Kisah
Beranda » Berita » Kisah Inspiratif Dari Budak Yang Menjadi Ulama

Kisah Inspiratif Dari Budak Yang Menjadi Ulama

Kisah Inspiratif Dari Budak Yang Menjadi Ulama
Ilustrasi Budak Yang Menjadi Ulama. (Foto: Laduni.id)

SURAU.CO – Dalam sejarah peradaban manusia, banyak orang yang memandang budak dengan rendah dan memperlakukan mereka tanpa hak yang layak. Namun, Islam hadir membawa cahaya yang berbeda. Islam memuliakan setiap manusia tanpa memandang status. Islam juga membuka jalan bagi budak untuk meraih ilmu, kehormatan, dan kedudukan mulia. Sejarah mencatat banyak budak yang tumbuh menjadi ulama besar, perawi hadits, dan teladan bagi umat Islam.

Fakta ini menunjukkan bahwa Islam benar-benar memuliakan martabat manusia. Dalam pandangan Islam, budak yang berilmu jauh lebih mulia daripada orang merdeka yang jahil. Rasulullah ﷺ memberi kesempatan kepada mereka untuk belajar, bahkan mendidik mereka secara langsung. Dari tangan-tangan para budak, lahirlah generasi ulama yang menjaga warisan Rasulullah ﷺ.

Budak-Budak di Sekitar Rasulullah ﷺ

Rasulullah ﷺ memiliki beberapa budak. Namun, beliau tidak memperlakukan mereka sebagai manusia rendahan. Beliau merangkul mereka, mendidik mereka, memuliakan mereka, dan memberi hak untuk tumbuh dalam ilmu. Banyak di antara mereka yang meriwayatkan hadits, menjadi ulama, bahkan berjuang di jalan Allah. Mari kita simak kisah mereka.

1. Abu Rafi’ Al-Qibthi

Abu Rafi’ pernah menjadi budak Abbas, paman Rasulullah ﷺ. Abbas kemudian menghadiahkannya kepada Rasulullah, dan beliau memerdekakannya. Abu Rafi’ kemudian menjadi perawi hadits yang terpercaya.

Anaknya, Ubaidullah, meriwayatkan hadits darinya, begitu pula cucu-cucunya. Sejarah mencatat nama Abu Rafi’ sebagai salah satu mata rantai penyambung ilmu Rasulullah ﷺ. Ia wafat pada tahun 40 H, setelah Utsman bin Affan terbunuh.

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Kisah Abu Rafi’ menunjukkan bagaimana seorang budak berubah menjadi pewaris ilmu Rasulullah, bahkan menurunkan generasi penerus ilmu melalui anak dan cucunya, seperti Al Hasan bin Ali dan Al Fadh bin Ubaidillah.

2. Safinah

Nama aslinya Sabqah bin Mariqah. Ia berasal dari Persia lalu menjadi budak Rasulullah ﷺ. Dalam sebuah riwayat, Ummu Salamah memerdekakannya. Rasulullah ﷺ memberi julukan yang indah.

Suatu ketika, para sahabat merasa letih membawa barang dalam perjalanan. Safinah membantu memikul beban mereka. Rasulullah ﷺ bersabda kepadanya, “Bawalah, engkau adalah safinah (kapal).” Sejak itu, Safinah lebih suka memakai nama itu.

Dalam sebuah perjalanan laut, perahu yang ia tumpangi pecah. Ia berpegangan pada papan kayu hingga terdampar di daratan. Seekor singa mendatanginya. Dengan penuh keyakinan, Safinah berkata, “Wahai Abu Harits, aku Safinah, budak Rasulullah ﷺ.” Ajaib, singa itu justru menuntunnya hingga sampai ke jalan.

Safinah meriwayatkan hadits dari Rasulullah ﷺ, lalu beberapa tabi’in meriwayatkan darinya. Kisah hidupnya mengajarkan bahwa kemuliaan seorang hamba Allah tidak terletak pada status duniawi.

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

3. Zaid bin Haritsah

Kisah Zaid sangat istimewa. Orang-orang menjualnya di pasar Ukadz pada masa jahiliyah. Hakim bin Hizam kemudian membelinya untuk Khadijah, dan Khadijah menghadiahkannya kepada Rasulullah ﷺ. Beliau memerdekakannya dan begitu mencintainya hingga membuat perkiraan seperti anak sendiri.

Rasulullah ﷺ menikahkan Zaid dengan Ummu Aiman ​​dan menyatakannya sebagai saudara Ja’far bin Abi Thalib. Dalam perang Mu’tah, Rasulullah ﷺ mengangkat Zaid sebagai panglima. Beliau bersabda, “Jika Zaid gugur, maka Ja’far yang memimpin. Jika Ja’far gugur, maka Abdullah bin Rawahah.” Yang ketiga akhirnya Syahid dalam pertempuran itu.

Putra Zaid, Usamah bin Zaid, tumbuh menjadi sahabat mulia yang sangat Rasulullah ﷺ mencintai. Imam An-Nawawi mencatat bahwa Usamah meriwayatkan 128 hadits dalam Shahih Bukhari-Muslim.

Zaid, seorang budak yang berubah menjadi panglima perang, membuktikan bahwa Islam memutus rantai hinaan terhadap budak, lalunya berganti dengan kemuliaan iman dan ilmu.

4. Tsauban bin Bujdud

Tsauban berasal dari wilayah Sirah, antara Mekah dan Yaman. Orang-orang menawannya dalam peperangan lalu menjadikannya budak. Rasulullah ﷺ membeli dan memerdekakannya. Sejak itu, Tsauban setia menemani Rasulullah ﷺ, baik ketika bermukim maupun bepergian.

Mengubah Insecure Menjadi Bersyukur: Panduan Terapi Jiwa Ala Imam Nawawi

Ia meriwayatkan banyak hadits. Imam An-Nawawi menyebutkan, ia meriwayatkan 127 hadits. Dalam Shahih Muslim saja terdapat 10 hadits darinya. Tsauban wafat di Himsh pada tahun 45 H.

Kisahnya menunjukkan bagaimana seorang budak mampu menjadi perawi hadits yang ilmunya terus sampai ke generasi setelahnya.

5. Salman Al-Farisi

Kisah Salman Al-Farisi sangat masyhur dan inspiratif. Ia berasal dari Persia, anak seorang Majusi penyembah api. Pencarian kebenaran membawa kepada seorang pendeta Nasrani. Dari satu guru ke guru lain, Salman mencari cahaya iman, hingga seorang rahib terakhir berpesan kepadanya untuk pergi ke Hijaz karena akan muncul seorang Nabi di sana.

Salman pun berangkat, tetapi rombongan Arab menghianatinya dan menjualnya sebagai budak. Seorang Yahudi Bani Quraidhah  membelinya dan membawanya ke Madinah.

Di Madinah, Salman menguji Rasulullah ﷺ dengan tanda kenabian yang ia dapat dari rahib. Ia memberi sedekah, namun Rasulullah menolaknya. Ia memberi hadiah, dan Rasulullah menerimanya. Ia juga melihat tanda kenabian pada tubuh beliau. Semua tanda itu sesuai.

Sebagai budak, Salman belum bisa ikut berjihad. Rasulullah ﷺ membantunya untuk bebas dengan cara mukatabah (membayar syarat kepada majikan). Akhirnya disepakati, Ia harus menanam 300 pohon kurma dan membayar 40 auqiyah emas. Atas perintah Rasulullah ﷺ, para sahabat membantu Salman menunaikan syarat itu hingga ia merdeka.

Salman memeriwayatkan 60 hadits. Sebagian ulama menyebutkan, ia hidup hingga usia 250 tahun. Dalam perang Ahzab, ia mengusulkan strategi parit (khandaq) yang menyelamatkan kaum muslimin.

Pelajaran Berharga dari Para Budak yang menjadi Ulama

Kisah-kisah di atas memberi pelajaran berharga bagi kita:

  1. Ilmu yang lebih mulia dari pada status sosial.
    Para budak tumbuh menjadi ulama karena mereka mendapat kesempatan belajar.
  2. Islam memuliakan martabat manusia.
    Rasulullah ﷺ memperlakukan budak dan orang merdeka dengan kasih sayang yang sama.
  3. Kesempatan selalu terbuka bagi siapa saja.
    Seorang budak yang tekun menuntut ilmu bisa menjadi perawi hadits yang terpercaya.
  4. Kemerdekaan sejati ada dalam iman.
    Salman Al-Farisi membuktikan bahwa iman membawa kepada kebebasan hakiki, meskipun ia pernah menjadi budak.

Penutup

Sejarah para budak yang menjadi ulama membuktikan bahwa Islam benar-benar datang untuk memuliakan manusia. Dari tangan mereka, ilmu Rasulullah ﷺ tetap terjaga hingga sampai kepada kita.

Mereka menjadi teladan dalam kesetiaan, perjuangan, dan semangat menuntut ilmu. Dari mereka kita belajar bahwa kemuliaan tidak bergantung pada harta atau status, melainkan pada ilmu, iman, dan amal.

Maka, siapa pun kita hari ini, kita tidak punya alasan untuk berhenti menuntut ilmu. Jika para budak di masa lalu mampu menjadi ulama besar, kita pun bisa berkontribusi bagi umat dengan ilmu yang kita miliki.

(Heni: Dikutip dari berbagai Sumber)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement