Nahdlatul Ulama (NU) kembali menyuarakan sikap tegasnya. Mereka mengecam keras kekerasan yang terjadi di Palestina. Namun, sikap ini bukanlah hal baru. Dukungan NU untuk Palestina memiliki akar sejarah yang sangat dalam. Jejaknya bahkan sudah tercatat jauh sebelum Indonesia merdeka.
Solidaritas ini merupakan warisan para pendiri bangsa. Mereka menanamkan nilai kemanusiaan dan keadilan. Bagi NU, isu Palestina bukan sekadar konflik regional. Isu ini adalah tentang perjuangan martabat dan kemerdekaan sebuah bangsa. Oleh karena itu, konsistensi dukungan terus terjaga dari generasi ke generasi.
Akar Sejarah: Muktamar NU 1938 di Menes
Jejak kepedulian NU tercatat jelas pada Muktamar ke-13. Forum tertinggi NU itu berlangsung di Menes, Banten, pada tahun 1938. Saat itu, para kiai dan ulama berkumpul. Mereka tidak hanya membahas persoalan keagamaan domestik. Mereka juga menaruh perhatian besar pada nasib bangsa Palestina.
KH Mahfudz Shiddiq menjadi salah satu motor penggerak. Beliau menyoroti situasi genting di Timur Tengah. Para ulama sadar akan pentingnya solidaritas internasional. Inisiatif ini kemudian mendapat dukungan penuh dari tokoh besar lainnya. Salah satunya adalah KH Abdul Wahab Chasbullah.
Hasilnya, muktamar melahirkan sebuah komite khusus. Komite itu bernama “Lajnah Sualal Falistin al-Wusto”. Tugas utamanya adalah menggalang dukungan untuk Palestina. Salah satu aksi nyata mereka adalah pengumpulan dana. Dana yang terkumpul kemudian dikenal sebagai “Dana Palestina”. Langkah ini membuktikan kepedulian NU sudah nyata sejak awal.
Konsistensi Sikap Lintas Generasi
Semangat Muktamar 1938 tidak pernah padam. Warisan kepedulian ini terus dipegang oleh para pemimpin NU selanjutnya. Di era kepemimpinan KH Said Aqil Siroj, PBNU juga aktif menyuarakan dukungan. Mereka secara konsisten menolak segala bentuk penjajahan dan kekerasan di tanah Palestina.
Kini, KH Yahya Cholil Staquf memimpin PBNU untuk mempertegas sikap tersebut. PBNU tidak hanya mengecam, tetapi juga mendorong dunia internasional bertindak. Mereka mendesak semua pihak agar segera menghentikan kekerasan. Solusi damai harus menjadi prioritas utama.
Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf, menyatakan sikap resminya. Beliau menegaskan bahwa semua bentuk kekerasan harus dihentikan.
“PBNU menyerukan agar kekerasan segera dihentikan dan mendesak masyarakat internasional, khususnya PBB, untuk mengambil langkah-langkah yang lebih efektif dan adil guna membantu penyelesaian sengketa Palestina-Israel secara damai berdasarkan resolusi-resolusi PBB yang telah disepakati,” ujar Gus Yahya.
Pernyataan ini menunjukkan posisi NU yang jelas. Dukungan mereka didasarkan pada hukum internasional. NU mendukung solusi dua negara sebagai jalan keluar yang adil.
Penegasan Kembali Komitmen Bersejarah
Komitmen NU yang bersejarah ini kembali ditegaskan. Sekretaris Jenderal PBNU, H Saifullah Yusuf (Gus Ipul), memperkuat pernyataan tersebut. Ia menyebut bahwa sikap PBNU saat ini adalah kelanjutan dari tradisi panjang. Sejak dulu, NU selalu berada di garda terdepan dalam membela Palestina.
Gus Ipul menjelaskan bahwa NU tidak pernah bergeser dari posisinya. Dukungan ini lahir dari amanat konstitusi dan nilai-nilai kemanusiaan universal.
“Sikap PBNU saat ini tidak berubah dan sejalan dengan sikap NU sejak dulu dalam menyikapi persoalan Palestina,” kata Gus Ipul.
Pernyataan ini menggarisbawahi konsistensi organisasi. Bagi NU, membela Palestina adalah panggilan sejarah. Ini adalah wujud nyata dari perjuangan melawan penjajahan di atas dunia. Perjuangan ini sejalan dengan amanat Pembukaan UUD 1945. NU akan terus mengawal perjuangan ini hingga Palestina meraih kemerdekaan penuh. Solidaritas ini adalah bukti bahwa NU hadir untuk perdamaian dunia.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
