Kalam
Beranda » Berita » Pembagian Waris dalam Hukum Islam

Pembagian Waris dalam Hukum Islam

Pembagian Waris dalam Hukum Islam
Gambar AI, Sumber: gemini.google.com.

SURAU.CO. Al-Qur’an, hadis, dan ijma’ ulama mengatur hukum waris dalam Islam secara rinci. Aturan ini menjaga keadilan serta memastikan pembagian harta peninggalan kepada yang berhak. Karena sifatnya mengikat, setiap Muslim perlu memahami ketentuannya agar tidak menimbulkan perselisihan di kemudian hari. Dalam penerapannya, pembagian waris mempertimbangkan status nasab, keabsahan pernikahan, dan kondisi khusus ahli waris.

 

Landasan Hukum Waris Islam

Dasar hukum waris Islam bersumber dari Al-Qur’an, di antaranya:

  • Surah An-Nisa ayat 11 yang mengatur bagian anak laki-laki dan perempuan.
  • Surah An-Nisa ayat 12 yang mengatur bagian suami dan istri.
  • Surah An-Nisa ayat 176 yang mengatur waris saudara.

Selain itu, hadis Nabi SAW menjadi pedoman penting. Salah satunya adalah:

“Bagikan harta warisan kepada yang berhak sesuai kitab Allah…” (HR. Muslim)

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

 

Perbandingan Bagian Anak Laki-laki dan Perempuan

Dalam Surah An-Nisa ayat 11, Allah berfirman:

“Bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua anak perempuan.”

Apabila pewaris meninggalkan seorang anak laki-laki dan seorang anak perempuan, maka pembagiannya adalah 2:1. Hal ini bukan bentuk ketidakadilan, tetapi mempertimbangkan beban tanggung jawab laki-laki sebagai penanggung nafkah keluarga. Sebagai contoh, jika harta warisan sebesar 90 juta rupiah, anak laki-laki mendapat 60 juta, sedangkan anak perempuan mendapat 30 juta.

 

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Ahli Waris yang Pindah Agama

Hukum Islam melarang pewarisan antara Muslim dan non-Muslim. Rasulullah SAW bersabda:

“Seorang Muslim tidak mewarisi dari orang kafir, dan orang kafir tidak mewarisi dari seorang Muslim.”(HR. Bukhari dan Muslim)

Jika seorang ahli waris pindah agama (murtad), maka haknya gugur. Begitu pula jika pewaris yang meninggal beragama non-Muslim, ahli waris Muslim tidak dapat menerima warisan darinya. Dalam praktik di Indonesia, jika kasus seperti ini terjadi, penyelesaian dapat melibatkan hukum positif.

 

Anak Luar Nikah

Anak yang lahir di luar pernikahan sah hanya memiliki hubungan nasab dengan ibunya. Dalilnya adalah sabda Nabi SAW:

Mengubah Insecure Menjadi Bersyukur: Panduan Terapi Jiwa Ala Imam Nawawi

“Anak itu bagi pemilik ranjang (suami sah), dan bagi pezina adalah batu (hukuman).” (HR. Bukhari dan Muslim)

Artinya, anak luar nikah berhak mewarisi dari ibu dan keluarga ibu, tetapi tidak dari ayah biologis. Contohnya, jika seorang ibu meninggal meninggalkan anak luar nikah dan saudara kandung, maka harta akan dibagi sesuai aturan ahli waris dari pihak ibu.

 

Hak Waris Istri

Istri mendapat bagian yang jelas berdasarkan Surah An-Nisa ayat 12:

“…Dan bagi mereka (para istri) seperempat dari harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka bagi mereka seperdelapan…”

Berdasarkan ayat ini:

  • Jika suami meninggal tanpa anak, istri mendapat ¼ harta.
  • Jika suami meninggalkan anak, istri mendapat harta.

Hak ini berlaku untuk pernikahan sah secara agama, baik tercatat di negara maupun tidak (pernikahan sirri).

 

Anak atau Istri dari Pernikahan Sirri

Pernikahan sirri terbagi menjadi dua:

  • Sah secara syariat: Memenuhi rukun dan syarat nikah (wali, saksi, ijab kabul, mahar). Dalam hal ini, istri berhak mendapat warisan seperti pernikahan resmi, dan anak mendapat hak penuh dari ayah dan ibu.

  • Tidak sah secara syariat: Tidak memenuhi rukun atau syarat. Dalam kondisi ini, istri tidak memiliki hak waris, dan anak mengikuti hukum anak luar nikah.

 

Wasiat dalam Hukum Islam

Wasiat adalah pesan pewaris untuk memberikan sebagian hartanya kepada orang atau pihak tertentu setelah ia meninggal. Islam membatasi wasiat agar tidak merugikan ahli waris. Dalilnya terdapat dalam hadis Rasulullah SAW:

“Sesungguhnya Allah telah memberikan kepada setiap orang yang berhak akan haknya, maka tidak ada wasiat bagi ahli waris.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah)

Batasan wasiat adalah maksimal sepertiga dari seluruh harta, sebagaimana sabda Nabi SAW kepada Sa’d bin Abi Waqqash:

“Sepertiga, dan sepertiga itu sudah banyak.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ketentuannya:

  • Wasiat tidak boleh diberikan kepada ahli waris yang sah, kecuali dengan persetujuan seluruh ahli waris lainnya.
  • Wasiat boleh diberikan kepada pihak di luar ahli waris, seperti kerabat jauh, teman, atau lembaga sosial.
  • Pelaksanaan wasiat dilakukan sebelum pembagian warisan, setelah pelunasan utang pewaris.

Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement