Sejarah
Beranda » Berita » Pengibaran Bendera Merah Putih Pertama Di Tanah Muna

Pengibaran Bendera Merah Putih Pertama Di Tanah Muna

Pengibaran bendera merah putih

JEJAK MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN DI MUNA.

Soekarno dan Hatta membacakan proklamasi atas nama bangsa Indonesia di Jalan Pegangsaan Timur No.56 Jakarta. Namun kabar proklamasi itu belum tersebar luas hingga ke pelosok negeri. Moh. Hatta berpesan pada B.M Diah – seorang wartawan yang hadir dalam perumusan teks proklamasi. Mereka memperbanyak teks proklamasi dan menyebarluaskan beritanya ke penjuru dunia untuk menginformasikan kemerdekaan Indonesia kepada masyarakat internasional.

Kabar tersebut tak lantas membebaskan negeri ini dari rongrongan penjajah. Tentara Sekutu Australia dan Nederlandsch Indie Civiele Administratie (NICA). Pemerintahan Sipil Hindia Belanda berniat mengembalikan pemerintahan sipil dan hukum kolonial Hindia Belanda selepas kapitulasi Jepang.

Melalui Syahruddin, berita tersebut sampai kepada Waidan B. Palenewan – Kepala Bagian Kantor Radio Domei. Ia memerintahkan pembacaan berita proklamasi tiap setengah jam sekali hingga pukul empat sore. Penyebaran berita tersebut sempat memicu kemarahan Jepang.

Kegigihan dan kelihaian anak negeri berhasil melawan berbagai insiden yang terjadi. Sehingga banyak daerah yang akhirnya mendapat informasi tentang proklamasi tersebut.

Islam Mengharamkan Segala Bentuk Kezaliman

Seorang Jepang di wilayah Sulawesi Tenggara menerima kabar proklamasi tersebut melalui radio. Adalah Kabasima Taico, yang merupakan Komandan Tentara Jepang di Kolaka. Kabasima Taico, yang kemudian bernama Mansur, dan temannya, Sukri, bergabung dengan pemuda Kolaka. Untuk menentang pendudukan NICA, dan menolak pulang ke Jepang bersama tawanan perang lainnya.

Perlahan informasi menyeruak pada khalayak. Idea Heiso dan Sadamitsu Heiso menyebarkan kabar proklamasi di kalangan Heiho dan Kaigun di Kendari. La Ode Ipa menerima kabar tersebut saat proses penyerahan kekuasaan di Muna. Di Buton, kabar proklamasi tiba melalui pelayar-pelayar Wakatobi yang baru kembali setelah dua minggu berada di Pulau Jawa dan Bangka.

Tokoh Pencetus Perjuangan dan Pergerakan

NICA, berupaya membuat Negara Indonesia Timur. Dalam faktualnya merupakan negara boneka buatan Belanda. Masyarakat Muna menentang hal tersebut.

Salah seorang Tokoh pencetus Perjuangan dan Pergerakan pada saat itu adalah La Ode Muhamad Idrus Effendy. Barisan Dua Puluh atau Batalyon Sadar (Sarekat Djasa Rahasia) menjadi saluran penerimaan kabar tersebut.

Barisan Dua Puluh merupakan inti pasukan yang sekaligus bertugas sebagai pelopor dan pengerak dalam lingkungannya masing-masing. Untuk mencari anggota yang rela dan siap berjuang mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.

Islam Larang Makan-Minum dengan Bejana Emas atau Perak. Kenapa?

Pemuda dari empat unsur organisasi di Raha mendirikan Barisan Dua Puluh pada tanggal 27 Agustus 1945. OPRI, PETA, PMI, Eks HEIHO masing-masing unsur direkrut sebanyak lima orang, sehingga berjumlah 20 orang. La Ode Muhamad Idrus Effendy memimpin musyawarah para pemuda pejuang.

Setiap dari dua puluh orang mencari lima kawan, dan masing-masing kawan itu mencari lima lagi, sehingga tercipta sistem lima-lima. Dengan sistem ini personil Barisan Dua Puluh semakin hari semakin bertambah.

Dalam memperkuat posisinya, Barisan Dua Puluh menjalin hubungan dengan tokoh-tokoh pejuang di Kolaka dan Kendari. Terutama dengan kelompok yang bergabung dalam PRI-PKR Kolaka dan Pemuda Merah Putih – untuk mengadakan serangan serempak di empat daerah yaitu Muna, Kendari, Kolaka, dan Buton dengan waktu penyerangan 25 Oktober 1948 secara frontal, terbuka dan serempak.

Barisan Dua Puluh melakukan upaya dengan mengadakan kontak ke markas LAPRIS di Polobangkeng dan menemui Mr. Tajuddin Noor di Makassar. Mereka kemudian mengorganisir diri menjadi organisasi ketentaraan dan membangun hubungan dengan Angkatan Laut Republik Indonesia di Jawa Timur melalui Sersan Mayor Abdul Hamid Langkosono, putra Muna.

Kesatuan Barisan Dua Puluh

La Ode Muhamad Idrus Effendy dan Sersan Mayor Abdul Hamid Langkosono menemui para petinggi militer ALRI di Lawang, Jawa Timur, termasuk Sutrisno, Warow, Jetamboto, Nefrou Teuge, Hasan Rala, dan Hamzah Tuppu, yang saat itu menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan Laut Republik Indonesia pertama.

Aspirasi Terbungkam Oleh Vandalisme, Cak Nun: Jangan sampai Perjuanganmu Merusak yang Diperjuangkan

Pertemuan dengan petinggi militer Angkatan Laut Republik Indonesia membuahkan hasil dengan bergabungnya kesatuan Barisan Dua Puluh dengan Kesatuan Divisi I Kru “X” Brigade D-81 kesatuan IX Komando Group Seberang Pangkalan VII Surabaya RI.

Batalyon sadarLetnan Kolonel Hamzah Tuppu memberikan surat perintah kepada La Ode Muhamad Idrus Effendy selaku Komandan Batalyon Sadar untuk :

1. Mengadakan infiltrasi.
2. Mengadakan perlawanan tersier.
3. Mereka menggempur posisi Belanda.

Setelah menerima surat perintah dari Letnan Kolonel Hamzah Tuppu, pada bulan Agustus 1946 La Ode Muhamad Idrus Effendy kembali ke Raha dengan menumpang Kapal Perahu Bunga Melati dan berlabuh di pelabuhan Lapasilao Bonea.

Segera setelah kedatangannya di Raha, La Ode Muhamad Idrus Effendy langsung mengadakan pertemuan dengan Wakil Komandan Barisan Dua Puluh Taeda Ahmad dan menyampaikan perintah Kepala Staf ALRI untuk mengadakan perlawanan tersier di Muna, untuk itu segera membentuk formatur Batalyon Sadar.

Komandan Batalyon Sadar dan La Ditu berangkat ke Makassar untuk menemui Mr. Tadjuddin Noor, anggota parlemen Negara Indonesia Timur yang mendukung perjuangan menuju NKRI, guna mencari bantuan persenjataan karena Batalyon Sadar hanya memiliki lima karaben dan satu pistol rampasan Jepang.

Batalyon Sadar Di Onderafdeling

Setelah melihat dengan teliti surat perintah dari kepala staf ALRI, Mr. Tadjuddin Noer menyerahkan lima pucuk senjata karaben buatan Jepang dan sepuluh buah granat tangan (Dokumen Strategi Perjuangan Batalyon Sadar).

Sejak saat itu, Barisan Dua Puluh merupakan organisasi ketentaraan, pada tanggal 12 Mei 1947 atas inisiatif La Ode Muhamad Idrus Effendy bersama teman-teman seperjuangannya, terguratlah jejak pejuang gagah berani dari Tanah Muna, yakni Kelaskaran Batalyon Sadar.

Untuk menghadapi segala kemungkinan yang terjadi sehubungan dengan kedatangan tentara Sekutu (Australia) yang membonceng personil-personil Belanda, Batalyon Sadar membentuk struktur Organisasi dan kompi-kompi Batalyon Sadar di wilayah Onderafdeling Muna.

1. La Ode Muhamad Idrus Effendy memimpin Kompi Staf dengan bantuan Taeda Achmad dan La Ditu, dan mereka bermarkas di Oeno Wolio Labalano.
2. Abdul Manik memimpin Kompi I dengan bantuan La Ode Ndiri dan La Mpada, dan mereka bermarkas di Lapasilao, Distrik Katobu.
3. Alifin Tjoa mengepalai Kompi II Katobu Utara di Hutan Kombungo dengan bantuan Abdul Gani M dan La Parasili.
4. Karaele mengepalai Kompi III di Katilombu Saungkaghito, Katobu Selatan Barat, dengan bantuan La Ode Paminta dan La Udo.
5. Tasi Alimin mengepalai Kompi IV di Motewe Langkolome, Distrik Wakorumba, dengan bantuan La Ode Nasiri dan La Ode Bariu.
6. La Ode Ganiru mengepalai Kompi V di Bonerombo Lambale, Distrik Kulisusu/Buton Utara, dengan bantuan La Ogo dan La Ode Alihi.

Mereka melancarkan Muna Affair dengan mengerahkan gerakan infiltrasi, demonstrasi, agitasi, dan propaganda melalui semua kompi.

Pembubaran Negara Indonesia Timur

Mereka melakukan demo pembubaran Negara Indonesia Timur (NIT) buatan Belanda dan menyebarkan pamflet-pamflet propaganda di kota Raha dengan nama samaran Siiti Goldaria, yang mengklaim bahwa TNI akan segera mendarat di Muna dari beberapa jurusan.

Pihak NICA (Belanda) menjadi cemas akibat tindakan ini, dan satu peleton KNIL di bawah Sersan Tuhumuri enggan meninggalkan kota Raha.

Batalyon Sadar melakukan hal ini untuk menahan tentara KNIL Belanda agar tidak keluar kota, karena KNIL kerap melakukan penyiksaan terhadap masyarakat di luar kota, sehingga menimbulkan kesengsaraan dan penderitaan bagi rakyat Muna.

Setelah menyusun taktik dan strategi secara militer, Batalyon Sadar juga menggunakan cara-cara politik dalam menghadapi Belanda yaitu memberikan penjelasan terhadap masyarakat tentang arti kemerdekaan. Menumbuhkan rasa nasionalisme.

Mereka berjuang membangkitkan kesadaran rakyat Muna tentang realitas pahit penjajahan di Indonesia.

Mereka melancarkan aksi sabotase dengan memutus kabel telepon, menghancurkan jembatan penting, dan membakar karung goni berisi hasil alam yang akan dikapalkan ke Belanda. Serta pemogokan buruh-buruh yang bekerja di proyek koltir jati di Bonea milik Boschwezen.

Pengibaran Bendera Merah Putih

Batalyon Sadar mengadakan rapat-rapat rahasia yang dilakukan pada malam hari bertempat di areal pekuburan tua Wa Mponiki (makam orang tua La Ode Muhamad Idrus Effendi) yang terletak di sebelah utara kota Raha dengan nama kode lokasi Astana Buntu.

Dalam rapat yang dilakukan membicarakan informasi terbaru tentang kekuatan Belanda, jumlah keanggotaan Batalyon Sadar yang semakin bertambah serta strategi perjuangan selanjutnya.

Dalam meyakinkan masyarakat Muna bahwa perjuangan yang dilakukan adalah mempertahankan kemerdekaan Indonesia, maka pada tanggal 16 Oktober 1946, dilakukan pengibaran bendera merah putih yang pertama di Muna.

Bendera merah putih yang akan dikibarkan dibawa oleh La Tela salah seorang anggota Batalyon Sadar. Ia memasukan bendera merah putih kedalam sebatang bambu panjang, kemudian ditutup dengan Tabako Wuna (rokok tradisional Muna).

Pengibaran bendera merah putih dilaksanakan sekitar pukul sepuluh pagi tanggal 16 Oktober 1946 di Tampo.

Markas Legium Veteran

Dalam pergulatan fisik, Batalyon Sadar menyita semua persenjataan kepolisian Negara Indonesia Timur di Muna, menahan para kontra yang bekerja sama dengan Belanda yang tidak menghendaki kemerdekaan Republik Indonesia (Dokumen Markas Legiun Veteran Kabupaten Muna Markas Cabang).

Selama persiapan gerakan Batalyon Sadar pada Oktober 1947, Kompi II di bawah pimpinan Alifin Tjoa Goan Tjeng di Hutan Kombungo mengalami insiden tragis: La Salepa, salah satu anggota, tewas tertembak.

Sersan Thumuri dan pasukan elite 151 KNIL Belanda melakukan penembakan yang menewaskan La Salepa.

Insiden penembakan bermula ketika Sersan Tuhumuri bersama anggota pasukan mengadakan patroli di Desa Bonea sambil meminta pajak pada masyarakat dan mengambil kayu jati yang ada didaerah itu.

Dalam insiden tersebut, La Salepa ditembak karena memimpin pemogokan buruh, dan saat ditangkap tetap membungkam dan melakukan aksi tutup mulut ketika ditanya tentang keberadaan pasukan Batalyon Sadar lainnya disekitar Desa Bonea.

Ia pun menghembuskan nafas terakhirnya sebagai pejuang pergerakan kemerdekaan (secara de facto) dan dimakamkan di Hutan Kombungo. (La Ramili, wawancara 1 Februari 2018). “Hansuru Badha Sumanokono Hansuru Liwu – Lebih Baik Hancur Badan Daripada Hancur Kampung”

Sumber : Sejarah Masa Revolusi Fisik Daerah Sulawesi Tenggara – Departemen Pendidikan Kebudayaan 1979/1980 – Perjuangan La Ode Muhamad Idrus Efendy Dalam Mempertahankan Kemerdekaan Republik Indonesia Di Muna : 1945-1949 oleh Salebaran (http://journal.fib.uho.ac.id/index.php/history/article/view/462) – Dokumen Sejarah Kronologis Perjuangan Ex Batalyon Sadar
Dokumen Markas Legiun Veteran Kabupaten Muna Markas Cabang – https://pustakakabanti.wordpress.com/2019/08/23/kapten-la-ode-muhammad-idrus-effendy-adalah-pejuang-revolusi-rakyat-muna/  – Beberapa Wawancara. Dirgahayu yang ke 77 Republik Indonesia! Kato 🇮🇩 (La Ode Muharam Naadu)

× Advertisement
× Advertisement