Kalam
Beranda » Berita » Etika Kerja dalam Islam: Menangkal Toxic Productivity dengan Konsep Keseimbangan

Etika Kerja dalam Islam: Menangkal Toxic Productivity dengan Konsep Keseimbangan

Dunia kerja modern sering kali menuntut produktivitas tinggi. Tuntutan ini terkadang melahirkan sebuah fenomena baru. Fenomena itu dikenal sebagai toxic productivity. Ini adalah obsesi tidak sehat untuk terus-menerus produktif. Orang yang mengalaminya merasa bersalah saat beristirahat. Mereka bahkan merasa cemas jika tidak melakukan pekerjaan.

Budaya ini sering dipicu oleh hustle culture. Sebuah budaya yang mengagungkan kesibukan tanpa henti. Bekerja lembur dianggap sebagai lencana kehormatan. Akibatnya, banyak orang kehilangan batas antara kehidupan kerja dan pribadi. Kesehatan mental dan fisik pun menjadi korban. Lantas, bagaimana Islam memandang etika kerja di tengah fenomena ini?

Islam hadir menawarkan pandangan yang jauh lebih seimbang dan manusiawi. Agama ini mengajarkan umatnya untuk bekerja keras. Namun, Islam juga menekankan pentingnya menjaga keseimbangan dalam hidup.

Bekerja adalah Ibadah, Bukan Beban

Dasar utama etika kerja dalam Islam adalah niat. Setiap pekerjaan yang halal bisa bernilai ibadah. Syaratnya, pekerjaan itu harus diniatkan untuk mencari rida Allah SWT. Seorang kepala keluarga yang bekerja keras adalah ibadah. Ia menafkahi keluarganya dengan cara yang baik. Seorang karyawan yang jujur juga sedang beribadah.

Konsep ini mengubah cara kita memandang pekerjaan. Bekerja bukan lagi sekadar beban untuk mencari uang. Ia menjadi ladang amal yang bernilai pahala. Dengan niat yang benar, rasa lelah saat bekerja akan terasa lebih ringan. Hal ini mendorong seseorang untuk bekerja secara profesional dan bertanggung jawab.

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Tawazun: Kunci Utama Menghindari Toxic Productivity

Prinsip terpenting dalam etika kerja Islam adalah tawazun atau keseimbangan. Islam tidak menyukai sikap yang berlebihan dalam segala hal. Termasuk dalam urusan bekerja. Allah SWT menciptakan siang untuk bekerja. Dia juga menciptakan malam untuk beristirahat. Keduanya memiliki fungsi dan haknya masing-masing.

Seorang Muslim memiliki banyak tanggung jawab. Ada hak Allah yang harus dipenuhi, seperti salat lima waktu. tubuh yang perlu istirahat dan asupan gizi. hak keluarga untuk mendapatkan perhatian dan waktu berkualitas. Mengorbankan salah satunya demi pekerjaan adalah tindakan yang tidak seimbang.

Rasulullah SAW memberikan teladan terbaik dalam hal ini. Beliau adalah seorang pemimpin negara, panglima perang, dan pedagang. Namun, beliau juga seorang suami dan ayah yang luar biasa. Beliau selalu menyempatkan waktu untuk keluarga dan beristirahat.

Bekerja Profesional Tanpa Mengorbankan Diri

Konsep keseimbangan bukan berarti menjadi pemalas. Islam justru mendorong umatnya untuk bekerja dengan itqan (profesional dan sungguh-sungguh). Saat waktu bekerja tiba, seorang Muslim harus fokus dan memberikan yang terbaik. Ia harus menyelesaikan tugas dengan tuntas dan berkualitas.

Pendakwah Ustaz Adi Hidayat menjelaskan hal ini dengan sangat baik. Beliau menekankan bahwa Islam mendorong produktivitas yang terukur dan seimbang.

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

“Produktif itu artinya mengerjakan sesuatu yang terukur, berdampak pada maslahat. Bisa maslahat dunia, bisa maslahat akhirat, bisa dua-duanya. Tapi kalau Anda melakukan sesuatu yang tidak terukur, tidak jelas, itu bukan produktif, itu aktivitas tanpa batas,” kata Ustaz Adi Hidayat.

Kutipan tersebut menegaskan perbedaan penting. Produktivitas sejati memiliki tujuan dan ukuran yang jelas. Sementara toxic productivity adalah aktivitas tanpa batas yang melelahkan. Aktivitas ini sering kali tidak membawa maslahat yang sepadan dengan pengorbanan yang diberikan.

Langkah Praktis Menuju Produktivitas yang Berkah

Menghindari jebakan toxic productivity memerlukan kesadaran dan tindakan nyata. Berikut beberapa langkah praktis berdasarkan etika kerja dalam Islam:

  1. Luruskan Niat: Mulailah setiap pekerjaan dengan niat ibadah kepada Allah.

  2. Tetapkan Batasan: Tentukan jam kerja yang jelas. Hindari membawa pekerjaan ke rumah jika tidak mendesak.

    Mengubah Insecure Menjadi Bersyukur: Panduan Terapi Jiwa Ala Imam Nawawi

  3. Prioritaskan Ibadah: Jangan menunda salat karena alasan pekerjaan. Jadikan waktu ibadah sebagai jeda untuk menyegarkan pikiran.

  4. Hargai Waktu Istirahat: Gunakan waktu di luar jam kerja untuk istirahat. Habiskan waktu bersama keluarga dan untuk pengembangan diri.

  5. Jaga Kesehatan Fisik: Ingatlah bahwa tubuh memiliki hak. Makan teratur dan tidur yang cukup adalah bagian dari syariat.

Pada akhirnya, etika kerja dalam Islam mengajarkan kita menjadi produktif secara cerdas. Bukan sekadar sibuk tanpa arah. Produktivitas yang sesungguhnya adalah yang membawa berkah. Produktivitas yang seimbang antara urusan dunia dan persiapan untuk akhirat. Dengan begitu, kita bisa meraih kesuksesan tanpa kehilangan ketenangan jiwa.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement