Opinion
Beranda » Berita » Para Penggemar Musik

Para Penggemar Musik

Para Penggemar Musik

Para Penggemar Musik.

 

Di zaman sekarang, musik telah menjadi bagian dari gaya hidup. Dari anak kecil hingga orang dewasa, hampir setiap hari telinga mereka akrab dengan musik. Ada yang memutarnya saat belajar, bekerja, bahkan ketika hendak tidur. Mereka menyebut diri mereka sebagai penggemar musik sejati.

Namun, apakah mereka pernah bertanya: “Apa yang membuat hatiku lebih nyaman, musik atau Al-Qur’an?”

Cinta yang Salah Tempat

Manusia memang memiliki fitrah untuk mencintai keindahan suara. Tetapi, ketika cinta itu diarahkan hanya kepada musik, bukan kepada kalam Allah, maka hati pun akan semakin jauh dari hidayah.

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu pernah berkata tentang ayat QS. Luqman: 6:
“Demi Allah yang tiada Tuhan selain-Nya, yang dimaksud dengan ‘lahwal hadits’ (perkataan sia-sia) adalah nyanyian.”

Jika para sahabat Nabi saja mengingatkan bahaya nyanyian, bagaimana dengan kita yang menghabiskan waktu berjam-jam mendengarkannya?

Penggemar Al-Qur’an

Bayangkan bila kecintaan yang kita curahkan untuk musik itu dialihkan kepada Al-Qur’an. Seharusnya kita menjadi penggemar Al-Qur’an:

Rindu mendengar tilawah indah.
Mengulang-ulang ayat sebagaimana orang mengulang lagu favorit.
Menghafal surah sebagaimana orang hafal lirik.
Menangis ketika mendengar ayat sebagaimana orang larut dalam nada.

Bukankah itu jauh lebih mulia?

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Renungan untuk Para Pecinta Musik

Para penggemar musik sering merasa hidupnya hampa tanpa alunan nada. Tetapi, pecinta Al-Qur’an justru merasakan ketenangan hakiki dengan kalam Allah. Musik hanya menenangkan sesaat, sedangkan Al-Qur’an menenteramkan hati hingga ke alam barzakh.

Allah ﷻ berfirman:
“Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’d: 28)

Penutup: Para penggemar musik mungkin bangga dengan koleksi lagu dan konser yang mereka ikuti. Tapi di hadapan Allah, yang akan menjadi penolong hanyalah bacaan Al-Qur’an, bukan musik dunia.

Mari kita alihkan kegemaran dari musik menuju Al-Qur’an. Jadilah penggemar sejati firman Allah, bukan sekadar penggemar suara manusia.

“Ya Allah, jadikan hati kami lebih merindu Al-Qur’an daripada musik, lebih terikat dengan dzikir daripada lagu-lagu dunia.”

Mengubah Insecure Menjadi Bersyukur: Panduan Terapi Jiwa Ala Imam Nawawi

 

 


Musik Menutup Mata Hati.

Musik, dalam pandangan banyak orang, dianggap sebagai hiburan, pelepas penat, bahkan pengiring aktivitas sehari-hari. Namun, Islam mengajarkan kita untuk berhati-hati terhadap sesuatu yang tampak ringan tetapi mampu melalaikan hati dari Allah. Salah satunya adalah musik dan nyanyian yang berlebihan.

Hati, Pusat Cahaya Iman

Rasulullah ﷺ bersabda:
“Ketahuilah bahwa di dalam jasad ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baiklah seluruh jasad. Dan jika ia rusak, maka rusaklah seluruh jasad. Ketahuilah, itu adalah hati.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hati adalah pusat keimanan. Hati yang hidup akan mudah tersentuh dengan ayat-ayat Allah, mudah menangis ketika mendengar nasihat, dan ringan untuk beribadah. Sebaliknya, hati yang tertutup akan sulit menerima kebenaran, bahkan cenderung keras dan enggan tunduk pada perintah-Nya.

Musik yang Menutup Hati

Banyak ulama salaf menegaskan bahwa musik bisa menjadi salah satu penghalang terbukanya hati terhadap hidayah. Ibnu Qayyim al-Jauziyah rahimahullah berkata:
“Musik adalah sahabat setia syahwat dan penutup hati dari Al-Qur’an. Ia adalah minuman bagi jiwa yang lalai dan hijab bagi hati yang jauh dari Allah.”

Tak jarang, seseorang bisa berjam-jam larut dalam musik, tetapi merasa berat ketika membaca satu halaman Al-Qur’an. Musik membuat hati lalai, memalingkan dari zikir, bahkan memupuk rasa cinta dunia yang berlebihan.

Al-Qur’an vs Nyanyian

Allah ﷻ berfirman:
“Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan.” (QS. Luqman: 6)

Sebagian besar mufasir, termasuk Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, menafsirkan ayat ini dengan nyanyian dan musik. Karena nyanyian mengisi telinga dan hati, sehingga Al-Qur’an tidak lagi memiliki ruang di dalamnya.

Menjaga Kebersihan Hati

Musik tidak selalu dalam bentuk instrumen. Ia bisa hadir lewat lirik yang melalaikan, tontonan yang memancing syahwat, atau alunan yang membuat kita lupa waktu. Sedikit demi sedikit, hati pun tertutup dari cahaya iman.

Hati yang tertutup adalah musibah besar. Sebab, jika telinga lebih sering mendengar nyanyian daripada tilawah, maka nasihat agama pun akan terasa hambar. Bahkan bisa jadi, seseorang lebih hafal lirik lagu daripada ayat Al-Qur’an atau doa sehari-hari.

Penutup: Musik yang melalaikan hanyalah kenikmatan semu. Ia seperti fatamorgana—menyenangkan sesaat, tetapi menjerumuskan di kemudian hari. Sementara Al-Qur’an adalah cahaya abadi yang menghidupkan hati.

Mari kita bertanya kepada diri sendiri: mana yang lebih sering kita dengarkan, musik atau ayat Allah? Semoga Allah membersihkan hati kita dari kelalaian, menjadikannya lembut dengan zikir, dan bercahaya dengan Al-Qur’an.

“Ya Allah, jadikanlah hati kami selalu hidup dengan iman, tenang dengan zikir, dan tunduk pada kebenaran-Mu.” (Iskandar)

 


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement