SURAU.CO. Dalam kehidupan modern yang serba cepat dan penuh godaan konsumsi, banyak orang terjebak dalam gaya hidup yang berorientasi pada kesenangan sesaat. Tanpa perencanaan matang, mereka tergoda untuk ber-hutang demi memenuhi keinginan, bukan kebutuhan. Padahal, kebiasaan seperti ini dapat merusak ketenangan batin, menurunkan harga diri, bahkan menghancurkan integritas seseorang di mata masyarakat.
Islam, agama yang sangat peduli terhadap keseimbangan hidup, telah memberikan panduan jelas tentang bahaya utang, terutama ketika utang digunakan bukan untuk kebutuhan yang mendesak. Ketika seseorang mulai hidup dalam qana’ah, yaitu menerima rezeki dengan penuh syukur dan bersandar pada usaha halal, maka hatinya merasa tenteram dan pikirannya lapang. Namun, saat ia tergoda mengambil jalan pintas melalui utang untuk bersenang-senang, ia justru membuka pintu kesempitan hidup yang panjang.
Rasulullah ﷺ pernah memperingatkan umatnya dalam sebuah hadis mulia: “Jangan kalian membuat takut diri kalian sendiri padahal sebelumnya kalian dalam keadaan aman.” Ketika para sahabat bertanya maksud dari pernyataan itu, beliau menjawab, “Itulah hutang.” (HR. Ahmad)
Pernyataan ini menyimpan hikmah yang mendalam. Pada dasarnya, seseorang yang mengambil utang tanpa alasan darurat seperti kebutuhan kesehatan, pendidikan, atau keselamatan keluarga, telah mengundang kecemasan secara sukarela. Padahal sebelumnya, hidupnya bisa jadi damai karena sederhana dan mencukupi.
Hutang: Kesenangan Sesaat, Kesengsaraan Panjang
Mereka yang terbiasa hidup konsumtif sering kali mengalami ilusi kebahagiaan saat menerima dana utang. Namun, kebahagiaan ini cepat sekali menguap. Setelah uang digunakan untuk membeli barang-barang mewah atau pelesiran, yang tersisa hanyalah beban tanggung jawab dan tekanan psikologis.
Beban itu akan makin berat ketika tagihan mulai berdatangan, dan yang lebih menyakitkan, ketika kreditor atau penagih mulai mengejar, mempermalukan, bahkan menekan secara emosional. Orang yang berutang menjadi tidak bebas berbicara, tidak percaya diri dalam pergaulan, dan sering kali kehilangan kehormatan di tengah masyarakat. Ia pun rentan direndahkan, dibentak, atau dicaci karena telah kehilangan harga dirinya sebagai pribadi yang jujur dan bertanggung jawab.
Kondisi ini telah diingatkan jauh hari oleh khalifah agung Umar bin Abdul Aziz. Beliau berkata: “Aku wasiatkan kepada kalian agar tidak berutang, meskipun kalian dalam kesulitan. Sesungguhnya utang adalah kehinaan di siang hari dan kematian di malam hari. Tinggalkanlah ia, niscaya martabat kalian akan selamat, dan kalian akan tetap mulia di mata manusia selama kalian hidup.” (Umar bin Abdul Aziz dalam Ma’alim al-Ishlah wa at-Tajdid, 2/71)
Kebiasaan Berutang Bisa Merusak Integritas
Hutang bukan hanya mengganggu kenyamanan hidup, tapi juga mengikis moralitas seseorang. Banyak orang yang awalnya jujur dan bertanggung jawab, berubah menjadi pelaku kebohongan dan pengingkar janji karena tekanan utang. Mereka mulai menghindar dari penagih, memberikan alasan palsu, bahkan menciptakan kebohongan seperti mengaku sakit, kehilangan anggota keluarga, atau sedang mengalami musibah hanya agar tidak ditagih.
Rasulullah ﷺ sangat memahami potensi kerusakan ini. Oleh karena itu, beliau sendiri sering memohon perlindungan dari utang dalam doa-doanya. Dalam salah satu hadis, seorang sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, mengapa engkau sering berlindung kepada Allah dari utang?” Nabi ﷺ menjawab, “Sesungguhnya, jika seseorang terlilit utang, maka bila ia berbicara, ia akan berdusta; dan bila ia berjanji, ia akan mengingkari.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Penjelasan hadis ini dikuatkan oleh Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani yang menyatakan bahwa fenomena seperti ini memang lazim terjadi, terutama pada orang-orang yang senang bersenang-senang tanpa batas. Dalam Fathul Bari, ia menegaskan bahwa kondisi ini bukan pengecualian, melainkan kebiasaan yang umum dijumpai pada orang yang hidup dalam kesenangan tanpa kendali.
Doa Rasulullah dan Perlindungan dari Lilitan Hutang
Karena bahayanya yang begitu besar, Rasulullah ﷺ mengajarkan umatnya untuk memohon perlindungan kepada Allah dari jeratan utang dan dosa. Beliau tidak hanya memperingatkan secara lisan, tetapi juga memberikan contoh nyata dalam bentuk doa-doa yang beliau panjatkan setiap hari.
Dalam doa yang terkenal, Beliau memanjatkan: “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari azab kubur. Aku berlindung kepada-Mu dari fitnah Al-Masih Ad-Dajjal, dari fitnah kehidupan dan kematian. Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari dosa dan utang.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dengan doa ini, Rasulullah ﷺ menegaskan bahwa utang bukanlah perkara remeh. Beliau meletakkan utang sejajar dengan dosa besar lain yang dapat mengancam keselamatan seorang Muslim di dunia dan akhirat. Hal ini menunjukkan bahwa utang bisa menjadi sumber malapetaka jika tidak ditangani dengan tanggung jawab dan niat yang tulus untuk melunasi.
Dalam hadis lain, Nabi ﷺ juga berdoa: “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kegundahan dan kesedihan, dari kelemahan dan kemalasan, dari sifat pengecut dan bakhil, dari tekanan utang dan kekerasan manusia.” (HR. Bukhari)
Melalui doa ini, Nabi ﷺ mengajarkan kepada kita bahwa utang tidak hanya membawa dampak finansial, tetapi juga memengaruhi psikologis seseorang. Utang bisa memunculkan kegelisahan, menimbulkan rasa takut, dan bahkan membuat seseorang merasa tertindas. Oleh karena itu, Nabi ﷺ tidak hanya memperingatkan secara teoritis, tetapi beliau mempraktikkan doa perlindungan tersebut dalam kehidupan beliau sendiri. Ini menunjukkan betapa seriusnya ancaman utang bagi kestabilan iman dan jiwa seorang Muslim. Rasulullah ﷺ mendorong kita untuk menjaga diri dari beban utang, mengutamakan hidup sederhana, dan memperbanyak doa agar terlindungi dari segala fitnah, baik yang lahir maupun batin.
Jalan Menuju Ketenteraman Hidup
Utang sejatinya bukanlah sesuatu yang haram secara mutlak dalam Islam, namun syariat sangat menekankan kehati-hatian dalam menggunakannya. Bila memang sangat terpaksa, maka utang harus disertai dengan niat kuat untuk melunasi dan bukan untuk memuaskan gaya hidup atau memenuhi keinginan sesaat.
Kehidupan yang sederhana, qana’ah, dan penuh syukur akan jauh lebih mendamaikan daripada hidup dalam jeratan utang yang menipu. Mari jaga kehormatan diri, hindari jebakan konsumtif, dan perkuat prinsip hidup dengan nilai-nilai Islam yang menyejukkan. Semoga Allah menjaga kita semua dari lilitan utang dan memberikan kecukupan yang halal dan berkah. Aamiin.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
