Ketabahan Iman Zunairah: Sebuah Manifestasi Keyakinan yang Tak Tergoyahkan
SURAU.CO – Di tengah gulita penindasan dan kezhaliman yang meliputi Mekkah pada masa awal Islam, muncullah sosok-sosok yang mengukir sejarah dengan keteguhan iman mereka. Salah satunya adalah Zunairah, seorang hamba sahaya Muslimah yang menjadi budak keji Abu Jahal. Namanya kini terukir abadi sebagai simbol perjuangan dan pengorbanan demi mempertahankan akidah. Kisahnya menyoroti bagaimana kekuatan spiritual mampu melampaui segala bentuk derita fisik, menjadikannya teladan bagi umat hingga akhir zaman.
Suatu hari, Abu Jahal, sang majikan bengis, menanyakan keyakinan Zunairah. “Benarkah kamu telah menganut agama Islam?” tanyanya dengan nada meremehkan. Tanpa ragu, Zunairah menjawab dengan penuh keyakinan. “Benar. Aku percaya pada seruan Muhammad SAW. Karena itulah, aku mengikutinya.” Jawaban ini secara jelas menunjukkan keberaniannya dalam mengakui keislamannya di hadapan penindas. Keberanian tersebut merupakan cerminan dari hati yang telah terpaut erat dengan kebenaran ilahi.
Abu Jahal mencoba menggoyahkan keyakinan budaknya itu. Ia bahkan bertanya kepada kawan-kawannya, “Hai, kawan-kawanku! Apakah kalian juga mengikuti seruan Muhammad?” Mereka serempak menjawab, “Tidak!” Kemudian, Abu Jahal dengan congkak berkata, “Nah, kalau memang apa yang dibawa oleh Muhammad itu baik, tentu mereka akan lebih dahulu mengikutinya daripada kamu yang hanya menjadi seorang budak!” Ucapannya ini mencerminkan kesombongan serta kebodohannya dalam memahami esensi keimanan. Bagi Zunairah, martabat di hadapan Allah jauh lebih tinggi daripada status sosial di mata manusia. Saya merenung, betapa seringnya manusia modern pun terjebak dalam penilaian dangkal berdasarkan status dan kedudukan, melupakan hakikat kemuliaan sejati yang bersumber dari hati yang bersih.
Ujian Berat dan Keyakinan yang Tak Goyah
Akibat keberanian dan keteguhan imannya, Zunairah harus menghadapi penganiayaan keji. Ia disiksa secara brutal hingga matanya terluka parah dan akhirnya menjadi buta. Keadaan ini tentu menjadi ujian yang amat berat bagi siapapun. Namun, dalam penderitaannya, Zunairah tidak sedikit pun menunjukkan keraguan. Abu Jahal, dengan keangkuhannya, masih mencoba meracuni pikirannya. “Matamu buta akibat kamu masuk Islam. Coba kalau kamu mau meninggalkan agama Muhammad, matamu akan sembuh kembali,” bujuknya. Kata-kata tersebut jelas merupakan upaya putus asa untuk mematahkan semangat Zunairah.
Betapa sakit hati Zunairah mendengar penghinaan majikannya itu. Namun, rasa sakit tersebut tidak melemahkan lidahnya untuk menyampaikan kebenaran. “Kalian semua adalah pembohong, tidak bermoral! Latta dan Uzza yang kalian sembah itu tidak bisa berbuat apa-apa. Apalagi memberi manfaat dan mudarat!” katanya dengan tegas. Pernyataan ini menunjukkan bahwa bahkan dalam keadaan paling terpuruk sekalipun, iman Zunairah tetap kokoh bagaikan karang yang tak tergoyahkan badai. Ia tidak hanya mempertahankan keyakinannya, melainkan juga menantang kebatilan yang dipegang teguh oleh kaum kafir. Sungguh sebuah keberanian yang langka dan patut diteladani.
Mendengar hal itu, Abu Jahal semakin marah. Ia pun memukul Zunairah sekeras-kerasnya sambil berteriak kencang. “Wahai Zunairah, ingatlah kepada Latta dan Uzza. Mereka berhala sembahan kita sejak nenek moyang kita. Tidak takutkah jika mereka nanti murka kepadamu? Tinggalkanlah segera agama Muhammad yang melecehkan kita!” Ancaman dan tekanan ini semakin menjadi-jadi. Namun, Zunairah kembali memberikan jawaban yang menohok, mengungkapkan kebenaran hakiki tentang tuhan-tuhan palsu mereka. “Wahai Abu Jahal, sebetulnya, Latta dan Uzza itu buta. Lebih buta daripada mataku yang buta akibat siksaanmu ini,” jawabnya tegas. Kalimat ini bukan hanya sebuah sanggahan, melainkan juga sebuah perbandingan tajam yang mengungkap kehampaan berhala.
Mukjizat dan Kemerdekaan Sejati
Keyakinan Zunairah akan kekuasaan Allah SWT tidak sedikit pun pudar. “Meskipun mataku buta, Allah SWT tidak akan sulit mengembalikannya menjadi terang, tidak seperti tuhanmu Latta dan Uzza itu,” lanjutnya. Perkataan ini menjadi manifestasi keyakinannya yang mendalam pada Allah Yang Maha Kuasa. Dan benar saja, berkat kekuasaan Allah SWT, pada keesokan paginya, mata Zunairah yang buta akibat siksaan Abu Jahal, sembuh seperti kembali sediakala. Mukjizat ini menjadi bukti nyata kebenaran Islam dan kasih sayang Allah kepada hamba-Nya yang beriman. Abu Jahal yang melihatnya sangat heran. Ini adalah momen yang seharusnya membuka mata hatinya.
Namun, Abu Jahal tetap dalam kekafirannya. Dia malah mengabaikan bukti kebenaran Zunairah yang disiksa oleh majikannya. Hati yang telah mengeras dalam kesesatan memang sulit ditembus oleh cahaya kebenaran, bahkan dengan bukti-bukti yang sangat jelas sekalipun. Kisah ini mengajarkan bahwa hidayah adalah milik Allah, dan kita hanya bisa berusaha untuk menyampaikannya. Akhirnya, Abu Bakar pun segera menebus Zunairah dari Abu Jahal. Ia membebaskannya sebagai manusia yang merdeka. Pembebasan Zunairah oleh Abu Bakar menjadi simbol kemenangan iman dan keadilan atas kezhaliman. Ini juga menunjukkan betapa Islam menjunjung tinggi kemerdekaan dan martabat manusia. Saya teringat, nilai-nilai kemanusiaan yang universal telah diajarkan dalam Islam jauh sebelum peradaban modern mengenalnya. Zunairah, dengan ketabahan imannya, telah meninggalkan warisan berharga bagi kita semua: bahwa di tengah cobaan seberat apapun, keyakinan kepada Allah adalah sumber kekuatan sejati yang mampu menghadirkan mukjizat dan mengantarkan pada kebebasan hakiki.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
