SURAU.CO. Kemajuan teknologi digital telah mengubah cara masyarakat Indonesia berinteraksi dengan media. Berdasarkan data dari APJII dan Polling Indonesia, sekitar 171 juta penduduk atau 64,8% masyarakat Indonesia kini aktif menggunakan internet. Perubahan ini memengaruhi budaya bermedia, termasuk dalam hal penggunaan gawai. Menurut We Are Social (2020), hampir seluruh pengguna internet Indonesia berusia 16-64 tahun menggunakan smartphone (96%).
Salah satu platform yang berkembang pesat adalah TikTok, yang kini menjadi bagian dari budaya populer, terutama di kalangan generasi muda. Meski sempat dilarang karena kontennya dianggap tidak mendidik, TikTok kembali diizinkan setelah pengembangnya menyetujui regulasi pemerintah, termasuk penambahan filter untuk anak-anak.
Aplikasi seperti TikTok hadir sebagai hasil dari transformasi digital yang mengubah pola komunikasi, penyebaran informasi, bahkan cara berdakwah umat Islam. Namun, kemajuan ini juga memunculkan tantangan baru, terutama terkait etika, moralitas, dan adab dalam penggunaannya. Aplikasi TikTok dapat menjadi bumerang bagi yang menggunakannya, tidak sedikit yang menjadikannya sebagai kebutuhan atau bahan permainan biasa. Banyak faktor yang menyebabkan diperbolehkan atau dilarangnya penggunaan aplikasi ini, dimana pengguna yang mengaplikasikannya lah yang menjadi barometer pahala atau dosa dalam syari’at Islam.
Pandangan Islam terhadap Fenomena TikTok
Dr. KH. Fatihun Nada, anggota Komisi Fatwa MUI, menjelaskan secara komprehensif dalam rubrik Ulama Menjawab di platform MUI Digital bahwa TikTok pada dasarnya merupakan alat (media), bukan objek hukum yang berdiri sendiri. Aplikasi ini menyediakan wadah bagi penggunanya untuk membuat dan membagikan video singkat berdurasi 3 detik hingga 10 menit, yang dapat memuat informasi, hiburan, maupun pesan dakwah.
Menurut Dr. Fatihun, hukum penggunaan TikTok tidak dapat ditetapkan secara mutlak sebagai halal atau haram. Penilaian hukum tersebut sepenuhnya bergantung pada isi dan tujuan penggunaannya. Bila seseorang memanfaatkan TikTok untuk menyebarkan dakwah, memberikan edukasi, atau menyampaikan pengetahuan yang bermanfaat, maka penggunaannya menjadi mubah (diperbolehkan). Namun, bila aplikasi ini digunakan untuk menyebarluaskan konten negatif seperti pornografi, fitnah, ujaran kebencian, atau hal-hal yang merusak akhlak, maka penggunaannya menjadi haram secara syar’i.
Pandangan serupa disampaikan oleh Syekh Syauqi ‘Allam, mantan Mufti Agung Dar al-Ifta’ Mesir. Beliau menegaskan bahwa para ulama tidak boleh mengharamkan atau menghalalkan sebuah teknologi semata-mata karena keberadaannya. Penilaian hukum harus mempertimbangkan konteks dan tujuan pemakaiannya. Dalam hal ini, Syekh Syauqi mengutip kaidah fikih penting: “Al-wasā’il lahā aḥkām al-maqāṣid”, yang berarti: “Segala media hukum penggunaannya mengikuti hukum tujuan yang ingin dicapai.”
Islam sebagai agama yang rahmatan lil ‘alamin tidak menolak teknologi, namun tetap memberi batasan agar umatnya tidak terjerumus pada perilaku yang melanggar syariat. Ulama kontemporer memandang bahwa TikTok memiliki dua sisi: bisa menjadi sarana kebaikan jika digunakan dengan bijak, namun bisa pula membawa mudharat jika disalahgunakan.
Beberapa prinsip Islam yang relevan dalam menyikapi fenomena TikTok antara lain:
a. Menjauhi Fitnah dan Kemaksiatan
Islam menegaskan pentingnya menghindari fitnah, termasuk dalam penggunaan media sosial. Ketika seseorang membuat konten yang mengundang komentar negatif, sindiran, atau bahkan mengumbar aurat, maka ia telah membuka celah bagi terjadinya fitnah.
Dalam salah satu haditsnya, Nabi pernah menyampaikan bahwa umat Islam di akhir zaman akan menghadapi berbagai fitnah. Para sahabat yang mendengarkan Nabi langsung bertanya tentang terapi untuk menghadapinya, “Kitab Allah” jawab Nabi dengan tegas. Apa yang disampaikan Nabi ternyata terbukti tanpa perlu menghabiskan pena secara mubadzir untuk mendeskripsikan berbagai kemunduran dan keterbelakangan yang sedang melanda umat Islam. Dan di antara fitnah dunia yang melanda saat ini adalah memainkan TikTok tanpa prosedur Islam.
b. Memelihara Diri dari Hal yang Dilarang
Islam memperbolehkan permainan atau hiburan yang tidak melalaikan kewajiban agama dan tidak mengandung unsur haram. Setiap permainan yang mengalihkan perhatian dari ketaatan kepada Allah SWT hukumnya haram.
Aplikasi TikTok memiliki fitur musik yang banyak, sehingga sangat memungkinkan penggunanya untuk mengaplikasikan fitur musik tersebut bersama tarian. Adapun para ulama telah memperselisihkan hukum mendengarkan musik. Sebagian mereka ada yang mengharamkannya, ada yang memakruhkannya, dan sebagian lagi membolehkannya.
Imam Syafi’i menilai nyanyian sebagai hal yang makruh karena menyerupai kebatilan dan dapat melemahkan akhlak jika berlebihan. Sedangkan, mereka yang membolehkan nyanyian juga memberikan syarat, yaitu tidak berlebihan, tidak melalaikan dari dzikir dan ibadah kepada Allah swt dan tidak menjurus kepada kemaksiatan.
c. Menjaga Malu dan Iffah
Sifat malu merupakan bagian dari iman. Rasa malu itu ada dua macam. Pertama, Haya nafsani yaitu Allah menciptakan rasa malu dalam diri manusia secara naluriah, yang salah satunya berupa rasa malu terlihat aurat atau melakukan hubungan suami istri di depan umum. Dan Haya imani, yaitu mencegah diri dari perbuatan maksiat karena takut kepada Allah swt. Malu di sini berarti perasaan yang menjauhkan seseorang dari perbuatan keji dan mendorongnya untuk berbuat baik.
Kemudian, Islam menganjurkan perempuan muslimah untuk menjaga kehormatan diri (iffah) dengan berpakaian dan berpenampilan sesuai ajaran Islam di ruang publik. Bersikap iffah itu sama dengan bersikap pemalu, terutama malu kepada Allah swt. Sementara, perempuan muslimah kini, telah jauh dari sifat malu. Mereka dengan berani menunjukkan diri mereka di depan banyak orang tanpa sedikit pun merasa malu.
d. Menjaga Pandangan dan Aurat
Al-Qur’an dalam Surah An-Nur ayat 30-31 memerintahkan umat Islam untuk menundukkan pandangan dan menjaga aurat. Dalam ayat ini dijelaskan tentang perintah Allah swt kepada hamba-Nya yang beriman untuk menundukkan pandangan dari yang diharamkan, karena suatu pandangan yang bathil akan menimbulkan rusaknya hati. Konten yang mengekspos tubuh atau menarik perhatian lawan jenis tanpa alasan syar’i termasuk ke dalam larangan ini.
e. Menjauh dari Tabarruj Jahiliyah
Tabarruj adalah istilah Islam untuk perilaku sengaja memamerkan kecantikan dan keindahan tubuh. Islam melarang perempuan untuk memamerkan kecantikannya secara berlebihan sebagaimana perilaku perempuan di masa jahiliyah. TikTok yang berisi konten make-up, dance, atau filter yang memanipulasi penampilan bisa mengarah pada perilaku ini.
Hukum Perempuan Muslimah Bermain TikTok
Islam tidak melarang perempuan untuk tampil aktif di ruang publik, termasuk di media sosial. Namun, perempuan tetap wajib menjaga batasan syariat. Meskipun kemajuan zaman memunculkan tren fashion dan gaya hidup baru, hal itu tidak bisa menjadi alasan untuk mengabaikan kewajiban menutup aurat dan menjaga kesopanan.
Karena Muslimah hari ini sungguh telah berbeda dengan muslimah zaman dahulu yang menjadikan rasa malu sebagai mahkota kehormatan. Sedangkan muslimah zaman sekarang dapat terlihat, sangat sedikit rasa malunya. Mereka tidak segan upload video diri dengan meliuk-liukan tubuhnya atau melakukan boomerang. Mereka dengan mudahnya berinteraksi dengan para pria yang bukan mahram, bahkan merespons komentar mereka dengan gembira dan suka. Sebagai perempuan muslimah, sudah sepatutnya untuk menjaga aurat, karena merupakan marwah dan jadi diri seorang muslimah.
KH Akhyar Nasution, Lc., ulama Nahdatul Ulama kontemporer, menyatakan bahwa bermain TikTok haram bagi perempuan muslimah jika sengaja meliukkan tubuh, mengumbar aurat, atau bertabarruj hanya untuk konten. Jika konten TikTok sudah mengandung unsur riya, takkabur, sombong, atau mengumbar aurat yang melanggar syariat, maka kita tidak boleh melakukannya. Namun, jika konten tersebut bermanfaat, seperti edukasi, kesehatan, atau konten Islami, maka kita boleh membuat dan membagikannya.
Jika bermain TikTok lebih banyak menimbulkan dampak negatif dan mudharat, serta menciptakan kesan buruk bagi perempuan muslimah, maka semakin besar kemungkinan Islam melarangnya.
Urgensi Bersikap Bijak dalam Menggunakan Teknologi
Aplikasi TikTok maupun media sosial lainnya memiliki hukum yang kondisional dalam Islam. Penggunaan teknologi untuk kebaikan dan ketaatan kepada Allah membuatnya bernilai ibadah. Namun, jika kita menggunakannya untuk melanggar syariat, maka penggunaannya menjadi terlarang dan berdosa.
Dengan demikian, setiap muslim memegang tanggung jawab pribadi untuk bersikap bijak dalam bermedia sosial. Kita tidak bisa mencegah perkembangan teknologi, tapi kita bisa memilih untuk menggunakannya secara bermartabat dan sesuai dengan ajaran Islam. Umat Islam perlu menyadari bahwa setiap klik, unggahan, dan tayangan adalah cerminan dari akhlak dan niat yang dapat menjadi sumber pahala, atau sebaliknya, menjadi sebab turunnya dosa.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
