Kehadiran kecerdasan buatan (AI) kini bukan lagi sekadar fiksi ilmiah. Teknologi ini telah merasuki berbagai sendi kehidupan. Sektor pendidikan nasional pun menghadapi tantangan besar. Kita harus beradaptasi dengan cepat. Jika tidak, sistem pendidikan kita akan tertinggal jauh. Namun, di tengah gempuran teknologi, bagaimana peran pendidikan Islam dalam membentengi karakter generasi masa depan?
Era disrupsi ini menuntut respons yang cerdas dari dunia pendidikan. Dr. M. Samsuri, S.Pd., M.T., selaku Plt. Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi, menegaskan pentingnya adaptasi. Beliau melihat AI sebagai sebuah keniscayaan yang harus dihadapi.
“Era AI telah tiba, pendidikan harus mampu beradaptasi agar tidak tertinggal. Kita harus melihatnya sebagai peluang, bukan ancaman,” ujar Samsuri.
Pernyataan ini menggarisbawahi bahwa penolakan terhadap teknologi bukanlah pilihan. Sebaliknya, institusi pendidikan harus proaktif. Mereka perlu mengintegrasikan AI sebagai alat bantu pembelajaran. Tujuannya adalah untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses belajar mengajar. AI dapat membantu personalisasi materi pelajaran. Setiap siswa bisa belajar sesuai dengan kecepatan dan gayanya sendiri.
Peran Guru yang Tak Tergantikan
Banyak pihak khawatir AI akan menggantikan peran guru. Kekhawatiran ini cukup beralasan. AI mampu menyajikan informasi lebih cepat dan luas. Namun, esensi pendidikan jauh lebih dalam dari sekadar transfer pengetahuan. Di sinilah peran seorang pendidik menjadi sangat krusial.
Samsuri memberikan pandangan yang menenangkan. “Guru tidak akan tergantikan oleh AI, tetapi guru yang tidak mau beradaptasi dengan teknologi akan tergantikan,” tegasnya.
Pandangan ini sejalan dengan konsep pendidikan Islam. Dalam Islam, seorang guru bukan hanya seorang mu’allim (pengajar). Ia juga seorang murabbi (pembimbing dan pemelihara) serta muaddib (pembentuk adab dan akhlak). AI mungkin bisa menjadi mu’allim yang hebat. Namun, ia tidak akan pernah bisa menjadi murabbi dan muaddib.
Tugas menanamkan empati, kebijaksanaan, dan akhlak mulia ada di pundak guru. Sentuhan manusiawi, keteladanan, dan hubungan emosional antara guru dan murid tidak dapat didigitalkan. Inilah benteng utama yang membuat profesi guru tetap relevan selamanya.
Pendidikan Karakter sebagai Fondasi Utama
Kemajuan teknologi sering kali membawa tantangan etika. Informasi yang melimpah dapat menyesatkan jika tidak disaring dengan bijak. Oleh karena itu, pendidikan karakter atau akhlakul karimah menjadi fondasi yang lebih penting dari sebelumnya. AI dapat mengolah data, tetapi tidak memiliki hati nurani. Ia tidak dapat mengajarkan perbedaan antara yang hak dan yang batil.
Pendidikan Islam menempatkan akhlak sebagai puncak dari ilmu. Tujuannya adalah membentuk insan kamil, yaitu manusia paripurna yang cerdas secara intelektual dan matang secara spiritual. Di sinilah sinergi dapat terjadi. Manfaatkan AI untuk mengakselerasi penguasaan ilmu pengetahuan. Sementara itu, peran guru dan sistem pendidikan Islam diperkuat untuk membangun karakter yang kokoh.
Siswa harus diajarkan cara menggunakan AI secara bertanggung jawab. Mereka perlu dibekali kemampuan berpikir kritis (tafakkur). Kemampuan ini memungkinkan mereka memilah informasi dan memanfaatkannya untuk kebaikan.
Menyiapkan Generasi Unggul di Masa Depan
Untuk menghadapi masa depan, siswa tidak cukup hanya cerdas. Mereka memerlukan serangkaian keterampilan baru. Keterampilan seperti berpikir kritis, kreatif, kolaboratif, dan komunikatif menjadi sangat vital. Kurikulum pendidikan, termasuk di lembaga pendidikan Islam, harus mulai mengintegrasikan pengembangan keterampilan ini.
AI dapat menjadi mitra dalam proses tersebut. Misalnya, AI bisa menyajikan studi kasus kompleks untuk dianalisis siswa. AI juga dapat memfasilitasi proyek kolaborasi antar sekolah di berbagai belahan dunia. Namun, bimbingan guru tetap menjadi kunci untuk memastikan prosesnya berjalan efektif dan sarat akan nilai-nilai luhur.
Pada akhirnya, masa depan pendidikan di era AI adalah tentang keseimbangan. Kita menyambut inovasi teknologi dengan tangan terbuka. Namun, kita juga harus menggenggam erat nilai-nilai kemanusiaan dan spiritual. Pendidikan Islam menawarkan kerangka kerja yang solid untuk menciptakan keseimbangan ini. Tujuannya jelas: melahirkan generasi yang tidak hanya cakap teknologi, tetapi juga berakhlak mulia dan siap menjadi pemimpin masa depan.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
