SURAU.CO – Indonesia memiliki seorang ulama besar yang namanya justru sangat harum di Afrika Selatan. Sosok itu adalah Syekh Yusuf al-Makassari. Jasanya begitu besar hingga Presiden Nelson Mandela menyebutnya sebagai salah satu putra terbaik Afrika. Hingga hari ini, masyarakat Afrika Selatan selalu memperingati hari wafatnya. Mereka menghormatinya sebagai ulama yang tekun menyebarkan ajaran Islam di sana.
Awal Kehidupan dan Pendidikan di Nusantara
Ulama karismatik ini lahir di Gowa, Sulawesi Selatan, pada 3 Juli 1626. Ia terlahir dengan nama Muhammad Yusuf. Raja Gowa memberinya nama tersebut dan kemudian mengangkatnya sebagai anak. Sejak kecil, Syekh Yusuf menunjukkan minat besar pada ilmu agama. Ia banyak belajar dari tokoh-tokoh agama terkemuka di Gowa dan Makassar. Beberapa gurunya antara lain Daeng Ri Tassamang dan Sayyid Balawi bin Abdul al-Allamah Thahir.
Menginjak usia 18 tahun, Syekh Yusuf memiliki tekad kuat untuk menuntut ilmu ke Timur Tengah. Ia memulai perjalanannya dengan singgah di Banten. Setelah memperdalam ilmunya di Banten, ia melanjutkan perjalanan ke Aceh. Di Serambi Mekkah, ia berguru kepada Syekh Nuruddin Hasanji bin Muhammad Hamid al-Quraisy Raniri. Dari gurunya inilah ia berhasil mendapatkan ijazah untuk Tarekat Qadiriyah.
Perjalanan Intelektual ke Timur Tengah
Syekh Yusuf tidak pernah melupakan tujuan utamanya. Ia pun melanjutkan perjalanan spiritualnya menuju Timur Tengah. Negara pertama yang ia tuju adalah Yaman. Di sana, ia belajar kepada Sayyid Syekh Abi Abdullah Muhammad Abdul Baqi. Ia juga menimba ilmu dari Syekh Maulana Sayed Ali. Dari kedua guru besar tersebut, ia menerima ijazah Tarekat Naqsyabandiyah dan Tarekat Ba’lawiyah.
Perjalanannya tidak berhenti di Yaman. Madinah menjadi tujuan berikutnya. Di kota suci ini, ia belajar kepada Syekh Ibrahim Hasan bin Syihabuddin al-Kurdi al-Kaurani. Gurunya itu memberinya ijazah Tarekat Syattariyah. Haus akan ilmu membawanya terus bergerak ke Damaskus. Di sana, ia berguru kepada Syekh Abu al-Barkat Ayyub al-Khalawati al-Quraisyi. Ia pun melengkapi ilmunya dengan ijazah Tarekat Khalawatiyah.
Kembali ke Tanah Air dan Perjuangan Melawan Penjajah
Setelah perjalanan panjang menimba ilmu, Syekh Yusuf memutuskan kembali ke Nusantara sekitar tahun 1665. Ia ingin mendedikasikan hidupnya untuk berdakwah di tanah kelahirannya, Gowa. Dakwahnya menjadi fondasi penting bagi perkembangan Islam di Gowa. Upayanya berhasil mengajak Raja Gowa dan sebagian besar masyarakat untuk memeluk Islam.
Selain di Gowa, ia juga aktif berdakwah di Banten. Sultan Ageng Tirtayasa bahkan memintanya menjadi mufti sekaligus penasihat kerajaan. Ketika perlawanan rakyat Banten melawan Belanda meletus, Syekh Yusuf terlibat langsung dalam perjuangan. Sayangnya, tentara Belanda akhirnya menangkapnya pada 14 Desember 1683.
Masa Pengasingan dan Dakwah di Afrika Selatan
Penjajah Belanda melihat Syekh Yusuf sebagai ancaman. Mereka kemudian mengasingkannya ke Sri Lanka bersama keluarga dan pengikutnya. Namun, semangat dakwahnya tidak pernah padam di tanah pengasingan. Setelah sembilan tahun, Belanda memindahkannya lebih jauh lagi ke Afrika Selatan pada tahun 1693.
Di luar dugaan, kedatangannya justru disambut hangat oleh pemerintah dan ulama setempat. Kehadirannya menjadi momentum penting bagi perkembangan dakwah Islam di Afrika Selatan. Selama enam tahun, ia tak kenal lelah menyebarkan ajaran Islam. Banyak warga asli Afrika Selatan yang menjadi murid dan pengikut setianya.
Pada 23 Mei 1699, Syekh Yusuf al-Makassari wafat di Afrika Selatan. Atas permintaan Sultan Abdul Jalil dari Kerajaan Gowa-Tallo, jasadnya dipulangkan. Ia kemudian dimakamkan dengan hormat di Lakiung, Gowa. Meski jasadnya kembali ke tanah air, namanya tetap abadi dan dikenang sebagai pahlawan oleh masyarakat Afrika Selatan.
Karya-Karya Monumental Syekh Yusuf al-Makassari
Selama hidupnya, Syekh Yusuf al-Makassari adalah seorang penulis yang produktif. Ia meninggalkan warisan intelektual yang sangat berharga. Berikut adalah beberapa karyanya yang terkenal:
Mathalib as-Salikin (kitab tentang ketauhidan),
Qurratul Ain (kitab tentang keseimbangan amal ibadah perbuatan dan dzikir),
Zubdatul Asrar fi Tahqiq Ba’dh Masyrabil Akhyar (kitab tentang tasawuf),
Tajul Asrar fi Tahqiq Masyrabil Arifin (kitab tentang syariat dan hakikat),
Sirrul Asrar (kitab tentang tasawuf), dan
Adabudz Dzikri (kitab yang khusus membahas tentang cara berdzikir).
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
