Pendidikan
Beranda » Berita » Cinta Tanah Air dalam Timbangan Iman dan Syariat

Cinta Tanah Air dalam Timbangan Iman dan Syariat

Cinta Tanah Air dalam Timbangan Iman dan Syariat

Cinta Tanah Air dalam Timbangan Iman dan Syariat.

“Apakah cinta tanah air termasuk dari keimanan?” kerap menjadi perbincangan hangat, apalagi di tengah suasana nasionalisme yang menguat atau di saat munculnya propaganda yang berlawanan. Dalam gambar yang kita baca, Al-‘Allamah Ibnu Utsaimin rahimahullah memberikan penjelasan penting yang perlu diluruskan secara ilmiah dan bijak.

Asal Mula Ungkapan “Hubbul Wathan Minal Iman”

Ungkapan حب الوطن من الإيمان (cinta tanah air bagian dari iman) populer di masyarakat, tetapi menurut para ulama hadits, kalimat ini tidak memiliki sanad yang sahih dari Rasulullah ﷺ.

Ibnu Utsaimin menegaskan bahwa ini bukan hadits. Artinya, kita tidak boleh menganggapnya sebagai ucapan Nabi ﷺ tanpa dalil yang kuat.

Namun, tidak berarti mencintai tanah air itu terlarang. Kita harus membedakan antara menisbatkan sebuah ucapan kepada Nabi ﷺ tanpa bukti (yang termasuk dosa besar dalam hadits riwayat Bukhari–Muslim) dengan menjalankan nilai yang sesuai syariat, meskipun ungkapannya bukan hadits.

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Cinta Tanah Air dalam Perspektif Islam

Ibnu Utsaimin menjelaskan:

Jika tanah air itu negeri Islam, maka mencintainya adalah kewajiban.
Kecintaan ini didasari karena negeri tersebut menegakkan agama Allah, menjaga syariat, dan menjadi tempat hidupnya kaum muslimin.
Tidak ada perbedaan antara negeri kelahiran kita dengan negeri muslim lain — semuanya adalah bagian dari Darul Islam yang wajib dijaga.

Artinya, Islam mengajarkan kita loyalitas berdasarkan iman (al-wala’ wal-bara’), bukan sekadar ikatan geografis atau etnis.

Nasionalisme dalam Kaca Mata Syariat

Islam tidak menolak rasa bangga terhadap tempat lahir atau budaya yang tidak bertentangan dengan syariat. Rasulullah ﷺ sendiri mencintai Makkah. Dalam riwayat Tirmidzi, beliau bersabda ketika hendak hijrah: “Demi Allah, engkau (wahai Makkah) adalah negeri yang paling aku cintai, dan seandainya kaummu tidak mengusirku, niscaya aku tidak akan meninggalkanmu.”

Perbedaan prinsipnya adalah:

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Nasionalisme sekuler: mendahulukan bangsa di atas agama.
Kecintaan Islami: mendahulukan agama, dan mencintai negeri karena ia menjadi sarana tegaknya agama.

Mengapa Harus Diluruskan?

Jika cinta tanah air hanya berdasar fanatisme buta (ashabiyyah), maka itu bertentangan dengan Islam. Nabi ﷺ bersabda:
“Bukan dari golongan kami orang yang menyeru kepada ashabiyyah (fanatisme golongan), berperang di atasnya, dan mati di atasnya.” (HR. Abu Dawud).

Namun, jika cintanya karena ingin negeri tersebut aman, tegak syariat, dan memberi manfaat untuk umat, maka itu menjadi ibadah.

Konsekuensi dari Cinta Tanah Air yang Benar

Cinta tanah air yang sesuai iman akan melahirkan sikap:

1. Menjaga keamanan dan ketertiban — karena kekacauan adalah pintu kehancuran umat.
2. Menaati pemimpin Muslim dalam perkara yang ma’ruf — sesuai perintah Allah dalam QS. An-Nisa: 59.
3. Berjuang menegakkan syariat dan melawan kemungkaran — cinta tanah air tanpa syariat hanya menghasilkan bangga kosong.
4. Solidaritas lintas negeri Muslim — karena Palestina, Rohingya, atau manapun adalah bagian dari tubuh umat Islam.

Mengubah Insecure Menjadi Bersyukur: Panduan Terapi Jiwa Ala Imam Nawawi

Penutup: Keseimbangan dalam Cinta

Islam mengajarkan keseimbangan: mencintai tanah air adalah fitrah, tetapi harus berada dalam koridor iman. Sebab, kecintaan terbesar tetap kepada Allah, Rasul-Nya, dan agama-Nya.

Jika suatu saat cinta tanah air berbenturan dengan perintah Allah, maka yang kita dahulukan adalah iman, bukan sekadar batas wilayah.

Maka, jawaban dari pertanyaan tersebut: Ungkapan “Cinta tanah air bagian dari iman” bukan hadits sahih. Tetapi, mencintai tanah air karena ia negeri Islam, atau sebagai sarana menegakkan agama, adalah bagian dari iman dan kewajiban. Wallahu a’lam. (Tengku Iskandar, M. Pd)

 


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement