SURAU.CO. Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW adalah salah satu tradisi yang begitu hidup di tengah masyarakat Muslim, khususnya di Indonesia. Setiap tanggal 12 Rabiul Awal dalam kalender Hijriyah, umat Islam merayakan hari kelahiran Nabi sebagai bentuk rasa cinta, hormat, dan penghargaan terhadap Rasul terakhir dalam Islam. Beragam bentuk perayaan seperti pembacaan shalawat, ceramah agama, hingga kegiatan sosial menjadi ciri khas peringatan Maulid.
Namun, di balik semaraknya perayaan tersebut, terdapat dinamika pemikiran dan perbedaan pendapat yang cukup tajam di kalangan umat Islam. Ada yang menganggap Maulid sebagai bentuk kecintaan kepada Nabi yang patut dijaga, namun tak sedikit pula yang melihatnya sebagai praktik baru yang tak pernah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW, dan karenanya dinilai sebagai bid’ah.
Asal-usul Sejarah Maulid Nabi
Sejarah mencatat bahwa tradisi Maulid Nabi pertama kali dikenal luas sekitar abad ke-12, ketika Dinasti Fatimiyah berkuasa di Mesir. Pada masa itu, pemerintah setempat menyelenggarakan peringatan Maulid dengan cukup megah sebagai bagian dari penguatan identitas dan spiritualitas umat. Seiring dengan penyebaran Islam ke berbagai penjuru dunia, tradisi ini pun menjalar ke wilayah lain seperti Turki, Suriah, India, bahkan hingga ke Indonesia. Setiap daerah menyerap dan menyesuaikan perayaan ini dengan kearifan lokal mereka masing-masing.
Di Indonesia, peringatan Maulid berkembang menjadi momen penting dalam kehidupan keagamaan masyarakat. Tak hanya di pesantren atau masjid besar, Maulid juga dirayakan di kampung-kampung dengan penuh semangat. Dari marhaban, barzanji, hingga pembagian makanan sebagai sedekah, semuanya memperkaya khazanah budaya Islam Nusantara.
Ulama Pendukung Maulid: Inovasi Positif dalam Tradisi Islam
Sebagian ulama terkemuka seperti Imam Jalaluddin as-Suyuthi dan Ibn Hajar al-Asqalani adalah pendukung kuat tradisi Maulid. Menurut mereka, selama perayaan ini dilakukan dengan cara yang tidak bertentangan dengan syariat, maka hal itu justru menjadi bentuk ibadah yang bernilai pahala. Misalnya dengan memperbanyak shalawat, merenungkan sejarah hidup Nabi, dan berbagi kepada sesama.
Mereka menyebut Maulid sebagai bentuk bid’ah hasanah, atau inovasi yang baik. Dalam Islam, tidak semua bid’ah itu sesat. Jika suatu perbuatan membawa manfaat, memperkuat iman, dan tidak melanggar prinsip dasar agama, maka hal tersebut bisa diterima.
Bagi mereka yang pro sering membenarkan perayaan Maulid dengan menggunakan hadis Nabi SAW yang berbunyi: “Barang siapa yang membuat sesuatu yang baru dalam Islam berupa kebaikan, maka ia mendapat pahalanya dan pahala dari orang yang mengikutinya” (HR. Muslim).
Selain itu, mereka juga mengutip Al-Qur’an surat Yunus ayat 58, yang berbunyi: “Katakanlah: Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” Sebagian mufasir menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan “rahmat” dalam ayat tersebut adalah kehadiran Nabi Muhammad SAW itu sendiri. Maka, bergembira atas kelahiran Nabi merupakan perintah yang bersumber langsung dari Allah SWT, sebagaimana yang dikemukakan oleh Imam al-Alusi dalam Tafsir Ruh al-Ma’ani.
Ulama yang Menolak: Jaga Kemurnian Syariat
Di sisi lain, sejumlah ulama tegas menolak perayaan Maulid. Tokoh seperti Ibn Taymiyyah dan Muhammad bin Abdul Wahhab menilai bahwa Maulid adalah praktik yang tidak dikenal pada masa Rasulullah maupun para sahabat. Mereka menekankan pentingnya menjaga keaslian ajaran Islam, tanpa menambah atau mengurangi apapun dari apa yang sudah dicontohkan oleh Nabi.
Mereka sering mengutip hadis Nabi SAW: “Barang siapa mengada-adakan suatu perkara dalam urusan kami ini yang tidak berasal darinya, maka perkara itu tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim). Bagi kelompok ini, Maulid tergolong dalam perbuatan yang diada-adakan dalam agama (bid’ah), sehingga tidak diterima oleh Allah SWT.
Kelompok ini juga khawatir bahwa tradisi Maulid bisa mengarah pada ghuluw, atau sikap berlebihan dalam mencintai Nabi, yang pada gilirannya bisa menyimpang dari ajaran tauhid. Mereka mengkhawatirkan bahwa kecintaan terhadap tokoh agama berpotensi berkembang menjadi pengultusan, sebagaimana telah terjadi dalam beberapa kasus di masa lalu.
Sikap Moderat: Membangun Harmoni di Tengah Perbedaan
Di tengah perbedaan tajam antara yang pro dan kontra, muncul sikap moderat yang mencoba menjembatani kedua pandangan. Ulama-ulama moderat memahami bahwa peringatan Maulid bukan bagian dari ibadah yang bersifat tauqifiyah (harus mengikuti contoh langsung dari Nabi), tetapi lebih kepada ekspresi sosial keagamaan. Maka, mereka memperbolehkan Maulid bagi umat yang melakukan dengan niat yang tulus dan cara yang benar.
Kelompok ini juga menekankan pentingnya menjaga substansi Maulid, yaitu mengenang dan meneladani akhlak Rasulullah, bukan semata-mata rutinitas seremonial belaka. Dalam perayaan Maulid, umat Islam harus menghindari kemewahan berlebihan, hiburan yang melalaikan, dan kegiatan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Menghindari Fanatisme
Yang menjadi keprihatinan utama bukan hanya soal boleh atau tidaknya Maulid, tetapi bagaimana umat Islam bersikap dalam menghadapi perbedaan ini. Dalam Al-Qur’an, Allah telah menyinggung bahwa umat manusia awalnya satu, lalu mereka berselisih (QS. Al-Baqarah: 213). Perselisihan itu sering kali bukan karena tidak tahu kebenaran, tapi karena adanya hawa nafsu dan rasa saling iri.
Fenomena yang terjadi di masyarakat saat ini adalah munculnya kelompok-kelompok yang saling menyalahkan, bahkan sampai pada tingkat saling mengkafirkan. Dalam QS. Ar-Rum: 31-32, Allah mengkritik sikap seperti ini: “yaitu orang-orang yang memecah-belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.”
Para ulama seperti Hamka dalam Tafsir Al-Azhar dan Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah juga mengkritik sikap ini. Mereka mengingatkan agar umat Islam tidak terjebak dalam fanatisme kelompok, merasa paling benar sendiri, dan mencela orang lain yang berbeda pendapat. Sementara, kedua kelompok di atas sering memunculkan sikap berlebihan, seperti saling menuduh sesat, fasik, munafik, bahkan mengkafirkan.
Rasulullah sendiri telah mengingatkan bahwa menuduh sesama Muslim sebagai kafir adalah perbuatan yang sangat berbahaya. Dalam salah satu hadis disebutkan, “Jika seseorang menuduh orang lain dengan tuduhan fasik dan kafir, maka tuduhan itu akan kembali kepadanya jika ternyata orang tersebut tidak seperti yang dituduhkan.” (HR. Bukhari) Dalam hadist lain Nabi Saw menjelaskan, “Mencela seorang muslim merupakan kefasikan sedangkan memeranginya adalah kekufuran”. (HR. Bukhari)
Merawat Toleransi
Pada akhirnya, perayaan Maulid Nabi bukan sekadar perdebatan fiqh, tetapi juga refleksi dari dinamika umat Islam dalam merespons warisan Nabi. Bagi sebagian orang, Maulid adalah momentum memperkuat hubungan emosional dan spiritual dengan Rasulullah. Sementara, sebagian orang yang lain menganggap Maulid sebagai penyimpangan dan berusaha menghindarinya demi kemurnian agama.
Namun, satu hal yang pasti, baik yang mendukung maupun yang menolak perayaan Maulid sama-sama berangkat dari kecintaan mereka kepada Islam. Persoalannya terletak pada cara mengekspresikan cinta itu.
Sikap yang ideal adalah tetap saling menghormati dalam perbedaan. Kita bisa melakukan toleransi terhadap keyakinan umat lain, dan tentunya lebih mudah lagi melakukan toleransi terhadap saudara seagama. Jika umat Islam bisa bersatu dalam hal-hal yang prinsipil dan bersikap bijak dalam hal-hal yang cabang, maka persatuan umat bisa terjaga. Dalam QS. Al-Baqarah: 139, Allah mengajarkan: “Katakanlah: “Apakah kamu memperdebatkan dengan kami tentang Allah, padahal Dia adalah Tuhan kami dan Tuhan kamu; bagi kami amalan kami, dan bagi kamu amalan kamu dan hanya kepada-Nya kami mengikhlaskan hati,”
Semoga peringatan Maulid menjadi momen mempererat ukhuwah, memperdalam kecintaan kepada Rasulullah, dan memperkuat semangat meneladani akhlak beliau yang agung—bukan justru menjadi sumber perpecahan.
Wallahua’lam.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
