Opinion
Beranda » Berita » Ali Imron 134 dalam Bayangan Budaya Nusantara: Belajar Hidup dari Infak, Sabar, Memaafkan, dan Ihsan

Ali Imron 134 dalam Bayangan Budaya Nusantara: Belajar Hidup dari Infak, Sabar, Memaafkan, dan Ihsan

Petani menabur benih di sawah dengan suasana damai, simbol infak, sabar, memaafkan, dan ihsan
Ilustrasi menampilkan keseharian agraris yang harmonis, menyiratkan nilai spiritual QS. Ali Imron 134.

Al-Qur’an mengalirkan hikmah yang menuntun kita menatap dunia dengan lembut, sabar, dan penuh tata. QS. Ali Imron [3]:134 menyimpan kedalaman moral dan spiritual:

“الَّذِينَ يُنفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ”

“Orang-orang yang menafkahkan (hartanya) di waktu lapang dan sempit, menahan amarah, dan memaafkan manusia. Allah menyukai orang-orang yang berbuat ihsan.”

Ayat ini menjadi pedoman hidup yang dapat kita praktikkan setiap hari. Ia menuntun kita membangun hati, relasi sosial, dan keharmonisan batin.

Infak → Tradisi Urunan dan Gotong Royong

Infak bukan hanya memberi uang. Dalam tradisi lokal, infak tercermin dalam urunan atau gotong royong. Misalnya, tetangga membantu membangun rumah, menanam padi, atau menyiapkan hajatan kampung. Setiap butir beras yang dibagi atau jerami yang diangkat menumbuhkan kebersamaan.

Bahaya Sinkretisme dan Pluralisme Agama

Allah berfirman:

“مَن ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَاعِفَهُ لَهُ أَضْعَافًا كَثِيرَةً”

“Siapakah yang memberi pinjaman yang baik kepada Allah? Maka Allah akan melipatgandakan (pahala) bagi mereka dengan kelipatan yang banyak.” (QS. Al-Baqarah:245)

Memberi di waktu lapang dan sempit mengajarkan keseimbangan. Dengan kata lain, memberi saat berkecukupan maupun terbatas melatih kesadaran hati. Seperti hujan yang merata, infak menyuburkan tanah hati dan masyarakat.

Menahan Amarah → Laku Sabar lan Narimo

Menahan amarah seperti menjaga perapian agar bara tidak menyambar rumah. Laku ini menuntut ketenangan dan kesadaran. Contohnya, seseorang tetap sabar saat menunggu antrian panjang di pasar. Petani juga menahan kecewa saat gagal panen karena hujan tak menentu.

Jeritan Korban Malapetaka Banjir Aceh

“Orang yang kuat bukan orang yang pandai memukul, tetapi orang yang mampu menahan amarahnya.”

Sabar dan narimo menjadi tali yang menjaga hubungan antarmanusia. Mereka menenangkan jiwa, layaknya sungai yang mengalir tenang melewati lembah. Selain itu, kesabaran memperkuat ketahanan hati menghadapi ujian hidup.

Memaafkan → Falsafah Ngalah Urip Berkah

Memaafkan berarti melepaskan dan memberi ruang bagi hidup. Seperti sawah menerima hujan deras tanpa mengeluh, hati yang memaafkan menolak dendam dan menumbuhkan berkah. Ungkapan “ngalah urip berkah” menegaskan bahwa kadang melepaskan ego membawa ketenangan.

Dalam praktik sehari-hari, memaafkan bisa sederhana. Misalnya, menoleransi tetangga yang menumpahkan air ke jalan. Atau tersenyum kepada pedagang yang salah memberi kembalian. Tindakan kecil itu menumbuhkan keharmonisan dan menenangkan hati.

“Dan balasan kebaikan adalah kebaikan pula. Barangsiapa memaafkan dan memperbaiki, maka balasan itu untuk orang yang bertakwa.” (QS. Ash-Shura:40)

Points Rektor UGM dan Kisah Politik Ijazah Jokowi

Ihsan → Tata, Titi, Tentrem

Ihsan menuntun kita berbuat baik dengan teliti, hati-hati, dan penuh kesungguhan. Tentrem muncul ketika kebaikan dilakukan dengan kesadaran penuh. Misalnya, guru mengajar dengan sabar, pedagang menimbang adil, atau tetua membimbing generasi muda tanpa pamrih.

Ibnu Athaillah al-Sakandari menegaskan: “Setiap kebaikan yang dilakukan dengan kesadaran hati adalah jalan menuju ketenteraman jiwa.” Ihsan menjadi musik halus yang menata relasi manusia selaras dengan alam dan Sang Pencipta.

Penutup: Pelajaran dari Ayat yang Menyentuh Hati

QS. Ali Imron 134 mengajarkan empat dimensi kehidupan: memberi, menahan amarah, memaafkan, dan berbuat ihsan. Nilai-nilai ini menyatu dengan tradisi urunan, kesabaran sehari-hari, sikap lapang terhadap kesalahan orang lain, serta ketelitian dan ketenteraman dalam setiap tindakan.

Seperti sawah yang dibasahi hujan dan diolah dengan hati, jiwa yang menanam kebaikan akan menuai berkah. Infak, sabar, memaafkan, dan ihsan menjadi resep sederhana untuk hidup damai. Ayat ini menjadi cermin hati, meneduhkan jiwa, dan mengingatkan bahwa kebaikan yang halus, meski kecil, mampu mengubah kehidupan.

* Reza Andik Setiawan


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement