SURAU.CO. Islam bukan hanya agama yang mengatur urusan akhirat, tetapi juga membimbing umatnya dalam menjalani kehidupan dunia. Salah satu aspek duniawi yang mendapat perhatian besar dalam ajaran Islam adalah bekerja. Islam tidak memandang pekerjaan hanya sebagai cara memenuhi kebutuhan materi, melainkan sebagai amalan saleh yang bernilai ibadah.
Bekerja Ibadah dan Jihad
Setiap muslim dituntut untuk bekerja guna memperoleh rezeki yang halal. Bahkan, Rasulullah SAW menganggap kerja sebagai bagian dari jihad di jalan Allah. Menafkahi keluarga dengan hasil kerja sendiri sejajar dengan pelaksanaan rukun Islam. Bekerja dengan jujur, profesional, dan tanggung jawab mencerminkan akhlak Rasulullah SAW, yang dikenal dengan sifat, shiddiq, amanah, fathonah, dan tabligh. Islam menganggap pekerjaan sebagai ibadah jika dilakukan dengan niat tulus karena Allah. Niat mencari ridha Allah membuat pekerjaan halal dan baik menjadi bernilai ibadah. Rasulullah SAW mengajarkan bahwa bekerja dengan tangan sendiri lebih mulia daripada meminta-minta. Bahkan, seorang muslim yang pulang kerja dalam keadaan lelah akan mendapat ampunan dari Allah atas dosa-dosanya.
Islam tidak hanya menuntut hasil, tetapi juga mengatur proses. Niat yang tulus menjadi pembeda antara pekerjaan yang bernilai ibadah dan yang tidak. Kita harus melakukan pekerjaan dengan niat karena Allah, serta menggunakan anggota tubuh, akal, dan lisan untuk mencapainya.
Menjaga Martabat dengan Bekerja
Bekerja juga menjadi sarana menjaga harga diri dan martabat kemanusiaan. Islam melarang umatnya meminta-minta selama masih mampu bekerja. Rasulullah SAW bersabda, “Tidak halal sedekah bagi orang kaya dan orang yang kuat serta mampu bekerja.” Bekerja secara halal lebih mulia daripada mengemis. Bahkan, kelelahan karena bekerja pun bisa menjadi sebab diampuninya dosa.
Islam tidak hanya memuliakan orang yang bekerja, tetapi juga menjadikannya sebagai dasar kemajuan umat. Melalui kerja, seseorang bisa memenuhi kebutuhan, membantu sesama, dan berkontribusi terhadap pembangunan sosial dan ekonomi. Sebaliknya, orang yang enggan bekerja akan kehilangan harga diri dan bisa terjerumus ke dalam kehinaan, termasuk perbuatan meminta-minta yang jelas dilarang oleh syariat.
Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Najm ayat 39: “Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.” Ayat ini menegaskan bahwa prestasi dan derajat seseorang ditentukan oleh usaha dan kerja kerasnya.
Etika Bekerja dalam Islam
Bekerja membawa tiga bentuk tanggung jawab: kepada Allah SWT, kepada diri sendiri, dan kepada masyarakat. Seorang muslim tidak boleh berpangku tangan dan hanya mengandalkan doa tanpa usaha. Seseorang harus menyadari bahwa semua keberhasilan tetap berasal dari izin Allah, sehingga ia tidak boleh menggantungkan diri sepenuhnya pada kemampuannya sendiri.
Islam memberikan kebebasan kepada umatnya untuk berusaha selama tetap mematuhi prinsip-prinsip syariat. Jika kita melakukan pekerjaan dengan niat baik dan cara yang halal, Allah menganggapnya sebagai amal yang mendapat ganjaran.
Meskipun Islam memberi kebebasan bagi umatnya untuk bekerja dan membina kekayaan, agama ini juga menetapkan batas yang jelas. Agama melarang mencari nafkah setidaknya dengan tiga cara. Pertama, aniaya , seperti mencuri, merampas, atau berjudi. Kedua, curang, seperti penipuan, manipulasi dan penggelapan. Ketiga membahayakan, seperti memperdagangkan narkoba atau minuman keras, produk yang merusak akal dan moral. Larangan ini selaras dengan fitrah manusia yang menghendaki keadilan, keamanan, dan kemanusiaan. Oleh karena itu, Islam sangat menjunjung tinggi profesi yang bersih dan amanah.
Dalam menilai kerja, kita harus mempertimbangkan proses dan niat di baliknya, bukan hanya hasilnya. Islam memandang kerja sebagai bentuk kontribusi terhadap kemaslahatan umat. Kita akan mempertanggungjawabkan setiap pekerjaan di hadapan Allah, bukan hanya dari segi output, tetapi juga dari integritas dan etika dalam melakukannya.
Kerja Sebagai Amanah dan Ujian
Dalam QS. Al-Jumu’ah ayat 10, Allah SWT berfirman: “Apabila telah ditunaikan salat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” Ayat ini mengajak muslim untuk menjaga keseimbangan antara ibadah dan kerja. Kita bekerja dan mencari rezeki halal sebagai bentuk syukur kepada Allah setelah memenuhi kewajiban kepada-Nya.
Islam mendorong umatnya untuk aktif dalam sektor ekonomi, baik sebagai produsen maupun pelaku industri. Kemajuan ekonomi menjadi bagian dari misi Islam dalam membangun masyarakat yang kuat dan sejahtera. Allah SWT menyebut manusia sebagai makhluk yang dimuliakan, diberi kemampuan untuk mengelola bumi, dan diberi rezeki dari sumber yang halal (QS. Al-Isra: 70).
Dengan bekerja, manusia berkontribusi dalam membangun peradaban. Rasulullah SAW bersabda, “Bekerjalah untuk duniamu seolah-olah kamu akan hidup selamanya, dan beribadahlah untuk akhiratmu seakan-akan kamu mati besok.” Hadits ini menunjukkan keseimbangan antara tanggung jawab duniawi dan ukhrawi.
Kejar Keberkahan
Islam memandang bekerja sebagai aktivitas mulia yang mencerminkan iman, tanggung jawab, dan semangat jihad. Bekerja adalah kewajiban setiap muslim untuk menafkahi diri dan keluarga dengan cara yang halal. Melakukan pekerjaan dengan niat benar, keikhlasan, dan prinsip syariat yang teguh menjadikan pekerjaan itu bernilai sebagai ibadah yang berpahala di sisi Allah.
Kemudian, melakukan pekerjaan dengan niat baik, cara halal, dan sikap profesional mengangkat martabat diri dan membuka pintu keberkahan dunia dan akhirat. Dengan bekerja, seorang muslim dapat membuktikan imannya, menjaga harga diri, membantu sesama, dan mengabdi kepada Allah SWT. Kita bekerja bukan sekadar untuk memenuhi kebutuhan hidup, tetapi juga untuk meraih ridho-Nya.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
