Sosok
Beranda » Berita » Hikmah Maulid Nabi Menurut KH Achmad Chalwani

Hikmah Maulid Nabi Menurut KH Achmad Chalwani

Ada banyak hikmah ketika memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW ( fot 0: ist)
KH Achmad Chalwani mengupas tuntas hikmah Maulid Nabi, keutamaan hingga kisah perayaan pertama di dunia dan Indonesia.

SURAU.CO.  KH Achmad Chalwani, sosok Pengasuh Pondok Pesantren An-Nawawi Berjan, Purworejo, baru-baru ini kembali membuka lembaran Hikmah Maulid Nabi Muhammad SAW.  dalam pengajian rutin Ahad Thariqah Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah di Pesantren An-Nawawi Berjan menyebut betapa pentingnya perayaan Maulid Nabi.  Kiai Chalwani memaparkan riwayat kelahiran Nabi Muhammad yang merujuk pada kitab An-Ni‘matu Al-Kubra ‘Ala Al-‘Alam karya Syekh Ahmad Ibnu Hajar Al-Haitami Asy-Syafi’i. Seperti dalam kitab ini menekankan betapa pentingnya memperingati maulid Nabi.

Kemudian Kiai Chalwani mengutip sejumlah atsar sahabat dari kitab tersebut. Atsar ini menjelaskan keutamaan memperingati maulid Nabi. Abu Bakar ash-Shiddiq raḍhiyaallāhu ‘anhu pernah berujar, ” Barang siapa yang mengeluarkan harta satu dirham untuk membiayai acara peringatan maulid Nabi, maka besok menjadi temanku di surga). Selanjutnya juga menyitir pandangan Umar bin Khattab raḍhiyaallāhu ‘anhu yang mengatakan,”  Barang siapa yang mengagungkan kelahiran Nabi maka ia benar-benar telah menghidupkan agama Islam. Selanjutnya ada padangan Utsman bin Affan raḍhiyaallāhu ‘anhu yang menyebut, ” Barang siapa yang menginfakkan satu dirham untuk pembacaan Maulid Nabi, maka pahalanya seakan sama dengan orang yang ikut serta dalam perang Badar dan Hunain. Terakhir sahabat Ali bin Abi Thalib karrama Allāhu wajhahu Barang siapa yang memuliakan hari kelahiran Nabi Muhammad, dan menjadi sebab dibacakannya maulid, maka ia tidak akan meninggal dunia kecuali dalam keadaan beriman, dan kelak masuk surga tanpa hisab.

Mimpi Aminah binti Wahab dan Makna Kelahiran Nabi

Kiai Chalwani juga menuturkan riwayat mimpi Siti Aminah binti Wahab. Mimpi ini terjadi saat beliau mengandung Nabi Muhammad. Sejak bulan Rajab hingga sang Nabi lahir, Siti Aminah bermimpi bertemu para nabi terdahulu seperti  Adam, Syits, Idris, Nuh, Hud, Ibrahim, Ismail, Musa, hingga Nabi Isa. Setiap nabi membawa kabar gembira dan  menyampaikan kemuliaan dan keistimewaan anak yang dikandungnya.

Rais ‘Ali JATMAN ini menekankan pentingnya ikut serta dalam peringatan Maulid Nabi. Bahkan mengajak untuk berpartisipasi meskipun dengan kemampuan sederhana.”Tak perlu sayang-sayang mengeluarkan biaya buat peringatan maulid semampu Anda.”ujar Kiai Chalwani, dikutip dari NU Online Jateng

“Dalam sejarah, yang pertama-tama memperingati kelahiran Nabi adalah Nabi sendiri, bukan yang lain,” ungkap Kiai Chalwani.  Selain itu Kiai Chalwani melanjutkan dengan hadits yang menyebutkan Nabi berpuasa setiap hari Senin. Seseorang bertanya, “Nabi, mengapa tiap Senin puasa?” Nabi menjawab, “fihi wulidtu, Senin itu kelahiranku,” jelasnya. Ia mengutip hadits ini yang tercatat dalam Kitab Sahih Muslim Nomor 1162.

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Nabi Muhammad setiap pekan memperingati kelahirannya. Cara Nabi adalah dengan berpuasa. Oleh karena itu, menurut Kiai Chalwani, peringatan kelahiran ini merupakan sunnah atau perilaku Nabi. Mursyid Tarekat Qadiriyah/Naqsabandiyah tersebut menegaskan bahwa memperingati kelahiran Nabi adalah perbuatan baik. “Memperingati kelahiran jenengan sendiri juga boleh kok. Boleh, enggak apa-apa. Memperingati kelahiran negara juga boleh. Meringatinya pakai apa? Apa saja yang dapat ridha Allah,” terangnya. Ia mencontohkan, memperingati kelahiran Nabi dapat dilakukan dengan berpuasa, berinfak, atau menolong sesama.

Sejarah Perayaan Maulid Nabi Secara Terbuka

Kiai Chalwani kemudian menceritakan sejarah peringatan kelahiran Nabi yang bersifat pengajian akbar. Perayaan ini pertama kali terjadi pada kerajaan Irbili, dekat Baghdad dengan rajanya bernama Syekh Sultan Mudhaffar. Saat itu, Kerajaan Irbili tengah krisis berkepanjangan pada semua sektor kehidupan manusia. “Ekonomi tidak tertata, pertanian tidak tertata, pemerintahan tidak tertata, terjadi krisis,” ungkapnya.

Sultan kemudian memiliki gagasan untuk mengadakan peringatan hari lahir Nabi. Ia berharap, setelah acara itu, ekonomi, pertanian, dan pemerintahan akan tertata. Maka kemudian menggelar peringatan Maulid Nabi SAW ” Tidak kepalang tanggung, tujuh hari tujuh malam,” ujar Kiai Chalwani.

Selama tujuh hari tersebut, raja mengadakan berbagai hiburan dan lomba. Pada hari terakhir, hari ketujuh, diadakan pengajian akbar. Acara ini berlangsung dari setelah salat Dzuhur hingga pukul 04.00 pagi. Sultan mengundang mubaligh dari Maghribi (Maroko), Afrika, yaitu Syekh Abul Khattab Ali bin Muhammad. Beliau dikenal juga sebagai Ibnu Dihyah Al-Kalbi (w. 633 H).

Menurutnya Syekh Abul Khattab Ibnu Dihyah menyampaikan pengajian memakai Kitab At-Tanwir fi Maulidil Basyirin Nadzir. “Barangkali kalau sekarang baca Al-Barzanji,” ujarnya. Di malam ketujuh, grup hadrah se-Kerajaan Irbili berkumpul. Mereka meramaikan Maulid Nabi.

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Syekh Abul Khattab Ibnu Dihyah kemudian  membaca sejarah Maulid. Ia bershalawat memakai lagu dengan iringan hadrah. Sultan menjamu semua yang hadir. Jamuan itu berupa 3000 makanan ringan, roti bermentega dalam nampan, dan 100.000 telur. Sultan juga memotong 5.000 ekor kambing, 10.000 ayam, dan 100 ekor kuda. Hewan-hewan ini dipotong untuk meramaikan maulid Nabi sebagai jamuan pengunjung.

Setelah maulid Nabi itu, lanjut Kiai Chalwani, sektor ekonomi, pertanian, dan pendidikan di Kerajaan Irbili menjadi tertata. “Semua sektor tertata, berkah peringatan maulid Nabi. Itu sejarah,” terangnya. Pernyataan tentang Sultan Mudhaffar sebagai orang pertama yang mengadakan seremonial perayaan maulid merupakan pendapat Imam Suyuthi. Pendapat ini ada dalam kitabnya Al-Hawi lil Fatawi.  Seiring waktu, peringatan Maulid Nabi di Irbili menjalar ke kerjaan lain. Mulai dari Mesir, Madinah, hingga Indonesia.

Maulid Nabi di Nusantara: Jejak Sejarah Islam

Menurut Kiai Chalwani, peringatan maulid Nabi pertama di Indonesia berlangsung di Kesultanan Perlak (Peureulak), Samudra Pasai, Aceh. “Kalau di Jawa, pertama kali berlangsung di Demak, yang mengadakan Sultan Demak. Nama aslinya Syekh Alam Akbar Jumbun Sirullah Raden Patah Sultan Demak Bintoro, kelahiran Palembang,” ujarnya.

Pada peringatan maulid Nabi pertama di Kesultanan Demak, lanjut Kiai Chalwani, wali-wali sepuh membaca doa. Mubalighnya adalah Sunan Kalijaga. “Ada hiburannya, namanya ringgit wacucal wayang kulit. Maka namanya wayang, Sunan Kalijaga juga bilang, wayang itu singkatan wajib sembahyang, gitu lho,” ujarnya, diikuti tawa hadirin.

Sunan Kalijaga, lanjut Kiai Chalwani, di tengah-tengah membaca sejarah Nabi. Ia membaca syahadat memakai lagu, diiringi gamelan wayang. Setelah selesai peringatan maulid Nabi pertama di Kesultanan Demak itu, masyarakat Tanah Jawa berbondong-bondong masuk Islam. “Islam berkembang di Jawa karena ada peringatan maulid Nabi. Maka kalau ada orang yang enggak suka sama Maulid Nabi, itu enggak suka sama perkembangan Islam,” katanya.

Mengubah Insecure Menjadi Bersyukur: Panduan Terapi Jiwa Ala Imam Nawawi

 


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement