SURAU.CO. Marhaban ya Syahra Rabi’il Awwal. Selamat datang bulan Rabi’ul Awwal, bulan kelahiran Nabi Muhammad Saw. Malam Senin, 24 Agustus 2025 menjadi penanda datangnya bulan ketiga dalam kalender Hijriyah, 1447 H. Bulan ini merupakan bulan yang istimewa, penuh dengan keberkahan, dan sarat akan makna bagi umat Islam.
Di bulan penuh berkah ini, kita merayakan kelahiran Nabi Muhammad Saw yang membawa risalah Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam. Karena itu, momentum ini sekaligus menjadi kesempatan berharga untuk memperdalam cinta kita kepada beliau.
Rabi’ul Awwal: Simbol Cahaya dan Rahmat
Umat Islam sangat menantikan bulan Rabi‘ul Awwal. Pada bulan inilah, tepatnya tanggal 12 Rabi‘ul Awwal, Allah Swt melahirkan Nabi Muhammad Saw ke dunia, dan melalui kelahiran itu Allah Swt menurunkan rahmat-Nya kepada seluruh alam semesta. Malam kelahiran Nabi tampak begitu istimewa karena cahaya memancar dari langit. Dengan demikian, Allah menghadirkan Nabi Muhammad Saw sebagai anugerah terbesar bagi seluruh umat manusia.
Lebih dari itu, kelahiran Nabi Muhammad Saw bukan hanya sekadar peristiwa sejarah yang kita kenang setiap tahun. Sebaliknya, ia merupakan sumber cahaya spiritual yang senantiasa menerangi jalan hidup umat manusia. Oleh karena itu, kehadiran Rasulullah Saw membawa perubahan besar dalam peradaban. Beliau mengubah kegelapan menjadi cahaya, kebodohan menjadi ilmu, penindasan menjadi keadilan, dan kesesatan menjadi hidayah.
Merayakan Kegembiraan: Tradisi Menyambut Maulid Nabi
Umat Islam menyambut bulan Rabi’ul Awwal dengan penuh kegembiraan. Bulan ini juga dikenal sebagai bulan Maulid, bulan kelahiran Nabi Muhammad Saw. Berbagai kegiatan begitu semarak untuk mengenang dan meneladani Rasulullah Saw. Adapun tradisi yang umum dilakukan antara lain:
- Ziarah ke makam Nabi Muhammad Saw di Madinah.
- Kajian dan diskusi mengenai sirah Nabawiyah (sejarah kehidupan Nabi).
- Pembacaan kitab-kitab Maulid seperti al-Barzanji, Simthud Duror, dan lainnya.
Semua kegiatan ini adalah bentuk ekspresi cinta dan penghormatan kepada Nabi. Di pesantren, misalnya, pembacaan Maulid sering diiringi dengan musik hadrah, tari sufi dan shalawat dan suasananya terasa gembira dan khidmat menyatu dalam perayaan.
Maulid: Pandangan Ulama dan Hukumnya
Tradisi Maulid Nabi telah menjadi perhatian para ulama sejak lama. Menurut Sayyid Muhammad bin Alwi al-Maliki dalam Kitab Mafahim Yajib an Tushahhah, perayaan Maulid merupakan tradisi baik dalam masyarakat. Peringatan Maulid bukan persoalan ibadah mahdhah yang diperdebatkan keabsahannya.
Imam Jalaluddin as-Suyuthi, dari Mazhab Syafi‘i, juga menjelaskan dalam al-Hawi lil Fatawa (juz 1, h. 292): “Peringatan maulid Nabi merupakan bid‘ah hasanah yang pelakunya memperoleh pahala, sebab hal itu sebagai bentuk mengagungkan kemuliaan Nabi Muhammad Saw dan mengungkapkan rasa bahagia atas kelahiran beliau.”
Dengan demikian, Maulid menjadi sarana untuk memperkuat kecintaan kepada Rasulullah Muhammad Saw. Perayaan ini bukan hanya sekadar ritual, melainkan wujud nyata dari rasa cinta dan penghormatan.
Maulid dalam Tradisi Lokal Nusantara
Di Nusantara, peringatan Maulid Nabi berbaur dengan tradisi lokal. Contohnya, Muludhen di Madura, Bungo Lado di Minangkabau, Kirab Ampyang di Kudus, Gunungan di Jombang, dan Grebeg Maulud di Jawa. Semua tradisi ini memiliki satu inti yang sama, yaitu ungkapan syukur atas kelahiran Nabi Muhammad Saw.
Tradisi ini menunjukkan betapa kuatnya kecintaan kepada Nabi mampu menyatu dengan budaya lokal. Hal ini menghadirkan warna khas Islam nusantara yang damai, indah, dan membumi. Ini adalah bukti bahwa Islam membawa rahmat dan mampu berakulturasi tanpa kehilangan ruh spiritualnya.
Shalawat: Ungkapan Cinta dan Syukur
Umat Nabi Muhammad Saw mengekspresikan rasa syukur melalui pembacaan shalawat. Amalan ini sangat dicintai Allah Swt. Bahkan, Allah Swt dan para malaikat-Nya bershalawat kepada Nabi. Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt dalam QS. Al-Ahzab ayat 56:
اِنَّ اللّٰهَ وَمَلٰٓئِكَتَه يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّۗ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا
Latin:
Inna Allāha wa malāʾikatahu yuṣallūna ʿala an-nabiyy. Yā ayyuhā alladhīna āmanū ṣallū ʿalayhi wa sallimū taslīmā.
Terjemah:
“Sesungguhnya Allah Swt dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman! Bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.”
Shalawat adalah wujud cinta, penghormatan, dan ketaatan kepada Rasulullah Saw. Ketika Allah Swt dan para malaikat bershalawat kepada Nabi, itu menunjukkan betapa agungnya kedudukan beliau di sisi Allah Swt. Perintah untuk bershalawat adalah ajakan bagi umat Islam untuk ikut merasakan kemuliaan tersebut.
Shalawat: Menyambungkan Hati dengan Rasulullah Saw
Dengan memperbanyak shalawat, seorang Muslim menyambungkan hatinya dengan Nabi Muhammad Saw. Ini menumbuhkan rasa syukur atas diutusnya beliau sebagai rahmat bagi semesta dan akhirnya umat Islam pasti berharap akan mendapatkan syafaat di hari akhir.
Shalawat adalah pengingat bahwa kecintaan kepada Rasulullah Saw yakni bagian tak terpisahkan dari iman kepada Allah Swt. Menyambut bulan Rabi’ul Awwal bukan hanya sekadar seremonial. Ini adalah momentum untuk memperbaharui ikrar cinta, meneladani akhlak Rasulullah Saw, dan menghadirkan sunnah beliau dalam kehidupan sehari-hari.
Marhaban ya Syahra Rabī‘in al-Awwal. Semoga bulan kelahiran Nabi Muhammad Saw menjadi momentum untuk memperkuat cinta kepada Rasulullah Saw. (kareemustofa)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
