Pendidikan
Beranda » Berita » Musthafa dan Kerabatnya Yahya dalam Akhlaq lil Banin Juz 1 Karya Umar Baraja (Pelajaran Klasik untuk Hari Ini)

Musthafa dan Kerabatnya Yahya dalam Akhlaq lil Banin Juz 1 Karya Umar Baraja (Pelajaran Klasik untuk Hari Ini)

Musthafa
Sebuah Kitab "Akhlakul Lil Banin

SURAU.COKitab Akhlaq lil Banin lahir dari pena Syaikh Umar bin Ahmad Baraja, ulama asal Hadhramaut abad ke-20 yang dikenal sebagai pendidik berwawasan luas. Beliau menggabungkan ajaran agama dengan pembentukan karakter sehingga nilai-nilainya tetap relevan di setiap zaman.

Beliau menulis kitab ini khusus untuk santri, siswa madrasah, dan anak-anak muslim agar mereka dapat menanamkan akhlak mulia sejak dini. Melalui kisah teladan yang singkat, jelas, dan menyentuh, Akhlaq lil Banin menjadi rujukan penting di pesantren dan sekolah Islam di Indonesia.

1. Kekayaan yang Tidak Membuat Sombong

Musthafa tumbuh sebagai anak kaya, tetapi ia tetap rendah hati. Ia tidak pernah memandang rendah orang lain, bahkan ia aktif membantu siapa pun yang membutuhkan. Lebih dari itu, ia memberikan perhatian khusus kepada kerabatnya.

كَانَ مُصْطَفَى غَنِيًّا وَلَكِنَّهُ مُتَوَاضِعٌ، لَا يَتَكَبَّرُ عَلَى أَحَدٍ، وَيُحِبُّ مُسَاعَدَةَ الْمُحْتَاجِينَ، خَاصَّةً مِنْ أَقَارِبِهِ
“Musthafa adalah anak yang kaya namun rendah hati. Ia tidak menyombongkan diri kepada siapa pun, dan ia suka membantu orang-orang yang membutuhkan, terutama dari kerabatnya.”

Kisah ini menunjukkan bahwa kekayaan seharusnya mendorong seseorang untuk lebih banyak memberi, bukan memperbesar jarak dengan orang lain.

Generasi Sandwich dan Birrul Walidain: Mengurai Dilema dengan Solusi Langit

2. Kepedulian yang Bergerak Cepat

Suatu hari, Musthafa melihat Yahya, putra pamannya, mengenakan baju robek. Rasa iba langsung memenuhi hatinya. Tanpa menunda waktu, ia bergegas pulang, mengambil baju baru, kemudian kembali menemui Yahya.

فَقَالَ: تَفَضَّلْ يَا ابْنَ عَمِّي الْعَزِيزُ، وَاقْبَلْ مِنِّي هٰذِهِ الْهَدِيَّةَ
“Silakan wahai anak pamanku tercinta, terimalah dariku hadiah ini.”

Tindakan itu membuktikan bahwa kepedulian sejati hadir bersama kecepatan bertindak. Ia tidak menunggu orang meminta bantuan; justru ia mendahului dengan memberi.

3. Kebaikan yang Mengundang Restu

Yahya menerima baju itu dengan mata berkaca-kaca. Ia berterima kasih penuh rasa haru. Ketika ayah Musthafa mengetahui perbuatan anaknya, ia langsung memuji dan mendoakan kebaikan untuknya.

Di sini terlihat bahwa kebaikan kepada kerabat tidak hanya membahagiakan penerimanya, tetapi juga membuat orang tua bangga. Restu mereka menjadi hadiah tambahan yang bernilai jauh lebih besar dari apa pun.

Birrul Walidain: Membangun Peradaban dari Meja Makan untuk Generasi Mulia

Menolong dengan Hati, Menguatkan Silaturahmi

Kisah Musthafa dan Yahya mengajarkan bahwa harta adalah sarana untuk berbuat baik. Dengan sikap rendah hati dan kepedulian yang tulus, seseorang dapat menjaga sekaligus menguatkan hubungan keluarga.

Pertanyaannya:
Apakah kita sudah memanfaatkan rezeki dan kesempatan untuk memuliakan kerabat, meski hanya dengan bantuan kecil?

اللَّهُمَّ أَلِّفْ بَيْنَ قُلُوبِنَا، وَاجْعَلْنَا مِنَ الْمُحِبِّينَ لِلْخَيْرِ، وَبَارِكْ فِي أَمْوَالِنَا وَأَهْلِينَا. آمِينَ.
Ya Allah, satukan hati kami, jadikan kami pecinta kebaikan, dan berkahilah harta serta keluarga kami. Āmīn.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement