SURAU.CO. Dalam konferensi pers beberapa waktu lalu, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengungkapkan bahwa mereka telah menemukan sembilan produk makanan olahan yang positif mengandung unsur babi (porcine) di pasaran. Lebih mengejutkan lagi, tujuh dari sembilan produk tersebut telah mengantongi sertifikat halal.
Seperti diberitakan oleh detik.com pada Senin, 21 April 2025, delapan produk tersebut diimpor dari Filipina dan Tiongkok, sementara satu produk lainnya diproduksi oleh perusahaan lokal Indonesia. Hampir seluruh produk yang teridentifikasi merupakan makanan ringan yang populer di kalangan anak-anak, seperti marshmallow dan jelly dengan merek dagang ChompChomp, Corniche, AAA, Larbe, Weetime, Corniche Fluffy Jelly, dan Hakiki Gelatin.
Menanggapi temuan ini, Kepala BPJPH, Ahmad Haikal Hasan, langsung menginstruksikan penarikan produk dari peredaran, sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal. Ia juga mengingatkan bahwa pelaku usaha wajib mematuhi peraturan perundang-undangan, termasuk UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan dan PP Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan.
Selain itu, BPJPH bersama BPOM terus mengintensifkan pengawasan di lapangan, memastikan setiap produk yang beredar telah memenuhi standar halal. Mereka juga mendorong masyarakat untuk aktif mengawasi dan melaporkan produk yang mencurigakan melalui layanan email resmi di @halal.go.id.
Mengandung Babi tapi Bersertifikat Halal
Mengapa produk yang mengandung babi bisa lolos sertifikasi halal? Pertanyaan ini menjadi perhatian publik. Menurut Haikal, kejadian ini bukan sekadar kelalaian administratif, namun menunjukkan tantangan serius dalam komitmen terhadap regulasi halal. Pemeriksaan awal pada produk tersebut menunjukkan tidak ada kandungan haram, namun kemungkinan besar terdapat manipulasi atau pelanggaran oleh pihak produsen atau importir.
BPJPH melakukan investigasi menyeluruh untuk mengetahui mengapa unsur babi bisa terdeteksi pada produk yang sebelumnya dinyatakan halal. Kemungkinan besar, ada ketidaksesuaian bahan baku atau proses produksi yang tidak terpantau secara ketat, khususnya pada produk-produk impor dari negara non-Muslim seperti Filipina dan Tiongkok.
Dari kejadian ini kita harus tetap waspada. Terutama bagi produk-produk impor yang berasal dari negara yang mayoritas penduduknya bukan muslim seperti Filipina terutama China. Sebagai seorang muslim, kita wajib memperhatikan kehalalan dari setiap makanan yang kita makan
Dalam surat ‘Abasa ayat 24 bahwa Allah SWT berfirman: “Maka, hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya.”
Pentingnya Makanan Halal
Indonesia sebagai negara berpenduduk mayoritas Muslim memiliki kewajiban konstitusional dan moral untuk menjamin keamanan dan kehalalan produk konsumsi warganya. Makanan halal bukan hanya perkara simbolik, tetapi merupakan bagian dari ketaatan terhadap hukum syariat Islam.
Allah SWT memerintahkan manusia untuk mengonsumsi makanan yang halal dan baik (thayyib) sebagaimana tercantum dalam QS. Al-Baqarah ayat 168. “Wahai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan, karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.”
Untuk dikategorikan sebagai makanan halal, suatu produk harus memenuhi tiga syarat utama. Pertama, bahan baku makanan harus berasal dari zat yang halal, tidak termasuk bangkai, darah, daging babi, atau zat yang memabukkan. Kedua, memperoleh makanan tersebut dengan cara yang sah dan sesuai dengan syariat Islam, tidak melalui pencurian, penipuan, atau cara-cara yang dilarang syariat Islam. Ketiga, halal cara pengolahannya yaitu proses produksi mengikuti ketentuan syariah. Seperti penyembelihan sesuai aturan Islam dan tidak tercampur bahan yang tidak halal.
Muslim Boleh Memakan Makanan Haram
Allah SWT telah menyampaikan keharaman bahan makanan dalam surat Al-Maidah ayat 3. “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, dan (daging hewan) yang disembelih bukan atas (nama) Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang (sempat) kamu sembelih. (Diharamkan pula) apa yang disembelih untuk berhala. (Demikian pula) mengundi nasib dengan azlām (anak panah), (karena) itu suatu perbuatan fasik. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu. Oleh sebab itu, janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu. Maka, siapa yang terpaksa karena lapar, bukan karena ingin berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Dalam ayat tersebut, Allah SWT menjelaskan tentang bahan makanan yang haram untuk dikonsumsi. Namun, Allah SWT memberikan pengampunan bagi orang-orang yang terpaksa memakannya karena sangat lapar.
Kemudian Allah SWT jelaskan kembali dalam suar Al’An’am ayat 145, bahwa pengecualian itu ada batasnya. Allah SWT memperbolehkan seseorang memakan makanan haram ketika tidak ada pilihan makanan halal lain yang dapat dikonsumsi. Sementara ia dalam kondisi kelaparan dan boleh memakannya hanya untuk menunda lapar atau tidak melampaui batas.
QS. Al-‘An’am ayat 145, “Katakanlah: Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi – karena sesungguhnya semua itu kotor – atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa, sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Konsekuensi Konsumsi Produk Haram dalam Islam
Bagi umat Islam, memakan makanan yang halal merupakan sebuah kewajiban, sebab itu perintah Allah Swt. Dalam Al Quran surah Al Baqarah ayat 172, “Hai orang-orang yang beriman makanlah di antara rejeki yang baik-baik yang kami berikan padamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.”
Seorang muslim yang memakan makanan tidak halal akan membawa efek negatif dalam kehidupannya. Rasulullah SAW mengingatkan bahwa konsumsi makanan haram dapat menghalangi terkabulnya doa. Rasulullah bersabda: “Wahai Rabb-ku, wahai Rabb-ku… namun makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan kenyang dengan sesuatu yang haram, lalu bagaimana doanya akan dikabulkan?” (HR. Muslim)
Oleh karena itu, memastikan kehalalan makanan bukan sekadar kebutuhan konsumsi, melainkan bentuk ketaatan spiritual dan kepatuhan terhadap aturan agama.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
