Mode & Gaya
Beranda » Berita » Perlawanan Gen Z Dari Penjajahan Kecantikan Kolonial

Perlawanan Gen Z Dari Penjajahan Kecantikan Kolonial

penjajahan kecantikan

Kecantikan Sebagai Alat Kekuasaan

Surau.co Kecantikan sering disebut sebagai hal subjektif. Namun, kenyataannya, ia banyak dibentuk oleh sejarah, budaya, dan kekuasaan.

Di Indonesia, standar kecantikan dipengaruhi kolonialisme, globalisasi, dan media sosial. Perempuan sering diukur berdasarkan kulit putih, tubuh langsing, dan wajah mancung.

Akibatnya, banyak yang terjebak pada citra sempit. Bahkan, tubuh mereka berubah menjadi arena kuasa. Inilah bentuk nyata penjajahan kecantikan.

Kulit Putih: Warisan Penjajah

Standar kulit putih muncul sejak kolonialisme Belanda dan Jepang. Saat itu, kulit terang dianggap lambang kekuasaan dan status sosial.

Sebaliknya, kulit gelap dicap sebagai milik kelas bawah. Narasi itu terus hidup melalui iklan pemutih dan filter digital.

Fenomena Suami Takut Istri: Meneladani Sikap Sahabat Nabi dan Psikologi Modern

Padahal, kulit khas Indonesia memiliki keunggulan alami. Misalnya, lebih tahan sinar matahari dan jarang berfreckles. Sayangnya, bayang-bayang kolonial masih kuat menekan generasi saat ini.

Wajah Oriental dan Pengaruh Globalisasi

Setelah era kolonial, Jepang memperkenalkan citra perempuan Asia berkulit cerah. Globalisasi memperkuat tren ini lewat budaya populer Korea Selatan.

Kini, wajah tirus, mata besar, dan hidung mancung menjadi standar baru. Produk kosmetik Korea, operasi plastik, hingga tren make up idol terus memengaruhi anak muda.

Namun, standar itu berbahaya. Operasi plastik tidak hanya berisiko medis, tetapi juga mengikis identitas diri. Dengan demikian, wajah oriental hadir sebagai bentuk penjajahan gaya baru.

Media Sosial dan Kompleks Inferioritas

Media sosial memperluas dominasi standar kecantikan. Filter yang memutihkan kulit atau meniruskan wajah membuat orang sulit menerima dirinya sendiri.

Budaya Workaholic: Mengancam Kesehatan Tubuh dan Kualitas Ibadah

Algoritma media sosial menciptakan citra ideal yang seragam. Sejumlah penelitian menyebut, paparan konten kecantikan digital membuat remaja lebih rendah diri.

Bahkan, aplikasi pengenal wajah sering gagal mengenali orang berkulit gelap. Ini memperlihatkan diskriminasi pola yang berbahaya. Kecantikan pun berubah menjadi mesin eksklusif, hanya berlaku bagi sebagian orang.

Gerakan Melawan dari Gen Z

Meski begitu, muncul perlawanan dari generasi muda. Gen Z tidak hanya menerima diri, mereka juga melawan narasi dominan.

Aktris Asmara Abigail menjadi contoh. Ia percaya diri tampil dengan kulit gelap dan rambut alami. Ia menegaskan bahwa kecantikan tidak pernah tunggal.

Di media sosial, Gen Z bergerak dengan cara berbeda. Mereka melawan melalui humor, konten satir, dan kampanye digital. Beberapa tren populer menjadi penanda perubahan.

Frugal Living: Seni Hidup Sederhana dan Secukupnya

Pertama, tren “unhinged girl era” di TikTok. Perempuan merayakan kebebasan dengan menolak ekspektasi bahwa mereka harus tenang dan sempurna.

Kedua, kampanye pro-choice. Melalui slogan “My Body, My Rules”, Gen Z menegaskan hak penuh atas tubuh mereka. Perbincangan soal aborsi aman dan kontrasepsi juga semakin terbuka.

Ketiga, gerakan body positivity. Kini tidak sekadar menerima tubuh, tetapi juga merayakan keunikan. Stretch mark, rambut ketiak, hingga tubuh gemuk tampil sebagai bentuk ekspresi.

Keempat, penggunaan TikTok dan Instagram sebagai senjata utama. Narasi perlawanan menyebar lewat konten kreatif. Misogini, iklan pemutih, hingga budaya kencan toksik dibongkar dengan cara yang ringan namun tajam.

Menuju Kecantikan yang Merdeka

Dari masa kolonial hingga era digital, perempuan selalu ditekan standar kecantikan sempit. Namun, generasi baru menunjukkan arah berbeda.

Gen Z menggunakan keberanian, kreativitas, dan media digital untuk melawan. Mereka menegaskan bahwa kecantikan bukan kewajiban, melainkan pilihan sadar.

Merdeka dari penjajahan kecantikan berarti berani tampil otentik. Bukan meniru penjajah, bukan tunduk pada algoritma. Pada akhirnya, kecantikan sejati adalah keberanian menjadi diri sendiri (Samsul elfusto)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement