SURAU.CO – Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering berjumpa dengan orang yang datang berkunjung ke rumah. Kadang tamu itu adalah keluarga dekat, kadang sahabat, tetangga, bahkan orang yang belum kita kenal. Dalam hal ini, Rasulullah ﷺ menekankan pentingnya memuliakan tamu sebagai bagian dari akhlak mulia seorang muslim.
Memuliakan Tamu: Tanda Orang Beriman
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam. Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini dengan jelas menegaskan bahwa memuliakan tamu bukan hanya soal etika sosial, melainkan juga cermin keimanan seseorang. Dengan kata lain, memuliakan tamu berarti menghadirkan kebaikan dan kasih sayang kepada sesama.
Lebih jauh lagi, seorang mukmin yang benar-benar percaya kepada Allah tentu sadar bahwa setiap tamu hadir dengan izin-Nya. Oleh karena itu, ia menyambut tamu dengan hati lapang dan wajah berseri-seri.
Tamu Membawa Berkah
Selain itu, dalam banyak riwayat, tamu digambarkan membawa keberkahan. Imam Asy-Syafi’i pernah berkata, “Tamu itu datang dengan rezekinya sendiri, dan pergi dengan membawa dosa-dosa penghuni rumah.” Maknanya, Allah mengirimkan tamu sebagai sarana agar tuan rumah mendapat pahala dengan cara melayaninya.
Bahkan Rasulullah ﷺ pun menegaskan bahwa kedatangan tamu membawa kebaikan. Ketika seorang tamu masuk ke rumah seorang muslim, malaikat ikut mendoakan penghuni rumah agar mendapat rahmat.
Suatu hari datanglah seorang lelaki miskin kepada Rasulullah ﷺ. Beliau tidak memiliki apa pun untuk menjamunya. Lalu beliauberkata kepada para sahabatnya, “Siapa yang mau menjamu tamu ini?” Salah seorang sahabat pun membawa tamu itu ke rumahnya. Meski hanya ada sedikit makanan untuk anak-anaknya, ia mematikan lampu pura-pura agar tamu itu makan dengan tenang. Esoknya, Allah memuji perbuatan sahabat tersebut dalam Al-Qur’an (QS. Al-Hasyr: 9).
Kisah ini menunjukkan bahwa memuliakan tamu terkadang membutuhkan pengorbanan. Namun demikian, pengorbanan itu tidak pernah sia-sia, karena Allah pasti membalasnya dengan kebaikan yang lebih besar.
Bentuk Memuliakan Tamu
Lalu, bagaimana wujud memuliakan tamu menurut Islam? Para ulama menjelaskan bahwa memuliakan tamu mencakup beberapa hal penting:
- Menyambut dengan Wajah Ceria
Rasulullah ﷺ selalu menyambut orang dengan wajah penuh senyum. Senyum saja sudah bernilai sedekah, apalagi bila ditujukan kepada tamu. Kadang-kadang orang datang dengan hati lelah, namun sambutan ramah membuat mereka merasa dihargai.
- Menyediakan Tempat yang Layak
Memberikan tempat duduk terbaik yang kita miliki termasuk adab memuliakan tamu. Tidak harus mewah, tetapi cukup menunjukkan bahwa kita peduli dengan kenyamanan mereka.
- Menyuguhkan Jamuan
Rasulullah ﷺ memberi jamuan kepada tamu. Dalam hadis disebutkan, “Hak tamu atas tuan rumah adalah menjamunya sehari semalam, dan menjamunya selama tiga hari. Lebih dari itu adalah sedekah.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadis ini menunjukkan bahwa kewajiban minimal kita adalah memberi hidangan sederhana. Apabila mampu, menjamu selama tiga hari adalah bagian dari sunnah. Namun jika lebih dari itu, maka ia bernilai sedekah tambahan.
- Tidak Membebani Tamu
Memuliakan tamu juga berarti tidak membuat mereka merasa sungkan. Tuan rumah sebaiknya tidak menunjukkan keluh kesah atau menampilkan kesemitan rezeki. Bahkan jika tak punya banyak jamuan, cukup menyajikan air putih dengan ketulusan pun sudah bernilai ibadah.
- Menjaga Rahasia dan Kehormatan Tamu
Kelima, ketika tamu datang, terkadang mereka berbagi cerita atau keluh kesah. Oleh karena itu, memuliakan tamu juga berarti menjaga rahasia itu, tidak menyebarkannya, serta menjaga kehormatan mereka.
Memuliakan Tamu di Zaman Modern
Seiring berkembangnya zaman, adab memuliakan tamu harus tetap diterapkan. Di era modern, orang sering sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Akibatnya, kita terkadang lupa betapa pentingnya menjamu tamu dengan baik. Padahal, rumah besar dan fasilitas mewah tidak ada artinya jika hati kaku dan wajah kerap muram kepada tamu.
Namun demikian, memuliakan tamu bukan berarti harus mengeluarkan biaya besar. Justru yang terpenting adalah ketulusan hati. Misalnya, ketika ada tetangga datang berkunjung, kita bisa menyapanya dengan hangat, menyediakan minuman seadanya dan berbincang dengan penuh perhatian.
Bahkan di dunia digital sekalipun, kita tetap bisa memuliakan tamu. Apa maksudnya? Saat ada yang berkunjung ke laman media sosial kita untuk menyapa, menghargai komentar mereka dengan jawaban yang baik pun termasuk bagian dari adab mulia. Meski ruangannya berbeda, prinsipnya tetap sama: menghormati orang lain dengan penuh kebaikan.
Hikmah Memuliakan Tamu
Ada banyak hikmah yang bisa dipetik dari adab ini, antara lain:
- Menguatkan silaturahmi. Hubungan keluarga dan persahabatan semakin kokoh.
- Mendatangkan pahala. Setiap jamuan dan senyum adalah sedekah.
- Membuka pintu rezeki. Allah menjanjikan keberkahan kepada rumah yang memuliakan tamu.
- Mendidik jiwa untuk ikhlas. Melayani tamu melatih kita agar tidak kikir dan selalu dermawan.
- Mencerminkan akhlak mulia. Tamu akan menilai pribadi kita dari bagaimana kita menyambut mereka.
Penutup
Memuliakan tamu adalah bagian dari iman. Rasulullah ﷺ mengajarkan bahwa iman bukan hanya diyakini di hati atau diucapkan dengan lisan, tetapi juga diwujudkan dalam perilaku, salah satunya dengan menghormati tamu.
Kita tidak pernah tahu, bisa jadi tamu yang datang membawa doa keberkahan, atau karenanya Allah melapangkan rezeki kita. Oleh karena itu, jangan sekali-kali meremehkan tamu, meski hanya mampir sebentar.
Singkatnya, rumah yang terbuka bagi tamu adalah rumah yang penuh rahmat. Senyum yang kita hadiahkan kepada tamu akan kembali sebagai kebahagiaan. Jamuan sederhana yang kita berikan akan menghasilkan pahala besar.
Semoga kita semua mampu meneladani akhlak mulia Rasulullah ﷺ dalam memuliakan tamu, sehingga rumah kita selalu dipenuhi keberkahan dan kasih sayang Allah.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
