SURAU.CO – Kasih sayang adalah kebutuhan dasar setiap manusia. Ia bagaikan udara yang menghidupkan hubungan sosial dan menjadi penopang harmoni dalam kehidupan. Sayangnya, di tengah era modern yang serba cepat ini, rasa sayang sering tergerus oleh ego, kompetisi, dan kesibukan. Banyak orang lebih sibuk mengejar pencapaian materi daripada meluangkan waktu untuk memahami dan mencintai sesama. Padahal, Islam telah memberikan teladan agung dalam diri Nabi Muhammad ﷺ, sosok yang diutus bukan hanya sebagai pembawa risalah, tetapi juga sebagai pembimbing akhlak penuh kasih sayang.
Allah SWT secara tegas menyebutkan dalam Al-Qur’an:
“Dan tidaklah Kami mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam.” (QS. Al-Anbiya : 107).
Ayat ini bukan sekadar pujian, melainkan penegasan misi hidup beliau. Nabi Muhammad ﷺ adalah rahmat yang mengalir bagi siapa saja, baik kawan maupun lawan, muslim maupun non-muslim, manusia maupun makhluk lainnya.
Kasih Sayang yang tanpa diskriminasi
Salah satu keistimewaan Nabi Muhammad ﷺ adalah kemampuannya menebar kasih sayang tanpa diskriminasi. Sejarah mencatat, beliau begitu lembut terhadap anak-anak, penuh hormat kepada orang tua, dan ramah kepada orang asing. Bahkan terhadap musuh yang pernah menyakiti dan memusuhinya, beliau tetap menunjukkan kelembutan hati.
Kisah penaklukan Makkah menjadi bukti nyata. Saat itu, banyak orang Quraisy yang khawatir akan dibalas dendam. Namun, Nabi ﷺ berkata, “Pergilah, kalian bebas” . Kalimat ini tidak hanya menandakan pengampunan, tetapi juga menumbuhkan rasa aman di hati mereka yang sebelumnya hidup dalam ketakutan. Ini adalah teladan bahwa kasih sayang sejati bukan sekedar membalas kebaikan, melainkan juga memaafkan kesalahan.
Kasih Sayang dalam Keluarga
Kasih sayang Nabi ﷺ juga tampak jelas dalam kehidupan rumah tangganya. Beliau adalah sosok yang penuh perhatian kepada istri-istrinya, membantu pekerjaan rumah, dan menyapa mereka dengan kata-kata lembut. Kepada anak dan cucunya, beliau memberi contoh bahwa kasih sayang adalah bahasa universal yang melampaui usia.
Anas bin Malik, salah satu sahabat yang lama melayani Nabi ﷺ, berkata: “Aku tidak pernah melihat seseorang yang lebih penyayang kepada keluarganya daripada Rasulullah ﷺ.” (HR.Muslim).
Beliau sering memangku cucunya, Hasan dan Husain, bahkan di tengah khutbah Jumat beliau turun dari mimbar untuk memeluk keduanya ketika melihat mereka berjalan tertatih. Ini membuktikan bahwa di mata beliau, kasih sayang kepada keluarga tidak kalah pentingnya dengan urusan publik.
Kasih Sayang sebagai Dasar Kepemimpinan
Di bidang kepemimpinan, Nabi Muhammad ﷺ menanamkan kasih sayang sebagai fondasi mengatur umat. Beliau mendengarkan keluhan rakyat, menolak hidup mewah, dan selalu mengutamakan kepentingan bersama. Bahkan ketika memimpin perang, beliau mengingatkan pasukan untuk tidak merusak lingkungan, tidak membunuh anak-anak, perempuan, orang tua, atau hewan yang tidak mengganggu.
Sahabat Jarir bin Abdullah pernah berkata: “Rasulullah ﷺ tidak pernah menolak permintaan seseorang.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Prinsip kepemimpinan yang berlandaskan kasih sayang seperti ini seharusnya menjadi inspirasi bagi para pemimpin masa kini. Pemimpin yang berempati, mau mendengar, dan mengutamakan kemaslahatan bersama akan lebih dihormati daripada mereka yang hanya fokus pada kekuasaan.
Menumbuhkan Kasih Sayang di Era Modern
Pertanyaannya sekarang, bagaimana kita dapat menumbuhkan kasih sayang seperti yang dicontohkan Nabi Muhammad ﷺ di tengah kehidupan modern yang individualistis?
Pertama, dimulai dari keluarga. Kasih sayang yang dipupuk di rumah akan menjadi fondasi karakter anak. Mengucapkan kata-kata lembut, memeluk, dan menghargai anggota keluarga adalah langkah sederhana yang memiliki dampak besar.
Kedua, luaskan empati kepada sesama. Nabi ﷺ mengajarkan bahwa seorang muslim sejati adalah mereka yang mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri. Artinya, peduli terhadap penderitaan orang lain, baik secara langsung maupun tidak langsung, adalah wujud nyata dari kasih sayang.
Ketiga, jaga lisan dan perbuatan . Banyak hubungan yang retak bukan karena perbedaan besar, tetapi karena kata-kata kasar dan perilaku yang melukai hati. Nabi ﷺ mengajarkan agar kita berkata baik atau diam. Prinsip ini sangat relevan di era media sosial, di mana kata-kata dapat menyebar dengan cepat dan berdampak luas.
Keempat, melatih kesabaran. Kasih sayang tidak akan tumbuh tanpa kesabaran. Nabi ﷺ menghadapi cercaan, fitnah, dan pengkhianatan, tetapi beliau tidak membalas dengan kebencian. Kesabaran adalah pupuk yang menyuburkan pohon kasih sayang.
Menghidupkan Semangat Kasih Sayang Nabi
Meneladani kasih sayang Nabi Muhammad ﷺ bukanlah sekedar menggambarkan kisah beliau, melainkan menghidupkannya dalam perilaku sehari-hari. Kita bisa memulainya dari hal kecil: tersenyum kepada orang lain, membantu tanpa pamrih, dan memaafkan kesalahan.
Di tengah maraknya konflik, polarisasi, dan kebencian, menghidupkan kasih sayang adalah bentuk jihad yang mulia. Kasih sayang bukan tanda kelemahan, namun kekuatan yang mampu mempersatukan hati, memanaskan permusuhan, dan melahirkan kedamaian.
Nabi Muhammad ﷺ telah memberi kita peta jalan. Tinggal kita yang menentukan, apakah akan berjalan mengikuti petunjuk itu atau justru tersesat dalam ego dan kepentingan pribadi.
Kasih sayang adalah inti dari risalah kenabian. Nabi Muhammad ﷺ tidak hanya mengajarkan, tetapi juga menanamkan kasih sayang dalam setiap aspek kehidupannya. Dari keluarga, masyarakat, hingga kepemimpinan, beliau selalu menempatkan kelembutan hati di atas kekerasan. Jika kita menginginkan dunia yang lebih damai, hubungan yang lebih harmonis, dan kehidupan yang lebih bermakna, maka tidak ada jalan lain selain menumbuhkan kasih sayang dalam diri, dengan menjadikan dirinya sebagai suri teladan.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
