Pandangan masyarakat terhadap masjid mulai bergeser. Masjid tidak lagi dianggap sekadar tempat sujud. Kini, banyak masjid bertransformasi menjadi pusat kegiatan umat. Konsep ini membuka pintu bagi fungsi masjid selain tempat ibadah. Ia bisa menjadi ruang rekreasi, edukasi, hingga destinasi wisata religi yang menarik.
Meskipun terdengar modern, gagasan ini sesungguhnya memiliki akar sejarah yang kuat. Sejarah mencatat peran multifungsi masjid sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad SAW. Kala itu, masjid menjadi pusat pemerintahan, tempat pendidikan, hingga lokasi penyusunan strategi perang. Kini, semangat itulah yang coba dihidupkan kembali dalam konteks modern, dengan tujuan agar masjid kembali menjadi jantung peradaban umat Islam.
Visi Masjid yang Nyaman dan Makmur
Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla menekankan pentingnya memakmurkan masjid. Menurutnya, kemakmuran masjid bukan hanya soal bangunan megah. Kenyamanan menjadi faktor kunci untuk menarik jamaah. Masjid yang bersih, sejuk, dan ramah membuat orang betah berlama-lama.
Jusuf Kalla, yang juga Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI), berkata, “Karena itulah, maka memakmurkan masjid dan dimakmurkan oleh masjid. Itu artinya masjid harus dapat memberikan manfaat bagi kesejahteraan jamaah di sekitarnya.” Pernyataan ini menegaskan visi DMI. Mereka ingin masjid menjadi pusat kegiatan yang memberdayakan.
Kenyamanan ini sangat penting untuk menarik generasi muda. Anak-anak muda sering kali mencari tempat yang asyik untuk berkumpul. Jika masjid menyediakan fasilitas yang nyaman dan modern, mereka akan lebih tertarik datang. Mereka tidak hanya datang untuk salat. Mereka bisa belajar, berdiskusi, atau sekadar bersantai di lingkungan yang positif.
Contoh Nyata Wisata Religi di Masjid
Beberapa masjid di Indonesia telah berhasil menerapkan konsep ini. Masjid Raya Al-Jabbar di Bandung menjadi contoh fenomenal. Arsitekturnya yang unik dan megah menarik ribuan pengunjung setiap hari. Mereka datang tidak hanya untuk beribadah. Banyak yang datang untuk rekreasi bersama keluarga.
Masjid Istiqlal di Jakarta juga membuka diri sebagai destinasi wisata. Masjid terbesar di Asia Tenggara ini menawarkan tur bagi wisatawan. Pengunjung dapat melihat arsitektur megah dan belajar sejarahnya. Perpustakaan dan ruang pameran di dalamnya menambah nilai edukasi.
Hal serupa terlihat di Masjid Sheikh Zayed, Solo. Kemegahan arsitekturnya menjadi daya tarik utama. Wisatawan lokal dan mancanegara kini ramai mengunjungi masjid ini, menjadikannya sebuah ikon baru. Fenomena ini membuktikan bahwa masyarakat dapat memperluas fungsi masjid. Pada akhirnya, masjid ini mampu menggerakkan sektor wisata religi yang positif.
Perspektif Agama: Menyeimbangkan Ibadah dan Kegiatan Sosial
Perluasan fungsi masjid ini sejalan dengan ajaran Islam. Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah, KH Cholil Nafis, menjelaskan hal ini. Menurutnya, aktivitas di masjid terbagi menjadi dua. Ada ibadah mahdhah (ritual murni) dan ghairu mahdhah (sosial).
Ibadah mahdhah meliputi salat, zikir, dan membaca Al-Qur’an. Sementara itu, kegiatan ghairu mahdhah bisa sangat beragam. Contohnya seperti diskusi, belajar, kegiatan sosial, hingga rekreasi. Selama kegiatan itu bermanfaat, ia diizinkan.
KH Cholil Nafis mengatakan, “Dalam melaksanakan kegiatan yang sifatnya ghairu mahdhah, yang penting tidak mubazir dan melanggar syariah.” Kutipan ini menjadi panduan penting. Semua kegiatan harus tetap menjaga kesucian masjid. Aktivitas yang sia-sia atau bertentangan dengan syariat tentu dilarang.
Dakwah kreatif menjadi salah satu wujud kegiatan ghairu mahdhah. Masjid bisa mengadakan seminar, lokakarya, atau pameran seni Islami. Ini adalah cara efektif untuk mendekatkan masjid dengan masyarakat luas. Masjid menjadi relevan dengan kebutuhan zaman.
Menjaga Adab dan Kesucian Masjid
Meskipun terbuka untuk rekreasi, adab di dalam masjid harus tetap terjaga. Pengurus masjid perlu membuat aturan yang jelas. Pengunjung harus berpakaian sopan dan menjaga ketenangan. Area utama untuk salat harus tetap dihormati sebagai ruang sakral.
Dengan pengelolaan yang baik, fungsi rekreasi tidak akan mengganggu fungsi ibadah. Keduanya justru bisa saling melengkapi. Orang yang awalnya datang untuk berwisata bisa tertarik untuk ikut salat. Anak-anak yang bermain di halaman masjid akan terbiasa dengan lingkungan ibadah.
Pada akhirnya, menjadikan masjid sebagai pusat rekreasi adalah sebuah inovasi dakwah. Tujuannya mulia, yaitu untuk memakmurkan rumah Allah. Masjid yang hidup adalah masjid yang ramai oleh berbagai kegiatan positif. Ia menjadi tempat yang nyaman bagi semua kalangan, dari anak-anak hingga orang tua.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
