Memberi juga bisa berupa tenaga yang tulus. Bisa pula berupa ilmu yang bermanfaat. Perhatian yang penuh kasih sayang. Bahkan, sekadar senyuman tulus. Semua itu juga termasuk dalam kategori memberi. Maka dari itu, Rasulullah SAW, sebagai teladan utama, bersabda:
“Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah. Tangan yang di atas adalah yang memberi, sedangkan tangan yang di bawah adalah yang meminta.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadis yang agung ini secara jelas menegaskan. Bahwa, orang yang gemar memberi itu berada pada kedudukan yang lebih mulia. Lalu, kedudukan itu dibandingkan dengan orang yang hanya menerima. Ini bukan sekadar perbandingan status. Ini adalah ajaran tentang nilai luhur. Nilai luhur kemanusiaan dan spiritualitas. Penulis sering merenungkan makna mendalam hadis ini. Terkadang, kita begitu fokus. Kita terlalu fokus pada apa yang bisa kita dapatkan. Daripada apa yang bisa kita berikan. Padahal, kebahagiaan sejati. Kebahagiaan itu seringkali justru hadir. Hadir ketika kita mampu berbagi. Berbagi dengan tulus tanpa pamrih.
Memberi Sebagai Manifestasi Keimanan dan Rasa Syukur
Seorang mukmin sejati akan selalu memiliki hati yang dermawan. Hati yang lapang dan ikhlas. Lalu, Ia akan sadar sepenuhnya. Harta yang dimilikinya hanyalah titipan. Kemudian, itu adalah titipan sementara dari Allah SWT. Ia juga memahami bahwa sebagian. Sebagian dari rezeki yang dimiliki ada hak-hak orang lain yang kurang beruntung. Dengan kerelaan hati memberi. Seorang hamba sebenarnya sedang membuktikan. Dengan demikian, Ia membuktikan rasa syukur yang tulus. Syukur atas segala nikmat yang telah Allah berikan kepadanya. Ini adalah bentuk nyata dari keimanan. Maka, keimanan yang terwujud dalam perbuatan.
Allah SWT, melalui Kitab Suci-Nya, berfirman:
“Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah adalah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki.” (QS. Al-Baqarah: 261).
Ayat ini adalah janji yang luar biasa. Ayat ini menunjukkan betapa besarnya pahala. Pahala bagi orang-orang yang gemar memberi. Terutama yang menginfakkan hartanya di jalan Allah. Ini bukan sekadar perhitungan matematis. Ini adalah janji Ilahi. Janji tentang pelipatgandaan berkah pahala yang tak terhingga. Sungguh, sebuah investasi yang sangat menguntungkan. Investasi yang hasilnya akan kita tuai di dunia dan di akhirat. Penulis merasa terinspirasi untuk selalu berinvestasi dalam kebaikan.
Keberkahan yang Berlipat: Harta Bertambah, Hati Tenang
Banyak orang khawatir. Khawatir bahwa harta yang dikeluarkan. Terutama di jalan Allah. Harta itu akan berkurang. Bahkan, mereka takut menjadi miskin. Namun, Islam mengajarkan hal yang sebaliknya. Harta yang dikeluarkan di jalan Allah. Harta itu tidak akan pernah berkurang. Bahkan, Allah akan melipatgandakannya. Dia akan menggantinya dengan yang lebih baik. Memberi juga secara ajaib. Ia membuka pintu-pintu rezeki. Pintu rezeki yang lebih luas dan tak terduga. Memberi membawa keberkahan hidup. Serta, melahirkan ketenangan batin yang mendalam.
Rasulullah SAW menegaskan kembali kebenaran ini:
“Sedekah tidaklah mengurangi harta.” (HR. Muslim).
Hadis ini adalah sebuah jaminan. Jaminan dari Nabi yang mulia. Bahwa memberi tidak akan membuat seseorang miskin. Justru, Allah akan menggantinya. Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik. Entah dalam bentuk harta. Atau dalam bentuk keberkahan yang lain. Keberkahan dalam kesehatan. Keberkahan dalam keluarga. Atau keberkahan dalam ketenangan jiwa. Ini adalah sebuah paradoks. Paradoks yang hanya dapat dipahami. Dipahami oleh hati yang beriman. Hati yang percaya pada janji-janji Allah.
Penulis pribadi telah seringkali menyaksikan. Menyaksikan bagaimana kemurahan hati. Bagaimana kemurahan hati seseorang. Dapat mengubah tidak hanya hidup orang lain. Tetapi juga hidupnya sendiri. Sebuah senyuman tulus, sebuah uluran tangan atau sebuah nasihat baik. Semua itu memiliki kekuatan. Kekuatan untuk membawa dampak positif. Lalu, dampak yang jauh melampaui. Melampaui apa yang bisa diukur dengan materi.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
