SURAU.CO – Di suatu tempat dekat Gaza, “terjadi pertempuran antara orang-orang Romawi dan kaum nomaden Muhammad”, tulis Thomas Presbyter. Ia seorang Kristen yang pada 640 M menjadi sejarawan independen pertama.“Orang-orang Romawi lari” tulis Presbyter. Kaisar Heraclius, yang masih di Syria, bersiap untuk menundukkan tentara-tentara Arab ini,. Pasukan Muslim kemudian meminta Abu Bakar ash-Shiddiq mengirim bala bantuan. Dia perintahkan jenderal terbaiknya, Khalid bin Walid, yang sedang menggempur Irak. Enam hari dia menunggang kuda menyeberangi gurun tanpa air–Khalid bin Walid tiba di Palestina tepat pada waktunya.
Khalid bin Walid Aristorat Mekkah
Menurut Simon Sebag Montefiore–penulis Jerusalem the Biography–Khalid bin Walid bin al-Mughirah al-Makhzumi adalah salah satu aristokrat Mekkah yang dulunya memerangi Nabi Muhammad, tapi setelah dia memeluk Islam. Nabi menyambut panglima yang terampil ini dan menjulukinya Pedang Allah yang Terhunus–Saifullah al-Maslul. Sejarawan Barat menyebutnya Pedang Islam. Khalid adalah salah satu dari jenderal tinggi tegap yang kemudian bergabung dengan para pejuang muslim Arab lain. Ia menyandang tampuk komando dan kemudian mengalahkan satu detasemen Byzantium di sebelah barat daya Yerusalem sebelum menyerbu Damaskus.
Nun jauh di selatan di Mekkah, ketika Abu Bakar ash-Shiddiq wafat dan digantikan oleh Umar bin Khattab, salah satu sahabat yang pertama memeluk Islam dan orang kepercayaan terdekat Nabi. Amir al-Mukminin yang baru ini sempat memanggil Khalid bin Walid ke Makkah dan mencopot jabatan Khalid bin Walid sebagai panglima pasukan muslim. Ia tidak membantah sedikitpun. Saat Heraclius mengirim satu angkatan perang untuk menghentikan kaum muslim Arab. Umar bin Khattab menunjuk panglima baru, Abu Ubaidah. Dalam kampanye perang tersebut, Khalid bin Walid bergabung kembali dengan tentara sebagai bawahannya.
Badai Pasir di Yarmuk
Setelah beberapa bulan bentrokan, orang-orang Arab akhirnya menggiring orang-orang Byzantium ke pertempuran di tengah ngarai-ngarai Sungai Yarmuk yang tak tertembus di wilayah antara Yordania, Syria dan Golan Israel saat ini. “Ini adalah salah satu perang Tuhan,” kata Khalid kepada orang-orangnya—dan pada 20 Agustus 636 M, Allah mengirim badai pasir yang membutakan orang-orang Kristen dan membuat mereka panik serta kocar-kacir di atas jurang-jurang Yarmuk.
Khalid bin Walid memotong jalur mundur mereka dan pada akhir pertempuran, orang-orang Kristen begitu terengah-engah sehingga orang-orang Muslim Arab mendapati mereka meringkuk dalam jubah-jubah, pasrah untuk dibantai. Bahkan saudara kaisar terbunuh dan Heraclius sendiri tidak pernah pulih dari kekalahan ini. Perang Yarmuk merupakan salah satu pertempuran yang menentukan dalam sejarah, yang membuat Syria dan Palestina jatuh.
Melemahnya Byzantium, Jatuhnya Yerusalem
Kekuasaan Byzantium, yang diperlemah oleh perang Persia, tampaknya runtuh seperti sebuah efek domino. Tidak jelas apakah penaklukan Muslim Arab lebih merupakan hasil dari serangan beruntun. Betapapun intensifnya penaklukan itu, ini sebuah prestasi yang mencengangkan bahwa kontingen-kontingen kecil penunggang onta Arab ini, sebagian kontingen hanya berkekuatan 1.000 orang, telah mengalahkan legiun-legiun Romawi Timur.
Di Palestina, Yerusalem sendiri bertahan di bawah pemimpin gereja Sophronius, seorang intelektual Yunani yang memuja Yerusalem. Dalam puisinya ia memandang Yerusalem sebagai “Zion, Zion Pemancar Cahaya Alam Raya”. Dia hampir tak percaya akan musibah yang menimpa orang-orang Kristen.
Saat berkhotbah di Gereja Kuburan Suci, dia mengecam dosa-dosa orang Kristen dan kejahatan-kejahatan orang Arab, yang dia sebut Sarakenoi dalam bahasa Yunani—Saracen:
“Dari mana perang-perang melawan kita ini? Dari mana invasi-invasi barbar yang berlipat ganda? Orang-orang kotor Saracen tak ber Tuhan telah merebut Bethlehem. Orang-orang Saracen telah bangkit melawan kita dengan semangat seperti binatang karena dosa-dosa kita. Mari kita koreksi diri kita sendiri.”
Akan tetapi semua sudah sangat terlambat. Orang-orang Arab sudah mengincar kota itu, yang mereka sebut Ilya (Aelia, nama Romawi). Komandan pertama mereka dalam pengepungan Yerusalem adalah Amr bin Ash, yang setelah Khalid bin Walid, merupakan jenderal terbaik pasukan Muslim dan seorang petualang terhebat dari kalangan bangsawan Mekkah.
Amr bin Ash, seperti para pemimpin Arab lainnya, mengenal dengan sangat baik area itu: dia bahkan memiliki tanah di dekat sana dan pernah mengunjungi Yerusalem semasa muda. Tapi, ini bukan sejenis penaklukkan untuk sekadar mendapatkan harta rampasan. Khalid dan para jenderal lain bergabung dengan Amr bin Ash di sekeliling tembok. Akan tetapi, angkatan perang Arab mungkin terlalu kecil untuk menyerbu kota itu dan di sana tampaknya tidak terjadi perang.
Jaminan Beribadah bagi Orang Kristen Yerusalem
Sophronius tak mau begitu saja menyerah tanpa jaminan toleransi dari sang Amir al-Mukminin sendiri. Amr bin Ash menyarankan untuk mengatasi masalah ini dengan menyodorkan Khalid. Akan tetapi mereka menolaknya, sehingga Umar bin Khattab harus datang langsung ke Yerusalem.
Sang Amir al-Mukminin menginspeksi seluruh tentara Muslim Arab di Golan. Kemudian orang-orang Yerusalem mungkin menjumpai Umar di sana untuk menegosiasikan penyerahan mereka. Orang-orang Kristen Monofisit, yang mayoritas di Palestina, cenderung membenci orang-orang Byzantium. Para Pemeluk Islam Awal itu menurut Simon Sebag Montefiore, tampaknya senang memberi kebebasan beribadah kepada sesama penganut monoteisme.
Mengikuti tuntunan al-Quran, Umar bin Khattab menawarkan Yerusalem sebuah perjanjian. Penyerahan yang menjanjikan toleransi keagamaan kepada orang Kristen dengan imbalan pembayaran jizyah–pajak atau kewajiban finansial. Pajak ini hanya dibebankan kepada non-Muslim (ahlul dzimmah) yang tinggal di wilayah pemerintahan Islam. Begitu perjanjian disepakati, Umar bin Khattab meninggalkan Yerusalem.
Jatuhnya Byzantium tidak lepas dari kejeniusan taktik perang Khalid bin Walid. Jumlah pasukan Muslim Arab yang kalah jumlah dibanding legiun Romawi Timur telah dikompensasi dengan kombinasi fleksibilitas formasi pasukan, kecepatan kavaleri, pengobaran semangat tempur, serangan kejutan, dan pemanfaatan kondisi alam Yarmuk yang saat itu dilanda badai pasir. Sehingga pantaslah Rasulullah menggelarinya dengan Saifullah al-Maslul.(St.Diyar)
Referensi: Simon Sebag Montefiore, Jerusalem the Biography, 2011.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.