SURAU.CO–Umar bin Ahmad Baraja (w. 1980-an) lahir dari keluarga ulama Hadhramaut. Beliau menulis banyak kitab yang mendidik anak-anak dan remaja agar tumbuh dengan akhlak Islam. Salah satu karyanya, Akhlaq lil Banat, khusus ditujukan bagi perempuan muda. Tujuannya jelas: membentuk pribadi beradab, penuh kasih, dan siap menjadi cahaya dalam keluarga serta masyarakat.
Kitab ini tidak berdiri sebagai bacaan akademik kering. Justru, ia menghadirkan cerita sederhana namun menyentuh, sehingga setiap pelajaran bisa langsung diamalkan. Karena itu, banyak madrasah dan pesantren di Nusantara menggunakannya untuk menanamkan etika budi pekerti sejak dini.
1) Menolong Tetangga: Pintu Kasih Sayang
Kitab ini menampilkan kisah tentang anak perempuan yang memperhatikan keadaan tetangganya. Ia menjenguk tetangga yang sakit, membantu yang lapar, dan menyapa dengan ramah. Sikap itu membuka pintu kasih sayang yang luas.
Penulis mengingatkan dengan pepatah Arab:
“الجَارُ قَبْلَ الدَّارِ”
“Pertimbangkanlah tetangga sebelum memilih rumah.”
Rasulullah ﷺ pun menegaskan pentingnya tetangga:
“مَا زَالَ جِبْرِيلُ يُوصِينِي بِالْجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ”
“Jibril terus-menerus berwasiat kepadaku tentang tetangga, hingga aku mengira bahwa tetangga akan diberi hak waris.” (HR. Bukhari-Muslim)
Karena itu, ketika kita mengabaikan tetangga, kita sejatinya menutup salah satu pintu kebaikan. Sebaliknya, saat kita hadir untuk mereka, maka Allah pun menurunkan rahmat-Nya.
2) Zubaidah yang Lalai, Halimah yang Beradab
Dalam cerita kitab ini, Zubaidah muncul sebagai sosok yang sering berperangai buruk. Ia tidak peduli pada tetangganya, bahkan kerap menyakiti hati orang-orang di sekitarnya. Akibatnya, ia dijauhi oleh lingkungan.
Sebaliknya, kitab menggambarkan Halimah sebagai anak beradab. Ia ramah, penuh kepedulian, dan menjaga hubungan baik dengan tetangga. Ia menunjukkan bahwa akhlak tidak berhenti di dalam rumah, tetapi meluas ke luar rumah.
Al-Qur’an menegaskan:
“وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ…” (النساء: 36)
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu. Berbuat baiklah kepada orang tua, kerabat, anak yatim, orang miskin, tetangga yang dekat maupun tetangga yang jauh…”
Ayat ini menegaskan bahwa berbuat baik kepada tetangga berdiri sejajar dengan berbuat baik kepada orang tua dan kerabat. Maka, jelas bahwa adab bertetangga merupakan fondasi akhlak sosial.
3) Kekuatan Solidaritas: Dari Rumah ke Masyarakat
Kitab ini menunjukkan bahwa kebaikan kecil di lingkup tetangga dapat tumbuh menjadi kekuatan besar bagi masyarakat. Anak-anak yang terbiasa menolong tetangga akan menjadi pribadi peduli.
Halimah memperlihatkan teladan itu. Ia menyapa, menolong, dan tidak menyakiti tetangga. Sikap sederhana itu menciptakan suasana rumah yang penuh berkah. Sebaliknya, Zubaidah akhirnya belajar dari kesalahannya, karena masyarakat tidak bisa menerima orang yang egois.
Di dunia modern, kita bisa melihat perkampungan yang guyub, RT yang kompak, atau desa yang rukun. Semuanya tumbuh dari praktik kecil: saling menjaga tetangga.
Hikmah Hidup Bertetangga
Kisah pertolongan tetangga dalam Akhlaq lil Banat mengingatkan kita bahwa tetangga bukan sekadar orang yang bersebelahan, melainkan mitra hidup.
- Tolong-menolong menumbuhkan kasih sayang.
- Kezaliman membawa penyesalan.
- Adab sederhana membuka pintu ridha Allah.
Singkatnya, kebaikan kepada tetangga bukanlah pilihan tambahan, melainkan kewajiban akhlak.
Mari kita renungkan: sudahkah kita menyapa tetangga hari ini? Sudahkah kita mengetuk pintu rumah mereka ketika melihat kesulitan?
اللَّهُمَّ اجْعَلْنَا جِيرَانًا صَالِحِينَ، وَاجْعَلْنَا نَسْكُنُ بَيْنَ أُنَاسٍ يُحِبُّونَ فِي اللهِ وَيَتَرَاحَمُونَ بِسَبَبِكَ. آمِينَ.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
