Beranda » Berita » Kisah Epik Ibnu Batutah: Penjelajah Agung yang Mengelilingi Dunia Islam

Kisah Epik Ibnu Batutah: Penjelajah Agung yang Mengelilingi Dunia Islam

SURAU.CO – Abu Abdullah Muhammad bin Battutah, atau lebih terkenal sebagai Ibnu Batutah, adalah seorang penjelajah legendaris dari Maroko. Lahir di Tangier sekitar tahun 1304, ia mendedikasikan 30 tahun hidupnya untuk sebuah petualangan luar biasa. Perjalanannya mencakup jarak lebih dari 120.000 kilometer. Ia melintasi daratan dan lautan, mengunjungi sekitar 44 negara modern di seluruh dunia Muslim.

Kisah perjalanannya yang monumental ini hampir seluruhnya kita ketahui dari penuturannya sendiri. Atas dorongan Sultan Maroko, Ibnu Batutah menceritakan pengalamannya kepada seorang juru tulis bernama Ibnu Juzay. Catatan ini kemudian menjadi sebuah karya agung yang terkenal sebagai Rihlah. Meskipun sebagian orang meragukan kebenaran setiap detailnya, Rihlah tetap menjadi catatan perjalanan terlengkap dari abad ke-14.

Motivasi Suci dan Awal Perjalanan

Petualangan Ibnu Batutah dimulai dari sebuah niat mulia. Ia terinspirasi oleh sabda Nabi Muhammad SAW, “Tuntutlah ilmu walaupun hingga ke negeri Cina”. Hadits ini mendorongnya untuk memulai perjalanan demi mencari ilmu dan pengalaman, sebuah konsep yang ia sebut Al-Rihlah fi talab al-’ilmi (Perjalanan untuk Mendapatkan Ilmu Pengetahuan).

Pada usia sekitar 21 tahun, tepatnya pada 14 Juni 1325, ia memulai perjalanan pertamanya untuk menunaikan ibadah haji ke Mekah. Ia bergabung dengan rombongan lain dari kampung halamannya. Mereka menempuh perjalanan darat yang berat melintasi pesisir Afrika Utara. Perjalanan haji inilah yang membuka gerbang petualangannya menjelajahi dunia.

Menyusuri Jantung Dunia Islam

Dari Kairo, Ibnu Batutah awalnya mencoba rute yang jarang dilalui menuju Laut Merah. Namun, konflik lokal memaksanya kembali. Ia lalu mengambil rute kedua melalui Damaskus, Suriah. Di sana, ia bertemu banyak orang saleh dan mengunjungi tempat-tempat suci seperti Hebron dan Yerusalem.

Kisah Nama Abu Hurairah: Dari Pecinta Kucing Menjadi Penjaga Hadis

Setelah menunaikan ibadah haji di Mekah, hasratnya untuk berpetualang semakin besar. Ia tidak langsung pulang, melainkan melanjutkan perjalanan ke wilayah Il-Khanate, yang kini menjadi Irak dan Iran. Ia mengunjungi kota-kota besar seperti Baghdad dan Tabriz. Ia bahkan sempat bertemu dengan Abu Sa’id, penguasa terakhir Il-Khanate saat itu.

Perjalanannya berlanjut menyusuri pesisir Afrika Timur. Ia singgah di Ethiopia, Mogadishu, Mombasa, hingga Zanzibar. Setelah itu, ia kembali ke Mekah untuk menunaikan haji kedua kalinya. Tak berhenti di sana, ia memutuskan mencari pekerjaan di Kesultanan Delhi, India. Untuk itu, ia berkelana melalui Anatolia (Turki) dan menyeberangi Laut Hitam untuk memasuki wilayah kekuasaan Golden Horde.

Singgah di Samudera Pasai, Serambi Mekah

Dalam perjalanannya menuju Cina pada tahun 1345, Ibnu Batutah terdampar di sebuah kerajaan Islam di ujung utara Pulau Sumatra. Kerajaan itu adalah Samudera Pasai, yang kini orang mengenalnya sebagai Aceh. Ia singgah selama 15 hari dan begitu terkesan dengan apa yang dilihatnya. Dalam catatannya, ia melukiskan keindahan Samudera Pasai. ”Negeri yang hijau dengan kota pelabuhannya yang besar dan indah,” tulisnya.

Kedatangannya disambut hangat oleh pejabat dan ulama kerajaan atas perintah Sultan Mahmud Malik Al-Zahir. Ibnu Batutah sangat mengagumi sang Sultan. Ia menggambarkan Sultan sebagai pemimpin yang taat pada hukum Islam dan memiliki pribadi yang rendah hati.

”Sultan Mahmud Malik Al-Zahir adalah seorang pemimpin yang sangat mengedepankan hukum Islam. Pribadinya sangat rendah hati. Ia berangkat ke masjid untuk shalat Jumat dengan berjalan kaki. Selesai shalat, sultan dan rombongan biasa berkeliling kota untuk melihat keadaan rakyatnya,” kisah Ibnu Batutah.

Kisah Malik bin Dinar dan Ikan yang Mengeluarkan Uang Dari Mulutnya

Ia melihat Samudera Pasai telah menjadi pusat studi Islam yang ramai di Asia Tenggara. Sultan sendiri memiliki semangat belajar yang tinggi dan sering berdiskusi dengan para ulama di lingkungan istana.

Warisan Abadi Sang Petualang

Selama petualangannya, Ibnu Batutah mengaku bertemu tujuh raja yang meninggalkan kesan mendalam padanya. Salah satunya adalah Sultan Malik Al-Zahir dari Samudera Pasai, yang ia puji karena ilmunya yang luas dan mendalam.

Kunjungan singkat Ibnu Batutah ini meninggalkan warisan penting. Catatannya memperkenalkan peradaban maju di Nusantara kepada dunia. Berkat kisahnya, masyarakat Maroko kini mengenal Indonesia sebagai bangsa yang ramah dan religius. Sebaliknya, keramahan masyarakat Maroko dalam menjamu tamu juga menjadi cerminan nilai-nilai luhur yang dijunjung tinggi.

Seluruh kisah ini terangkum dalam mahakaryanya yang berjudul asli Tuhfat al-Nuzzhar fi Ghara’ib al-Amshar wa ’Aja’ib al-Asfar (Persembahan Seorang Pengamat tentang Kota-kota Asing dan Perjalanan yang Mengagumkan). Karya ini menjadi bukti betapa semangat mencari ilmu dapat membawa seseorang melampaui batas-batas dunia.

 

Syekh Umar Abdul Jabbar: Ulama Pengasuh Tradisi Sirah dan Pendidikan Hati


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement