Kursi yang Menggoda, Tangan yang Menggigil
Jabatan selalu tampak manis di mata banyak orang. Ia menjanjikan kehormatan, akses, dan kesempatan untuk “mengubah dunia.” Namun, sering kali posisi itu justru menjadi panggung di mana integritas diuji. Korupsi hadir seperti bisikan halus yang menawar kenyamanan instan, sementara nurani menjerit di sudut hati. Pada akhirnya jabatan dan korupsi nampak seperti kawan seiring seperjalanan.
Fenomena jabatan dan korupsi yang identik ini bukan sekadar isu politik atau berita di layar kaca. Dalam lingkup kecil pun, setiap orang yang diberi tanggung jawab—sebagai guru, pedagang, pemimpin komunitas, bahkan orang tua—akan berhadapan dengan dilema yang sama: menjaga amanah atau tergoda menyalahgunakannya.
Seorang teman pernah berkata dalam obrolan malam di angkringan,
“Jabatan itu seperti kopi pahit. Kalau kuat meneguk, ia menghangatkan. Tapi kalau tamak menambah gula, justru merusak rasa.”
Kami terdiam. Sebab yang ia katakan tidak hanya tentang politikus di kursi tinggi, tetapi juga tentang diri kita masing-masing.
Bayangan Gelap yang Menyelinap
Al-Qur’an mengingatkan:
إِنَّ ٱللَّهَ يَأۡمُرُكُمۡ أَن تُؤدُّواْ ٱلۡأَمَٰنَٰتِ إِلَىٰٓ أَهۡلِهَا
“Sesungguhnya Allah menyuruh kalian untuk menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya.” (QS. An-Nisa: 58)
Ayat ini menegaskan bahwa jabatan pada hakikatnya bukan milik pribadi, melainkan amanah. Dalam praktik sehari-hari, banyak orang justru menjadikan jabatan sebagai “milik sendiri.” Dari situlah korupsi tumbuh.
Menurut penelitian Transparency International (2024), negara-negara dengan tingkat korupsi tinggi cenderung memiliki kualitas layanan publik rendah, ketimpangan ekonomi lebar, serta rendahnya kepercayaan sosial. Artinya, korupsi tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga meluluhlantakkan rasa percaya antarsesama.
Suara Sunyi Nurani
Korupsi tidak selalu berupa suap miliaran rupiah. Ia bisa berwujud kecil: memotong waktu kerja, memakai fasilitas publik untuk kepentingan pribadi, atau sekadar “menutup mata” pada kecurangan.
Dialog imajiner ini sering muncul di hati manusia:
-
“Ah, cuma sedikit. Tidak akan ada yang tahu.”
-
“Tapi bukankah ini bukan milikmu?”
-
“Semua orang juga melakukannya.”
-
“Namun apakah semua orang akan menemanimu di hadapan Allah kelak?”
Hadits Rasulullah ﷺ mengingatkan:
«كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ»“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Jabatan, pada akhirnya, bukan sekadar gelar. Ia adalah ruang ujian di mana nurani dipanggil untuk bertahan.
Luka Sosial Akibat Jabatan dan Korupsi
Korupsi ibarat api kecil yang membakar jerami kepercayaan. Pejabat publik yang korup meruntuhkan harapan rakyat. Guru yang tidak jujur merusak teladan murid. Pemuka agama yang tergoda harta membuat jamaah kehilangan arah.
Lebih jauh, riset psikologi sosial menyebut bahwa masyarakat yang hidup dalam budaya korupsi cenderung mengalami “moral disengagement”—yakni pembenaran mental untuk menganggap perilaku salah sebagai sesuatu yang wajar. Lama-kelamaan, batas benar dan salah menjadi kabur.
Langkah Praktis Menjaga Jabatan agar Bebas Korupsi
Kotak Langkah Praktis
-
Latih kejujuran kecil. Biasakan jujur dalam hal sepele, karena dari situlah kekuatan menolak godaan besar tumbuh.
-
Bangun komunitas anti-korupsi. Mulai dari keluarga, sekolah, hingga komunitas kecil. Budaya saling mengingatkan menjadi benteng terbaik.
-
Hidup sederhana. Semakin rendah kebutuhan gaya hidup, semakin kecil peluang tergoda korupsi.
-
Dzikir dan doa. Kekuatan spiritual adalah jangkar batin agar tidak goyah oleh bisikan dunia.
-
Transparansi. Catat, laporkan, dan buka ruang evaluasi dalam setiap amanah yang kita emban.
Renungan Singkat: Kursi Tak Dibawa ke Kubur
Pernahkah kita melihat orang yang berpulang dengan membawa kursi jabatan ke liang lahat? Tidak ada. Yang dibawa hanyalah amal. Jabatan, harta, dan gelar akan tertinggal, sementara hisab menanti.
Rasulullah ﷺ pernah berdoa:
«اللَّهُمَّ مَن وَلِيَ مِن أَمْرِ أُمَّتِي شَيْئًا فَشَقَّ عَلَيْهِمْ فَاشْقُقْ عَلَيْهِ، وَمَن وَلِيَ مِن أَمْرِ أُمَّتِي شَيْئًا فَرَفَقَ بِهِمْ فَارْفُقْ بِهِ»“Ya Allah, siapa yang mengurus urusan umatku lalu mempersulit mereka, maka persulitlah ia. Dan siapa yang mengurus urusan umatku lalu memudahkan mereka, maka mudahkanlah ia.” (HR. Muslim)
Mantra untuk Memisahkan Jabatan dan Korupsi
Pada akhirnya, jabatan hanyalah titipan singkat. Korupsi adalah jalan pintas yang menipu, sedangkan amanah merupakan jalan terjal yang menyelamatkan. Bila kita ingin negeri ini sehat, bila kita ingin anak-anak tumbuh dengan rasa percaya, maka setiap kita perlu memulainya dari diri sendiri.
Semoga Allah menjadikan kita orang-orang yang setia pada amanah, kuat menolak korupsi, dan ringan tangan menjaga keadilan.
Allahumma aj‘alna min al-aminin wa thahhir qulubana min ghururiddunya.
(Ya Allah, jadikanlah kami orang-orang yang amanah dan sucikan hati kami dari tipu daya dunia).
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
