Opinion Pendidikan
Beranda » Berita » Merdeka Belajar atau Terkungkung? Mencari Jalan Tengah Kurikulum

Merdeka Belajar atau Terkungkung? Mencari Jalan Tengah Kurikulum

Merdeka Belajar atau Terkungkung? Mencari Jalan Tengah Kurikulum
Merdeka Belajar atau Terkungkung? Mencari Jalan Tengah Kurikulum

SURAU.CO – Semangat Merdeka Belajar yang digaungkan pemerintah mengajak kita untuk meninjau kembali hakikat pendidikan. Namun, sebagai umat Islam, kita juga perlu bertanya: apakah kebijakan pendidikan kita sudah sejalan dengan prinsip-prinsip tarbiyah dalam Islam? Ataukah kita masih terjebak dalam pola lama yang serba seragam dan kaku, sehingga kurang memberi ruang bagi keberagaman potensi manusia yang Allah ciptakan?

Sentralisasi Kurikulum: Pemerataan yang Kurang Kontekstual

Selama puluhan tahun, Indonesia menerapkan sistem sentralisasi kurikulum dimaksudkan untuk memastikan keseragaman mutu pendidikan Tidak ada salahnya dan benar adanya tujuan itu penting, apalagi di negara kepulauan yang begitu beragam. Dalam pandangan Islam, kesetaraan akses pendidikan penting. Rasulullah ﷺ bersabda:

طلب العلم فريضة على كل مسلم” (رواه ابن ماجه).”

“Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim” (HR. Ibnu Majah).

Kewajiban ini berlaku untuk seluruh umat, tanpa memandang latar belakang atau wilayah. Oleh karena itu, memastikan semua anak mendapatkan standar pendidikan minimal adalah langkah yang sejalan dengan ajaran Islam.

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Namun, kenyataannya menunjukkan bahwa satu iklim nasional sering kali tidak sejalan dengan kondisi daerah. Sekolah di pedalaman menghadapi tantangan yang berbeda dengan sekolah di kota besar. Dalam Islam, pendidikan harus memperhatikan konteks (‘urf) dan kebutuhan masyarakat setempat. Ketika materi terbuka terlalu padat, kurang relevan, dan membatasi kreativitas guru, tujuan pendidikan sebagai proses tazkiyatun nafs (penyucian diri) dan pengembangan akal menjadi terhambat.

Kurikulum Desentralisasi: Pelajaran dan Perbandingan

Negara seperti Amerika Serikat memberi contoh penerapan desentralisasi penuh. Kurikulum yang disusun oleh daerah, memberi kebebasan bagi guru untuk menyesuaikan materi dengan karakter komunitas.

Dalam Islam, prinsip ini selaras dengan konsep ijtihad —yaitu menyesuaikan hukum atau kebijakan dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat, selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai syariat. Rasulullah ﷺ sendiri memberikan teladan, ketika mengutus Mu’adz bin Jabal ke Yaman. Beliau memberikan kebebasan kepada Mu’adz untuk memutuskan perkara berdasarkan Al-Qur’an, Sunnah, dan ijtihadnya jika tidak menemukan dalil langsung.

Namun, kebebasan tanpa rambu-rambu juga mengandung risiko. Dalam konteks pendidikan, desentralisasi penuh bisa menyebabkan kemerosotan mutual yang lebar antarwilayah. Dalam Islam, kesetaraan dan keadilan (‘adl) tetap menjadi prinsip pokok. Pendidikan tidak boleh hanya bagus di daerah kaya dan tertinggal di daerah miskin.

Kurikulum Merdeka: Jalan Tengah yang perlu diperkuat

Kurikulum Merdeka yang kini diterapkan di Indonesia mencoba mengambil jalan tengah. Guru memiliki keleluasaan mengembangkan pembelajaran berbasis proyek dan konteks lokal, namun tetap dalam kerangka standar nasional.

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Pendekatan ini mirip dengan konsep Islam tentang al-wasathiyah (moderat), yaitu jalan tengah antara dua kutub yang ekstrem. Islam mengajarkan keseimbangan antara menjaga prinsip umum (tsawabit) dan menyesuaikan hal-hal yang bisa berubah (mutaghayyirat).

Tantangannya adalah kesiapan guru. Banyak guru yang masih terbiasa mengikuti panduan dari pusat. Tanpa pelatihan dan dukungan memadai, desentralisasi justru bisa membingungkan dan menurunkan mutu pembelajaran.

Menuju Desentralisasi yang Bertanggung Jawab dalam Islam

Agar Merdeka Belajar benar-benar selaras dengan nilai-nilai Islam, kita perlu membangun desentralisasi yang bertanggung jawab . Prinsip-prinsipnya antara lain:

  1. Memberdayakan Guru sebagai Murabbi
    Dalam Islam, guru bukan hanya pengajar, tetapi murabbi —pembimbing ruhani dan akal. Negara perlu membekali guru dengan pelatihan dan pendampingan, agar mereka bisa mengintegrasikan ilmu umum dan nilai Islam.
  2. Menjaga Standar Bersama (Maqashid)
    Seperti syariat yang memiliki tujuan pokok (maqashid syariah), implementasinya juga harus memiliki tujuan utama yang disepakati, seperti menumbuhkan akhlak mulia, kecerdasan, dan keterampilan hidup.
  3. Otonomi Bertahap dengan Amanah
    Islam menekankan prinsip amanah. Kurikulum otonomi dapat diberikan secara bertahap, mulai dari sekolah yang siap, sambil memastikan mereka menjalankannya dengan penuh tanggung jawab.
  4. Evaluasi yang Holistik
    Rasulullah ﷺ mengajarkan bahwa yang terpenting bukan hanya hasil, tetapi juga proses. Evaluasi pendidikan seharusnya tidak semata-mata berpatokan pada angka, tetapi juga pada perkembangan akhlak, keterampilan, dan kontribusi sosial murid.

Merdeka yang Terkendali, Bebas yang Terarah

Dalam pandangan Islam, kemerdekaan bukan berarti bebas sebebas-bebasnya. Merdeka Belajar bukan berarti Pendidikan liar tanpa arah, melainkan memerdekakan pendidikan dari kekakuan yang menghambat potensi, sambil tetap berpegang pada standart bersama.

Mengubah Insecure Menjadi Bersyukur: Panduan Terapi Jiwa Ala Imam Nawawi

Allah menciptakan manusia dengan potensi dan perbedaan yang beragam. Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang mampu mengembangkan potensinya sesuai fitrah, sambil menjaga kesatuan dalam tujuan. Inilah esensi jalan tengah yang bukan sekadar kompromi teknis, tetapi sebuah visi: membentuk generasi berilmu, berakhlak, dan siap menghadapi zaman, tanpa kehilangan arah.

 


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement