Islam di Indonesia memiliki corak yang sangat khas. Kekhasan ini lahir dari perpaduan ajaran Islam murni dengan kearifan lokal. Dua istilah yang sering muncul dalam tradisi ini adalah tarekat dan tirakat. Keduanya merupakan pilar penting dalam praktik spiritualitas Muslim Nusantara. Masyarakat menjadikan keduanya sebagai jalan spiritual untuk mendekat kepada Sang Pencipta. Walaupun banyak orang sering menyebut keduanya secara bersamaan, tarekat dan tirakat sebenarnya memiliki makna serta praktik yang berbeda.
Memahami tarekat dan tirakat dalam Islam Indonesia membuka wawasan kita. Kita bisa melihat bagaimana ajaran agama membentuk dimensi batin yang kaya. Keduanya bukan sekadar ritual, melainkan sebuah perjalanan jiwa yang mendalam.
Apa Sebenarnya Tarekat Itu?
Secara sederhana, tarekat adalah sebuah jalan atau metode spiritual yang terorganisir. Jalan ini berada di bawah bimbingan seorang guru suci yang disebut Mursyid. Tarekat berfungsi sebagai wadah bagi para pencari spiritual (salik) untuk meniti jalan tasawuf. Tujuannya jelas, yaitu mencapai ma’rifatullah atau mengenal Allah secara hakiki.
Setiap tarekat memiliki silsilah atau mata rantai spiritual. Silsilah ini bersambung langsung hingga ke Nabi Muhammad SAW. Seorang murid yang ingin bergabung harus melalui prosesi baiat. Baiat adalah ikrar atau janji setia kepada sang Mursyid untuk mengamalkan ajaran tarekat tersebut.
Amalan utama dalam tarekat biasanya berpusat pada zikir. Para anggota tarekat secara rutin melakukan zikir bersama. Mereka melafalkan nama-nama Allah dengan metode dan jumlah tertentu. Zikir ini bertujuan membersihkan hati dari sifat-sifat tercela.
Mengenal Praktik Tirakat
Jika tarekat adalah jalan yang bersifat komunal, maka tirakat lebih bersifat personal. Tirakat adalah laku prihatin atau disiplin spiritual yang dilakukan secara individu. Praktik ini bertujuan untuk mengendalikan hawa nafsu dan meningkatkan kepekaan batin. Seseorang melakukan tirakat untuk mencapai sebuah tujuan spiritual atau hajat tertentu.
Bentuk tirakat sangat beragam. Beberapa praktik yang umum meliputi:
-
Puasa (seperti puasa mutih atau puasa dawud).
-
Mengurangi porsi tidur dan makan.
-
Memperbanyak wirid atau zikir pribadi.
-
Melakukan shalat malam (tahajud) secara rutin.
-
Menjauhi keramaian untuk berkhalwat (menyendiri).
Tirakat mengajarkan ketekunan, kesabaran, dan keikhlasan. Praktik ini melatih jiwa agar lebih kuat dalam menghadapi godaan duniawi.
Hubungan Erat Antara Tarekat dan Tirakat
Meskipun berbeda, tarekat dan tirakat seringkali berjalan beriringan. Banyak pengamal tarekat yang juga menjalankan berbagai laku tirakat. Tarekat memberikan kerangka, bimbingan, dan komunitas. Sementara itu, tirakat menjadi wujud kesungguhan pribadi dalam menempuh jalan spiritual tersebut.
Seorang Mursyid terkadang memberikan amalan tirakat khusus kepada muridnya. Amalan ini disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan spiritual sang murid. Dengan demikian, tirakat menjadi suplemen yang memperkuat perjalanan spiritual di dalam tarekat.
Seorang pengamat budaya spiritual, KH. Budi Santoso, memberikan analogi yang mudah dipahami.
“Tarekat itu ibarat kendaraan, sedangkan tirakat adalah bahan bakarnya. Keduanya penting untuk menempuh perjalanan spiritual menuju Allah. Tanpa tarekat, jalan bisa salah arah. Tanpa tirakat, kendaraan tidak akan bergerak.”
Kutipan tersebut menegaskan bahwa keduanya saling melengkapi. Tarekat menjaga agar perjalanan tidak tersesat, sedangkan tirakat memberikan energi untuk terus melaju.
Peran Sejarah dalam Spiritualitas Nusantara
Praktik tarekat dan tirakat memiliki akar sejarah yang kuat di Indonesia. Masyarakat mengenal Wali Songo sebagai para sufi yang menyebarkan Islam di awal era Jawa
Pesantren-pesantren tradisional menjadi benteng utama pelestarian tradisi ini. Di sanalah para santri tidak hanya belajar ilmu syariat. Mereka juga ditempa secara batin melalui berbagai amalan dan disiplin spiritual.”Hingga kini, banyak tarekat besar yang berbasis di lingkungan pesantren.
Tarekat dan tirakat dalam Islam Indonesia adalah bukti kekayaan spiritual bangsa. Keduanya menunjukkan bahwa Islam bukan hanya soal aturan formal (syariat), tetapi juga perjalanan batin yang mendalam (hakikat). Di tengah arus modernitas, praktik ini tetap relevan sebagai oase penyejuk jiwa. Mereka menawarkan jalan untuk menemukan ketenangan dan makna hidup sejati.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
