Sosok
Beranda » Berita » Syekh Syamsuddin as-Sumatrani: Ulama Sufi dan Penasihat Agung Kesultanan Aceh

Syekh Syamsuddin as-Sumatrani: Ulama Sufi dan Penasihat Agung Kesultanan Aceh

SURAU.CO – Syekh Syamsuddin bin Abdullah as-Sumatrani merupakan seorang tokoh intelektual Islam terkemuka. Ia hidup pada periode akhir abad ke-16 hingga wafat pada tahun 1630 M. Namanya merepresentasikan daerah asalnya, Samudera Pasai, sehingga ia juga populer dengan sebutan Syamsuddin Pasai. Syekh Syamsuddin adalah figur ulama yang memiliki pengaruh besar dalam sejarah Kesultanan Aceh Darussalam. Ia tidak hanya terkenal sebagai seorang sufi, tetapi juga ahli dalam bidang ketatanegaraan.

Pemahaman keislaman Syekh Syamsuddin as-Sumatrani sangat mirip dengan gurunya, Syekh Hamzah Fansuri. Keduanya merupakan penganut aliran tasawuf wujudiyah, sebuah paham yang mendalami kesatuan wujud antara Tuhan dan makhluk-Nya. Ajaran ini kemudian ia kembangkan lebih lanjut dan menjadi salah satu fondasi pemikiran keagamaan di Nusantara pada abad ke-17.  Keahliannya tidak terbatas pada ilmu agama. Ia juga menguasai berbagai bahasa seperti Melayu, Arab, dan Persia.

Menjadi Mufti dan Orang Kepercayaan Sultan Iskandar Muda

Syekh Syamsuddin as-Sumatrani memegang peranan krusial di lingkungan Kesultanan Aceh. Ia menjabat sebagai mufti atau penasihat agung kerajaan. Posisinya sangat strategis, terutama pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1636). Hubungannya dengan sultan sangat dekat dan penuh kepercayaan. Bahkan, Sultan Iskandar Muda juga meminati ajaran wujudiyah oleh Syekh Syamsuddin.

Berkat kedudukannya, ia memiliki pengaruh besar terhadap raja dan rakyat Aceh. Ia tidak hanya menjadi penasihat sultan, tetapi juga seorang imam kepala dan juru bicara kerajaan. Atas keluasan ilmunya, ia dianugerahi gelar kehormatan tertinggi, yaitu “Syekh al-Islam”. Gelar ini diberikan kepada ulama, penasihat raja, dan para imam besar.

Tidak ada kepastian mengenai tanggal lahirnya, tetapi sejarawan memperkirakan ia lahir sekitar tahun 1575.Syekh Syamsuddin wafat pada 12 Rajab 1039 H atau 24 Februari 1630 M. Ia gugur ketika pasukan Aceh mengalami kekalahan dalam pertempuran melawan pasukan Portugis di Malaka.

Kisah Umar bin Khattab Menyamar

Ajaran Tasawuf Martabat Tujuh

Dalam bidang tasawuf, Syekh Syamsuddin as-Sumatrani terkenal dengan ajarannya yang disebut Martabat Tujuh.Konsep ini merupakan pengembangan dari pemikiran Ibnu Arabi yang ia pelajari dari Hamzah Fansuri. Martabat Tujuh adalah sebuah konsep yang menjelaskan tujuh tingkatan atau tahapan perjalanan spiritual untuk mendekatkan diri kepada Tuhan.

Ajaran ini menjadi inti dari paham tasawuf wujudiyah yang ia sebarkan. Konsep ini menjelaskan manifestasi (tajalli) Tuhan melalui tujuh jenjang. Beberapa karyanya, seperti Jauhar al-Haqaiq dan Nur al-Daqa’iq, secara mendalam membahas konsep Martabat Tujuh. Tujuannya adalah mencapai makrifat, yaitu pengetahuan sempurna tentang Tuhan.

Ahli Sastra dan Penerus Pemikiran Hamzah Fansuri

Selain sebagai ulama dan negarawan, Syekh Syamsuddin juga sangat mahir dalam menafsirkan karya sastra, terutama syair-syair sufistik. Ia melanjutkan dan menyebarkan ajaran-ajaran gurunya. Salah satu karyanya yang paling terkenal adalah Syarah Ruba’i Hamzah al-Fansuri. Kitab ini berisi ulasan dan penafsiran mendalam terhadap syair-syair karya Hamzah Fansuri.

Ia juga menulis Syarah Syair Ikan Tongkol, yang merupakan ulasan terhadap syair gurunya yang membahas konsep Nur Muhammad. Kemampuannya dalam menggunakan bahasa Melayu membuat karya-karyanya  secara luas oleh masyarakat pada masanya dapat menerimanya.

Meskipun banyak karyanya dibakar pada masa Sultan Iskandar Tsani karena dianggap kontroversial oleh Nuruddin ar-Raniri, beberapa kitabnya berhasil diselamatkan. Di antara karya-karyanya yang masih ada hingga kini diantaranya adalah:

Ibnu Al-Baitar: Ahli Botani dan Farmasi Muslim Abad Pertengahan

  1. Jauhar al-Haqaiq (Permata Segala Hakikat). Kitab ini sebagai karya Syekh Syamsuddin yang paling lengkap dan ditulis dalam bahasa Arab. Isinya menyajikan ajaran tasawufnya tentang “Martabat Tujuh”
  2.  Al-Harakah (Gerak). Karya singkat ini, tersedia dalam bahasa Arab dan Melayu, menjelaskan tentang ma’rifat atau Martabat Tujuh. Isinya berfokus pada konsep gerak spiritual dan perjalanan menuju pengenalan akan Tuhan.
  3. Nur al-Daqa’i (Cahaya Kebenaran yang Halus). Ditulis dalam bahasa Arab dan Melayu, kitab ini membahas rahasia ilmu ma’rifat, yang intinya adalah ajaran Martabat Tujuh.[ Isinya menguraikan tentang cahaya-cahaya ilahi yang menuntun seorang sufi dalam perjalanannya menuju Tuhan.
  4. Syarah Ruba’i Hamzah al-Fansuri (Penjelasan atas Syair-syair Hamzah Fansuri)
  5. Syarah Syair Ikan Tongkol (Penjelasan atas Syair Ikan Tongkol)

Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement