Opinion
Beranda » Berita » Psikologi Modern dalam Terjemahan QS. Ali Imron 134

Psikologi Modern dalam Terjemahan QS. Ali Imron 134

Petani menanam padi di sawah saat hujan, simbol kesejahteraan jiwa dan perilaku prososial.
Ilustrasi sawah yang disiram hujan lembut, seorang petani menanam padi dengan tenang, menggambarkan infak, pengendalian emosi, dan praktik ihsan. Nuansa warna hangat dan natural, filosofi kesejahteraan batin terasa kuat.

QS. Ali Imron ayat 134 menyimpan pesan luhur yang, ketika ditafsirkan melalui kacamata psikologi modern, menyingkap dimensi terdalam perilaku manusia, kesehatan emosi, dan kesejahteraan jiwa. Ayat ini berbunyi:

وَالَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُم بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ سِرًّا وَعَلَانِيَةً فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِندَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

“Dan orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan siang, secara sembunyi maupun terang-terangan, maka mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada ketakutan terhadap mereka, dan mereka tidak bersedih hati.” (QS. Ali Imron: 134)

Secara modern, ayat ini dapat dipahami sebagai panduan perilaku prososial, regulasi emosi, terapi memaafkan, dan pengembangan diri menuju kebahagiaan sejati. Mari kita telaah melalui perspektif psikologi modern.

Infak: Altruism dan Prososial Behavior

Memberi tanpa pamrih, atau infak, bukan sekadar ritual religius. Selain menumbuhkan kebaikan, tindakan ini merupakan bentuk altruism dan prosocial behavior, yaitu perilaku yang mendukung kesejahteraan orang lain tanpa mengharapkan imbalan langsung. Misalnya, air yang mengalir ke sawah-sawah di lembah menyejukkan tanah dan suburkan tanaman. Begitu pula infak menyejukkan hati dan memperkuat ikatan sosial.

Bahaya Sinkretisme dan Pluralisme Agama

Selain itu, QS. Ali Imron menekankan memberi “secara sembunyi maupun terang-terangan”. Hal ini mengajarkan keseimbangan antara kesadaran diri dan keberanian sosial. Psikologi modern menunjukkan bahwa memberi secara konsisten meningkatkan dopamin dan oksitosin, hormon yang menimbulkan rasa bahagia dan keterikatan sosial. Dalam kehidupan sehari-hari, infak bisa diwujudkan dengan menolong tetangga, menyumbang bahan pangan, atau membagikan senyum tulus.

Menahan Amarah: Emotional Regulation

Ayat ini menutup dengan janji “tidak ada ketakutan dan tidak bersedih hati”, yang berkaitan erat dengan emotional regulation atau kemampuan mengatur emosi. Menahan amarah bukan memendam perasaan. Sebaliknya, manusia belajar mengenali, memahami, dan menyalurkan amarah dengan cara yang sehat.

Bayangkan petani menghadapi hujan deras saat panen. Ia tidak bisa menghentikan hujan, tetapi dapat menyesuaikan langkahnya, menyelamatkan padi, menata alat, dan tetap melanjutkan pekerjaan. Demikian pula, kita dapat menahan amarah melalui refleksi, meditasi ringan, atau doa. Hadits Nabi Muhammad ﷺ mengingatkan:

“Orang kuat bukanlah yang pandai memukul, tetapi yang dapat menahan amarahnya ketika marah.”
— (HR. Bukhari dan Muslim)

Dengan demikian, regulasi emosi membuka ruang bagi kebijaksanaan dan ketenangan batin.

Jeritan Korban Malapetaka Banjir Aceh

Memaafkan: Forgiveness Therapy

Psikologi modern menekankan forgiveness therapy sebagai alat penyembuhan jiwa. Memaafkan membuka hati yang semula sempit karena dendam atau luka batin. Misalnya, tanah yang menyerap hujan tanpa mengeluh, lalu menyuburkan tanaman di sekitarnya, menjadi perumpamaan hati yang memaafkan.

Selain itu, memaafkan tidak berarti melupakan. Sebaliknya, kita membebaskan diri dari belenggu emosi negatif. Studi menunjukkan, individu yang memaafkan mengalami penurunan stres, tekanan darah lebih stabil, dan kualitas tidur lebih baik. Secara spiritual, hal ini sejalan dengan kebijaksanaan Ibnu Athaillah al-Sakandari: “Hati yang memaafkan adalah cermin yang bersih, menampakkan cahaya ilahi.”

Ihsan: Positive Psychology & Flourishing

Konsep ihsan, yaitu melakukan segala sesuatu sebaik-baiknya, berkaitan dengan psikologi positif. Ihsan mendorong manusia tumbuh, berkembang, dan mencapai flourishing, kondisi psikologis di mana seseorang merasa hidup bermakna, produktif, dan harmonis dengan lingkungan.

Misalnya, gamelan yang mengalun serasi di pagi hari, ihsan menyelaraskan tindakan, niat, dan rasa. Aktivitas harian, mulai dari menanam padi hingga menyeduh teh untuk keluarga, menjadi ladang ihsan jika dilakukan dengan kesungguhan, kejujuran, dan perhatian. Penelitian menunjukkan praktik ihsan meningkatkan kepuasan hidup, ketahanan mental, dan kemampuan membangun hubungan yang sehat dengan orang lain.

Penutup: Membiarkan Jiwa Mengalir Seperti Sungai

QS. Ali Imron 134, dibaca dengan lensa psikologi modern, menuntun pada perjalanan batin yang harmonis. Infak, menahan amarah, memaafkan, dan berihsan menjadi strategi hidup untuk mencapai kesejahteraan jiwa. Layaknya sungai yang mengalir ke sawah, atau hujan yang menimpa tanah kering, praktik-praktik ini menyejukkan hati, memperkaya batin, dan menumbuhkan kedamaian.

Points Rektor UGM dan Kisah Politik Ijazah Jokowi

Dengan membiarkan nilai-nilai ini meresap, ketakutan dan kesedihan perlahan menguap, digantikan rasa lega dan kepuasan yang tulus. Hati menjadi tanah subur, siap menumbuhkan benih kebaikan bagi diri sendiri dan sesama.

* Reza Andik Setiawan


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement