Sosok
Beranda » Berita » KH. M. Zainuddin Abdul Madjid, Ulama dan Pahlawan Nasional dari Lombok

KH. M. Zainuddin Abdul Madjid, Ulama dan Pahlawan Nasional dari Lombok

SURAU.CO – KH. M. Zainuddin Abdul Madjid merupakan seorang ulama besar dari Lombok, Nusa Tenggara Barat. Masyarakat Lombok sangat menghormatinya. Mereka memberinya gelar Maulana Syekh Tuan Guru. Ia adalah tokoh sentral pendiri Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah. Organisasi ini menjadi tonggak pendidikan Islam di NTB. Atas jasa besarnya, pemerintah menganugerahinya gelar Pahlawan Nasional Indonesia.

Masa Kecil dan Pendidikan Awal

Maulana Syekh lahir pada 5 Agustus 1898 di Pancor, Lombok Timur. Saat kecil, ia memiliki nama Muhammad Saggaf. Nama tersebut terinspirasi dari dua ulama besar dari Hadramaut dan Magrabi. Namun, sang ayah mengganti nama itu setelah mereka menunaikan ibadah haji. Nama barunya adalah Muhammad Zainuddin. Sang ayah terinspirasi oleh seorang ulama Malaysia yang mengajar di Masjidil Haram, yaitu Syekh Muhammad Zainuddin Serawak.

Zainuddin muda menempuh pendidikan formal di Sekolah Rakyat Negara. Ia berhasil menamatkan studinya pada tahun 1919. Selain itu, ia juga aktif menimba ilmu dari para ulama terkemuka di Lombok. Beberapa gurunya antara lain Tuan Guru Haji Syarafuddin, Tuan Guru Haji Muhammad Sa’id, serta Tuan Guru Abdullah bin Amaq Dulaji.

Perjalanan Menuntut Ilmu di Makkah

Pada usia 15 tahun, Zainuddin berangkat ke Makkah. Tujuannya untuk berhaji dan memperdalam ilmu agama. Kedua orang tuanya, Tuan Guru Haji Abdul Madjid dan Hajah Halimah Sa’diyah, turut mengantarnya. Ayahnya menemaninya selama dua musim haji. Sementara ibunya menetap di Makkah bersamanya. Sang ibu kemudian wafat di Makkah dan dimakamkan di Pemakaman Ma’la.

Meskipun berduka, Zainuddin tetap teguh melanjutkan studinya. Di Makkah, ia belajar kepada ulama-ulama besar. Di antaranya adalah Syekh Muhammad Amin al-Qutbi dan Sayyid Muhsin al-Falimbani.

KH. Abdullah Umar Al-Hafidz: Sosok Ulama Penjaga Al-Qur’an dari Semarang

Kisah Rendah Hati di Madrasah al-Shaulatiyah

M. Zainuddin Abdul Madjid dikenal sebagai pribadi yang rendah hati. Ia selalu memiliki semangat belajar yang tinggi. Suatu ketika, ia ingin mendaftar di Madrasah al-Shaulatiyah yang bergengsi. Setiap calon murid wajib mengikuti tes penempatan kelas. Hasil tes menunjukkan Zainuddin layak masuk ke kelas 3.

Namun, ia menolak hasil tersebut. Zainuddin justru meminta untuk ditempatkan di kelas 2. Alasannya sangat sederhana. Ia ingin memperdalam ilmu alat, yaitu nahwu dan sharaf. Pihak madrasah awalnya merasa heran. Syekh Hasan Masysyath, seorang guru besar, berkata, “Dia sangat cerdas dan menguasai ilmu agama. Mengapa harus masuk ke kelas 2?”

Karena keinginannya yang kuat, madrasah akhirnya mengabulkan permintaan itu. Selama belajar, prestasi Zainuddin sangat istimewa. Ia berhasil menyelesaikan studi hanya dalam waktu 6 tahun. Padahal, waktu belajar normal di madrasah tersebut adalah 9 tahun.

Kembali ke Lombok dan Membangun Peradaban

Setelah lulus, ia sempat kembali ke Makkah selama dua tahun. Ia menemani adiknya, H. Muhammad Faisal, dan terus belajar. Ia memperdalam ilmu fikih kepada Syekh Abdul Hamid Abdullah al-Yamani. Setelah itu, ia pulang ke tanah kelahirannya, Lombok.

Di Lombok, ia memulai perjalanan dakwahnya. Masyarakat pun menyambutnya dengan hangat. Mereka memberinya julukan Tuan Guru Bajang. Dakwahnya menyentuh semua lapisan masyarakat. Ia berhasil mengubah wajah Lombok menjadi lebih religius. Lombok yang dulu sepi dari lembaga pendidikan Islam, kini dikenal sebagai “Pulau Seribu Masjid”.

Menggali Peran Pemuda dalam Riyadus Shalihin: Menjadi Agen Perubahan Sejati

Pada tahun 1934, ia mendirikan Pondok Pesantren al-Mujahidin. Ia juga mendirikan dua madrasah penting. Pertama, Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah (NWDI) untuk putra pada 1937. Kedua, Nahdlatul Banat Diniyah Islamiyah (NBDI) untuk putri pada 1943. Ia juga memperkenalkan sistem pendidikan modern. Ia mengganti sistem halaqah dengan sistem kelas yang menggunakan meja dan kursi.

Perjuangan Kemerdekaan dan Kiprah Politik

Jiwa perjuangan Maulana Syekh juga sangat bergejolak. Ia turut aktif dalam perjuangan merebut kemerdekaan. Organisasi Nahdlatul Wathan tidak hanya bergerak di bidang pendidikan. Organisasi ini juga peduli terhadap kondisi bangsa. Ia menggerakkan semangat juang para pemuda Lombok. Ia lalu membentuk gerakan bernama Gerakan al-Mujahidin.

Gerakan ini berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Pada 7 Juli 1946, ia memimpin langsung penyerbuan melawan militer NICA di Selong. Setelah Indonesia merdeka, ia aktif di dunia politik. Ia terpilih sebagai anggota konstituante dari Partai Masyumi pada Pemilu 1955. Namun, pada tahun 1980-an, ia memutuskan untuk mundur dari politik. Ia ingin kembali fokus pada dakwah dan pendidikan.

Warisan Abadi Sang Maulana Syekh

KH. M. Zainuddin Abdul Madjid adalah sosok multidimensi. Ia seorang pelopor pendidikan Islam, pejuang kemerdekaan, dan ulama kharismatik. Namanya kini diabadikan sebagai nama bandara di Lombok. Bandar Udara Internasional Zainuddin Abdul Madjid menjadi pengingat atas jasanya. Pada 9 November 2017, negara secara resmi menetapkannya sebagai Pahlawan Nasional Indonesia.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement